Perseteruan antara dua tokoh besar dunia, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan miliarder Elon Musk, tengah menjadi perhatian. Mereka saling sindir di media sosial, bahkan melontarkan komentar pedas di depan publik dalam beberapa waktu belakangan.
Trump dan Musk memperlihatkan bahwa para pemimpin besar sekalipun dapat terjebak dalam konflik ego dan kepentingan. Namun, di balik drama ini, ada pelajaran yang bisa dipetik tentang kepemimpinan agar menjadi pemimpin yang lebih baik.
Melansir Forbes, berikut tiga strategi komunikasi kepemimpinan yang bisa diterapkan untuk meredakan konflik jika Anda terjebak dalam perseteruan seperti Trump dan Musk:
BACA JUGA: 3 Pelajaran Kepemimpinan dari Kesuksesan Film Mission: Impossible
Mengakui Kesalahan dan Meminta Maaf
Salah satu sikap langka dalam kepemimpinan adalah keberanian untuk mengakui kesalahan. Dalam kasus Trump dan Musk, permintaan maaf tampaknya mustahil, mengingat keduanya dikenal sebagai tokoh yang enggan mengalah atau mengoreksi diri di hadapan publik.
Padahal, dalam dunia kepemimpinan modern, mengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, tetapi kekuatan. Pemimpin yang mampu melakukan refleksi diri serta mengakui kekeliruannya akan lebih mudah membangun kepercayaan dan menjembatani konflik.
Melihat Konflik dari Sudut Pandang Berbeda
Alih-alih saling menyerang, pemimpin hebat biasanya mampu mengubah cara pandang mereka terhadap sebuah masalah. William Ury, pakar negosiasi sekaligus penulis buku Getting to Yes, menyebut salah satu kunci menyelesaikan konflik adalah memahami makna dari situasi tersebut.
BACA JUGA: Waktu Terbaik untuk Bekerja Sesuai Ritme Sirkadian Tubuh
Jika Trump dan Musk bisa melihat konflik ini bukan sebagai pertarungan untuk menang, tetapi peluang kolaborasi, maka eskalasi konflik bisa dihindari. Untuk itu, pemimpin perlu memahami bahwa kemampuan melihat konflik dari berbagai sisi adalah faktor penting yang bisa membuka ruang dialog konstruktif.
Menyadari bahwa Anda Sudah Cukup
Salah satu akar konflik terbesar antara Trump dan Musk adalah ego dan keinginan untuk terus membuktikan siapa yang lebih unggul. Padahal, mereka sudah memiliki segalanya: kekuasaan, pengaruh, dan kekayaan.
Keinginan tanpa batas inilah yang sering kali menjerumuskan pemimpin ke dalam konflik yang tak berujung. Seorang pemimpin yang menyadari bahwa dirinya sudah cukup, dan tidak perlu selalu menang, akan lebih mudah untuk fokus pada kolaborasi ketimbang kompetisi.
Editor: Bernadinus Adi Pramudita