5 Fakta Soal Kemasan Plastik Sekali Pakai Berdasar Life Cycle Assessment

marketeers article
Ilustrasi sampah kemasan. (FOTO: 123RF)

Terdapat sejumlah persepsi terkait dampak dari kemasan plastik sekali pakai. Hal itu pun mendorong peneliti di Universitas Michigan Amerika Serikat (AS) Shelie Miller untuk mendalami sejumlah fakta yang berkaitan dengan aspek sustainability.

Dikutip dari Research Gate Jumat (7/7/2023), peneliti tersebut mendalami fakta soal kemasan plastik sekali pakai dengan pendekatan life cycle assessment (LCA) atau analisis siklus hidup. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Science & Technology itu pun merangkum lima fakta terkait kemasan plastik sekali pakai. Kelima fakta itu adalah:

1. Kemasan plastik dituding sebagai kontributor terbesar terhadap kerusakan lingkungan. Akan tetapi, LCA mengungkap produk di dalam kemasan lebih bertanggung jawab untuk dampak lingkungan daripada kemasan itu sendiri.

2. Plastik dianggap memiliki dampak lingkungan lebih besar dari pada semua bahan kemasan. Sementara itu, hasil LCA menyebut bahwa plastik adalah satu dari sepuluh bahan kemasan yang dampak lingkungannya lebih sedikit daripada bahan kemasan pada umumnya.

3. Produk yang dapat digunakan kembali dianggap selalu lebih baik dari pada sekali pakai. Akan tetapi, hasil LCA mengungkap produk yang dapat digunakan kembali memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah, hanya jika digunakan kembali dalam jumlah yang cukup untuk mengimbangi intensitas material yang lebih besar.

4. Daur ulang dan pengomposan dinilai harus menjadi prioritas tertinggi. Sementara itu, hasil LCA menyebut bahwa manfaat lingkungan dari daur ulang dan pengomposan cenderung lebih kecil, utamanya dibandingkan upaya pengurangan konsumsi secara keseluruhan

5. Upaya “Zero Waste” yang melarang plastik sekali pakai bisa meminimalkan dampak lingkungan. Adapun hasil LCA menyebut bahwa inisiatif “Zero Waste” bisa menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan jika tidak dirancang secara holistik untuk benar-benar mengurangi dampak lingkungan.

BACA JUGA:  PKT dan UGM Dorong Kesadaran Sustainability lewat Kompetisi

Dalam risetnya yang berjudul “Five Misperceptions Surrounding The Environmental Impacts of Single-Use Plastic”, Miller menyatakan dampak lingkungan yang signifikan bukan disebabkan oleh kemasan plastik itu sendiri, melainkan justru lebih banyak akibat produk yang terkandung di dalamnya.

Profesor di School for Environment and Sustainability itu menekankan konsumen cenderung berfokus pada dampak kemasan daripada dampak produk itu sendiri. Padahal, konsumsi bijak yang bisa mengurangi kebutuhan akan produk dengan kemasan plastik sekali pakai sebenarnya jauh lebih efektif dalam mengurangi dampak lingkungan secara keseluruhan daripada mendaur ulang.

“Sayangnya, lebih mudah bagi konsumen untuk mendaur ulang kemasan suatu produk, daripada secara sukarela mengurangi permintaan mereka akan produk tersebut, yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa upaya daur ulang sangat populer,” kata Miller.

BACA JUGA:  Mercedes-Benz Dukung Sustainability Dengan Menanam Terumbu Karang

Melalui penelitiannya, Miller menemukan dampak lingkungan dari kemasan plastik relatif minim dibandingkan dengan bahan kemasan sekali pakai lainnya seperti kaca atau logam. Dia juga mencatat daur ulang kemasan hanya memberikan manfaat lingkungan terbatas, terutama bila dibandingkan dengan upaya secara keseluruhan dalam mengurangi konsumsi.

Hal itu pun dibuktikan lewat pendekatan LCA yang mencakup beragam kategori dampak seperti perubahan iklim, penggunaan energi, penipisan air dan sumber daya, hilangnya keanekaragaman hayati, timbulan limbah padat, dan toksisitas terhadap manusia serta lingkungan.

Lewat risetnya, ia ingin meluruskan paradigma keyakinan umum bahwa menghilangkan plastik sekali pakai adalah kunci untuk meminimalkan dampak lingkungan. Sebaliknya, lewat pendekatan LCA, dia menyarankan mengurangi konsumsi bahan dan menggunakan ulang produk (yang bebas racun kimia) sebelum didaur ulang adalah langkah-langkah yang lebih efektif dalam mengurangi kerusakan lingkungan secara keseluruhan.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related