5 Tren yang Perlu Diperhatikan untuk Rancang Marketing Battle Plan

marketeers article
Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc dan Marketeers di Kelas Marketeers. (FOTO: Marketeers/Ratu)

Tahun 2025 kerap disebut menjadi tahun yang “gloomy'” dan penuh tantangan bagi para pelaku usaha. Sebab itu, dibutuhkan marketing battle plan yang tepat demi mengejar target pertumbuhan bisnis.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia pada triwulan III-2024 mampu tumbuh sebesar 4,95% secara tahunan. Sementara Bank Indonesia memperkirakan ekonomi RI 2024 tumbuh di kisaran 4,7%-5,5%.

Melihat situasi ini, para pemasar dan pelaku usaha tentu harus memutar otak demi menyiapkan marketing battle plan. Sehingga, pemasar bisa berperan dalam mencapai pertumbuhan bisnis yang signifikan di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang terbilang stagnan di angka 5%.

BACA JUGA Endorsement Mulai Kehilangan Kekuatan, Tren Influencer Marketing Meredup?

Iwan Setiawan, selaku CEO MarkPlus, Inc dan Marketeers mengatakan, situasi seperti ini tentu jadi tantangan besar bagi pemasar.

“Situasinya cukup kompetitif, sehingga ini bukan hanya tentang mendapatkan konsumen baru, tapi juga bagaimana cara merebut pasar kompetitor lewat marketing battle plan yang jitu,” ujar Iwan dalam acara Kelas Marketeers pada Rabu (22/1/2025).

Dalam acara yang berlangsung di Vertu Harmoni Jakarta itu, Iwan membeberkan beberapa tren yang perlu dipahami para pemasar dalam merancang marketing battle plan terbaik di 2025. Berikut rincianya:

1. Vanishing Middle Market

Data BPS menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah di Indonesia terus merosot sejak lima tahun terakhir. Tercatat ada sebanyak 9,48 juta penduduk kelas menengah turun kelas.

Trading down yang terjadi di middle class ini disebabkan olek kondisi perekonomian yang tak kunjung membaik selama 5 tahun terakhir.

BACA JUGA: Durasi Instagram Reels Jadi 3 Menit, Bawa Impact ke Engagement?

Di sisi lain, ada pula sebagian dari masyarakat kelas menengah yang trading up ke kelas atas. Sederhananya, jumlah orang kaya pun juga meningkat, meskipun tidak signifikan.

Melihat situasi ini, Iwan menyarankan, dalam menyusun marketing battle plan, para pelaku usaha perlu menentukan posisi secara jelas, apakah ingin menyasar segmen premium atau pasar ekonomis, untuk tetap kompetitif.

“Pemasar harus menentukan posisi yang jelas, kalau bisa menyasar kelas atas dan bawah lewat lini produk yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelas,” terang Iwan.

2. Lipstick Effect

Iwan menjelaskan, situasi ekonomi seperti saat ini pun menimbulkan fenomena lipstick effect yang cukup menarik, khususnya untuk bisnis yang bergerak di bidang hospitality.

Secara definisi, lipstick effect merupakan fenomena di mana konsumen cenderung membeli barang-barang yang memberikan kepuasan emosional di tengah situasi ekonomi sulit.

Pertumbuhan terjadi pada bisnis seperti kafe, bioskop, konser, dan perjalanan. Menurut Iwan, ini seolah menjadi “kantong-kantong” yang tepat bagi para pelaku usaha untuk meningkatkan performa bisnis.

BACA JUGA 5 Strategi Influencer Marketing untuk Menyasar Generasi Tertentu

“Para pelaku usaha bisa melakukan aktivasi, kolaborasi, co-branding untuk menawarkan produk dengan memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi konsumen,” kata Iwan.

3. Gen Z Rising

Generasi Z atau Gen Z hampir menguasai populasi Tanah Air dengan porsi hingga 29% dari jumlah masyarakat Indonesia. Artinya, sudah saatnya brand untuk “move on dari milenial ke Gen Z. Karena, milenial sudah bukan lagi masuk ke segmen youth mengingat usianya yang sudah berada di rentang 28-43 tahun.

“Sementara, segmen youth penting bagi marketing karena jadi the one setting the trend. Sebab itu, penting bagi merek untuk move on ke Gen Z,” ujar Iwan.

Iwan menambahkan, karakter Gen Z dan milenial memiliki banyak perbedaan. Generasi yang sangat digital savvy ini suka yang autentik, memerhatikan product utility, dan peduli terhadap keberlanjutan.

“Sebab itu, untuk menyasar Gen Z, brand harus memakai gaya komunikasi yang sesuai, dari konvensional ke fungsional,” jelasnya lagi.

4. Omnichannel Shopping

Konsumen saat ini menginginkan pengalaman belanja yang seamless di berbagai saluran, baik online maupun offline.

BACA JUGA: Mendalami Variasi Praktik Marketing Battle Plan

Omnichannel shopping memungkinkan konsumen untuk memulai perjalanan belanja di satu platform dan menyelesaikannya di platform lain tanpa hambatan.

“Para pelaku usaha bisa menyesuaikan dengan produk yang ditawarkan, apakah lebih banyak webrooming atau showrooming,” kata Iwan.

5. Customer Experience Value

Iwan menegaskan, konsumen saat ini bukan hanya mencari produk yang berkualitas, melainkan experience yang menarik dan personal.

“Saat ini, untuk menaikkan harga atau meningkatkan willingness to pay bukan lagi menawarkan produk terbaik, tapi memberikan experience yang unik buat konsumen,” tutur Iwan.

Dengan memahami tren ini, para pemasar dapat menciptakan marketing battle plan yang tidak hanya responsif terhadap situasi ekonomi, tetapi juga mampu menarik perhatian konsumen secara strategis.

Editor: Eric Iskandarsjah Z

Related

award
SPSAwArDS