5 Strategi Jitu Mengelola KOL agar Kampanye Brand Lebih Gong!

marketeers article
Ilustrasi KOL. (Sumber: 123RF)

Mengelola Key Opinion Leader (KOL) kini bukan sekadar strategi pelengkap dalam digital marketing, tetapi sudah menjadi bagian penting dalam membangun komunikasi yang kuat dan relevan antara brand dan audiens.

Meski begitu, tak sedikit brand yang masih salah langkah dalam kolaborasi ini. Alih-alih memperkuat pesan kampanye, kerja sama dengan KOL justru bisa jadi pemborosan bila tidak dikelola dengan tepat.

Hal ini disampaikan oleh Kariza Avinda Faladina, Social Manager Burson Indonesia. Menurutnya, banyak brand yang keliru sejak awal dalam memilih KOL.

“Banyak brand yang bingung bahkan keliru dalam mengelola KOL sehingga objektif yang ingin dicapainya tidak bisa dipenuhi. Bahkan, tidak jarang KOL marketing dari brand ini tidak tepat sasaran dan hanya menghambur-hamburkan uang,” jelasnya dalam program Agency Ways A to Z bertajuk “Cara Efektif Mengelola KOL untuk Capai KPI Brand” MarketeersTV.

Lalu, bagaimana cara mengelola KOL agar kolaborasinya bisa berdampak nyata bagi brand?

Pahami Tujuan, Jangan Terjebak Followers

Kariza menjelaskan, langkah pertama dalam memilih KOL adalah memahami tujuan kampanye secara spesifik. Apakah brand ingin menjangkau audiens baru (awareness), atau mendorong orang untuk membeli (conversion)? Tujuan ini akan menentukan kriteria KOL yang paling sesuai.

KOL dengan jangkauan luas mungkin cocok untuk meningkatkan awareness. Tetapi untuk mendorong konversi, brand justru butuh figur yang punya hubungan personal dan engagement kuat dengan pengikutnya.

“Jangan terpaku pada jumlah followers. Kadang, KOL dengan audiens yang lebih kecil tapi loyal justru punya dampak yang lebih terasa, apalagi kalau audiens mereka memang sesuai dengan target pasar produk,” kata Kariza.

BACA JUGA: Peran Influencer dalam Meningkatkan Kepercayaan Multifinance

Lihat Pengaruh, Bukan Sekadar Popularitas

Memiliki banyak pengikut bukan jaminan KOL tersebut benar-benar influential. Yang perlu dilihat adalah seberapa kuat pengaruh mereka terhadap perilaku atau opini audiensnya. Apakah konten mereka dipercaya? Apakah mereka bisa membentuk persepsi terhadap produk?

Selain itu, nilai tambah yang dibawa KOL juga penting. Kariza menekankan bahwa brand perlu mencari KOL yang bukan hanya bisa membuat konten, tapi juga punya rasa ingin tahu terhadap brand.

“Kita lebih lihat KOL ini, bisa memberikan value yang lebih selain kontennya. Bukan hanya angka, tapi apakah mereka punya curiosity terhadap brand dan mau deep dive ke dalamnya,” jelasnya.

Bangun Relasi, Bukan Transaksi

Hubungan yang hanya sebatas brief dan laporan hasil tidak akan menciptakan kolaborasi yang berkesan. Sebaliknya, KOL yang merasa dihargai dan dilibatkan akan lebih termotivasi untuk menceritakan brand secara autentik dalam narasi mereka sendiri.

Brand bisa mulai dengan hal sederhana, seperti memberikan akses awal ke produk, mengajak diskusi saat mengembangkan kampanye, atau sekadar menunjukkan kepedulian terhadap momen penting dalam hidup mereka. Relasi yang dibangun dengan tulus akan terasa dalam konten yang mereka buat.

BACA JUGA: Menguak Sisi Kelam Dunia Influencer Anak lewat Dokumenter Netflix

Gali Komunitas dan Ketertarikan KOL

Perempuan yang akrab disapa Ica ini juga mengungkapkan bahwa setiap KOL punya dunia sendiri, entah itu komunitas yang mereka ikuti, atau minat pribadi yang mungkin tidak selalu ditunjukkan di media sosial. Ketika brand bisa menghubungkan produk atau cerita mereka dengan sisi personal KOL, hasil kontennya akan jauh lebih relatable.

“Bukan hanya soal mereka sebagai individu, tetapi juga bagaimana brand bisa menyentuh circle mereka. Hadir dalam kegiatan komunitas atau mendukung hal-hal yang mereka pedulikan bisa membuka jalan untuk membangun hubungan yang lebih luas dan bermakna,” paparnya.

Temukan Chemistry dalam Komunikasi

Tidak semua orang cocok bekerja sama, dan hal itu juga berlaku dalam hubungan antara brand dan KOL. Membangun komunikasi yang baik, terbuka, dan tidak kaku jadi fondasi penting.

Jika pendekatan yang digunakan terasa terlalu formal atau satu arah, hubungan yang terbangun pun tidak akan berkembang maksimal. Komunikasi yang natural dan saling memahami akan menciptakan kolaborasi yang lebih organik dan tahan lama.

Mengelola KOL dengan efektif berarti memahami siapa yang benar-benar tepat untuk brand, bukan sekadar siapa yang paling terkenal.

Mulai dari menetapkan tujuan yang jelas, memahami karakter audiens, hingga membangun hubungan yang tulus, semuanya berperan penting dalam memastikan strategi ini berjalan optimal.

“Mendengarkan mereka menjadi hal yang sangat penting. Ketika feedback mereka dianggap berharga, KOL akan merasa dihargai dan lebih engage. Di tengah era pemasaran yang semakin personal, pendekatan yang hangat namun tetap strategis bisa jadi kunci kampanye yang bukan hanya terlihat ramai, tapi benar-benar berdampak,” tutur Ica.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS