3 Hal yang Membuat Gen Z Lakukan Revenge Quitting dari Pekerjaan

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Fenomena revenge quitting kian marak di kalangan generasi Z (Gen Z). Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung bertahan dalam kondisi kerja kurang ideal, Gen Z lebih berani mengambil keputusan untuk keluar sebagai bentuk protes terhadap lingkungan kerja yang tidak sehat.

Bukannya diam-diam mengundurkan diri, Gen Z justru sengaja resign pada saat-saat kritis, seperti menjelang tenggat proyek besar atau di tengah jam sibuk agar kepergian mereka benar-benar terasa oleh perusahaan.

Lantas, apa saja yang membuat Gen Z memilih langkah ekstrem ini? Berikut tiga alasannya menurut Forbes:

BACA JUGA: Alasan Gen Z Melakukan Career Catfishing hingga Jadi Tren di Dunia Kerja

Burnout yang Tidak Ditangani dengan Baik

Kelelahan kerja alias burnout bukan hal baru, tetapi Gen Z meresponsnya dengan cara berbeda. Jika generasi sebelumnya cenderung bertahan demi stabilitas finansial, Gen Z lebih memilih keluar daripada terus bekerja dalam kondisi yang membuat mereka stres.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Humanities and Social Sciences Communications (2023) menunjukkan budaya kerja yang menuntut jam kerja panjang dan beban kerja berlebihan menjadi pemicu utama stres dan ketidakpuasan di kalangan pekerja Gen Z.

Banyak dari mereka yang tidak sekadar resign, tetapi melakukannya pada momen yang strategis sebagai bentuk perlawanan terhadap lingkungan kerja yang tidak mendukung kesejahteraan karyawan.

Ekspektasi Karier yang Berbeda

Gen Z tidak hanya mencari pekerjaan yang memberikan gaji stabil, tetapi juga pekerjaan yang selaras dengan nilai dan prinsip mereka. Fleksibilitas, pertumbuhan karier, dan etika perusahaan menjadi faktor utama dalam menentukan apakah mereka akan bertahan atau tidak.

Penelitian dalam The International Journal of Management Education (2019) mengungkapkan bahwa Gen Z lebih memilih bekerja di perusahaan yang mendukung pengembangan diri dan memiliki budaya kerja yang sesuai dengan nilai mereka.

Banyak kasus saat karyawan muda resign bukan karena gaji rendah, tapi tidak sepakat dengan kebijakan perusahaan. Sebab bagi Gen Z, pekerjaan lebih dari sekadar mencari uang; ini juga mencerminkan identitas mereka.

BACA JUGA: 6 Tips Mencegah Revenge Quitting di Tempat Kerja

Lingkungan Kerja yang Mengancam Kesehatan Mental

Kesehatan mental menjadi prioritas bagi Gen Z. Menurut survei McKinsey & Company pada 2022, 55% pekerja Gen Z telah didiagnosis atau menjalani perawatan untuk masalah kesehatan mental, jauh lebih tinggi dibandingkan generasi lainnya.

Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental ini membuat mereka lebih cepat meninggalkan lingkungan kerja yang dianggap tidak sehat. Jika mereka merasa pekerjaan mulai mengganggu kesejahteraan mental, mereka tidak akan ragu untuk resign, bahkan secara tiba-tiba.

Banyak yang memilih keluar setelah merasa terlalu dikontrol, mengalami stres berkepanjangan, atau tidak mendapatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Mereka tidak ingin terjebak dalam pekerjaan yang membuat mereka merasa kehilangan kendali atas hidup sendiri.

Itulah beberapa hal yang membuat Gen Z marak melakukan revenge quitting dari pekerjaan. Agar bisa mempertahankan karyawan muda, tentu perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan ekspektasi baru ini.

Beberapa langkah yang bisa diambil, antara lain mengatasi burnout dari akarnya dengan menyeimbangkan beban kerja dan kesejahteraan karyawan, serta menyesuaikan nilai perusahaan dengan harapan karyawan, termasuk dalam aspek etika, keberagaman, dan inklusi.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS