40 Tahun Mac dan 5 Pelajaran Marketing yang Bisa Dipetik

marketeers article
40 Tahun Mac dan Pelajaran Marketing Yang Bisa Dipetik (FOTO: 123RF)

Mac, komputer buatan Apple genap berusia 40 tahun. Produk Apple ini mampu bertahan meski persaingan di dunia komputasi yang semakin ketat.

Di dalam perjalanannya, tak cuma dari kompetitor eksternal. Mac juga harus menghadapi persaingan internal dengan produk lain buatan Apple.

Sebut saja Apple II yang dirilis pada tahun 1977. Apple II adalah pendahulu dari Mac, dan bisa disebut salah satu kesuksesan terbesar bagi Apple hingga tahun 1993.

Sederhana, Apple II beserta versi terbarunya, jauh lebih murah ketimbang Mac. Mac dijual dengan harga US$ 2.495 saat pertama dirilis. Jika dikonversikan ke tahun ini, harganya mencapai US$ 7.300 atau senilai Rp 115,4 juta.

Namun, Mac mampu bertahan lebih lama dibandingkan seri Apple II. Apple IIe adalah model terakhir dari seri tersebut yang berhenti diproduksi pada tahun 1993.

Yang membuat Mac populer ketika itu adalah mouse yang digunakannya. Dulu, pengoperasian komputer masih menggunakan input berbasis teks saja. Selain itu, Mac juga yang mempopulerkan antarmuka komputer dengan grafis warna.

Sebagai perusahaan, Apple tentu perlu mempertimbangkan produk apa saja yang masih perlu diproduksi. Terlebih bila ada produk yang tak lagi mampu menyumbang pendapatan, maka produk tersebut biasanya akan dihentikan produksinya.

Pada tahun 2007 saat Apple pertama kali memperkenalkan iPhone, sebagian besar pemasukan Apple datang dari ponsel pintar ini. Dilansir dari TheWired (25/1/2024), penjualan Mac pada tahun 2023 merosot 25%, tak sampai US$ 30 miliar.

Penyumbang Pendapatan Apple
Penyumbang Pendapatan Apple (GRAFIS: Statista)

Data tersebut menunjukkan, Mac terus mengalami penurunan sebagai kontributor pendapatan Apple. Ketika Mac dibuat dengan versi cipset Intel, terlihat ada peningkatan, namun tak berlangsung lama.

Semakin banyak produk baru yang dikeluarkan Apple, semakin turun penjualan Mac dalam dua dekade terakhir. Tahun 2023, Mac hanya menyumbang 7,7% dari total pendapatan Apple.

Apple hingga kini belum menghentikan produksi Mac, terlepas jatuh bangun perjalanan produk tersebut. Greg Jozwiak, Senior Vice President of Worldwide Marketing Apple mengatakan bahwa Mac adalah fondasi dari Apple dan akan terus menjadi bagian penting bagi bisnis perusahaan.

“Mac adalah produk yang mengakar jauh ke dalam bisnis perusahaan dan menunjukkan jati diri Apple,” kata Jozwiak dikutip dari TheVerge.

Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1984, Macintosh dari Apple telah menjadi ikon dalam dunia komputasi. Tak bisa dipungkiri, kesuksesan produk ini tidak hanya didorong oleh inovasi teknologinya, tetapi juga oleh strategi pemasaran yang cerdas.

Marketing Insight dari Perjalanan 40 tahun Mac

40 tahun usia Mac saat ini tak hanya soal performa perusahaan tetapi juga memberikan pelajaran marketing yang berharga untuk seluruh merek. Apa saja?

1. Branding adalah kunci

Macintosh telah membangun merek yang kuat dan diakui secara global. Apple tidak hanya menjual produknya; mereka menjual gaya hidup, inovasi, dan eksklusivitas.

Pelajaran pertama yang dapat diambil adalah pentingnya memiliki branding yang kuat. Dengan menyematkan nilai-nilai tertentu pada merek, konsumen dapat membentuk koneksi emosional yang mendalam dengan produk.

Apple menjadi bukti branding kuat menjadi ciri khas merek-merek asal Negeri Paman Sam. Amerika Serikat terkenal memiliki merek dengan strategi branding yang mumpuni dan mampu menjamah pasar global.

“Kenapa orang mau membeli produk yang sama dari berbagai merek asal Amerika Serikat? Karena Amerika mengajarkan dunia bagaimana menjadi brand besar,” ujar punggawa pemasaran Hermawan Kartajaya.

2. Fokus pada Pengalaman Pengguna

Apple selalu memberikan perhatian besar pada pengalaman pengguna. Macintosh dirancang dengan antarmuka yang intuitif dan menarik.

Pelajaran penting yang bisa diambil adalah pemasaran bukan hanya tentang produk itu sendiri, tetapi juga tentang bagaimana produk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Fokus pada pengalaman pengguna dapat menciptakan loyalitas jangka panjang.

“Apple bisa menciptakan ekosistem sendiri. Apapun yang merek Apple luncurkan, para fans akan pakai. Ini yang membuat fandom terhadap Apple kuat. Mereka punya standby buyers,” kata Iwan Setiawan, CEO Marketeers & MarkPlus, Inc.

3. Inovasi Berkelanjutan

Macintosh terus mengalami inovasi dari generasi ke generasi. Berbeda dengan manusia yang bertambah keriput, rambut yang mulai menipis seiring pertambahan usia, Mac berevolusi mulai dari desain hingga pengalaman penggunanya.

Di sini, kita bisa belajar betapa pentingnya untuk tetap berinovasi dan relevan di pasar yang terus berubah. Strategi pemasaran harus mencerminkan semangat inovasi perusahaan, menunjukkan bahwa produk tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi juga siap untuk menghadapi masa depan.

4. Kekuatan Desain Estetis

Desain produk Apple, termasuk Macintosh, diakui karena keindahannya. Bukan tidak mungkin, desain estetis dapat menjadi kekuatan pemasaran yang besar.

Produk yang dirancang dengan baik tidak hanya berfungsi dengan baik tapi juga menciptakan daya tarik visual yang kuat.

5. The power of copywriting

Apple dikenal dengan kampanye iklan yang efektif dan menginspirasi. Mereka mampu menyampaikan pesan-pesan pemasaran mereka dengan jelas dan memukau.

Pelajaran penting di sini adalah pentingnya komunikasi efektif dalam pemasaran. Pesan harus sederhana, jelas, dan mampu membangkitkan emosi.

Ketika Mac pertama kali muncul, perusahaan mengiklankan produknya dalam sebuah majalah. Iklan tersebut cukup sederhana layaknya iklan yang menjelaskan keunggulan produk pada umumnya.

Namun yang menarik adalah kutipan yang disematkan pada iklan dalam majalah tersebut. Entah keyakinan, kepercayaan diri yang berlebihan, namun kalimat dalam majalah tersebut kurang lebih menggambarkan apa yang terjadi saat ini.

“Nantinya, hanya akan ada dua jenis manusia. Mereka yang menggunakan komputer. Dan mereka yang menggunakan Apple.” ujar iklan Mac dalam majalah tersebut, tahun 1984.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related