Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura. Selama ini, negara kota tersebut menjadi pemasok utama BBM bagi Indonesia, meski secara faktual tidak memiliki cadangan minyak. Situasi ini dinilai tidak menguntungkan dalam jangka panjang dan perlu segera dievaluasi.
Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan bahwa sekitar 50% dari total impor BBM Indonesia masih berasal dari Singapura. Padahal, dari sisi sumber daya maupun harga, negara tersebut bukanlah produsen minyak dan tidak memiliki keunggulan komparatif.
“Kita impor minyak, BBM, dari negara yang enggak ada minyaknya. Kan lucu di dunia ini,” ujar Bahlil dalam Energi dan Mineral Forum 2025 yang berlangsung di Jakarta, Senin (26/5/2025)..
BACA JUGA: Pertamina Hulu Energi Produksi 1,043 Juta Barel Minyak per Hari
Berdasarkan penuturan Bahlil, langkah pengalihan impor ini akan dilakukan secara bertahap dan dimulai dalam waktu dekat. Meski belum menyebutkan tenggat waktu pasti, ia menekankan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema transisi agar tidak mengganggu pasokan dalam negeri.
Negara-negara di kawasan Timur Tengah disebut sebagai alternatif yang lebih logis dan efisien, baik dari sisi harga maupun kapasitas produksi.
Bahlil menambahkan, pengalihan ini juga berkaitan dengan efisiensi logistik dan perbaikan rantai pasok energi nasional.
“Kita mau perlahan-lahan arahkan ke negara lain. Middle East ketawain kita masih lebih berharga daripada Singapura ketawain kita, karena dia enggak punya minyak,” tambahnya.
Kritik terhadap ketergantungan pada Singapura telah mencuat sejak lama, terutama karena transaksi energi dilakukan dengan negara yang tidak memiliki cadangan minyak, sementara negara produsen yang lebih jauh justru menawarkan harga serupa. Artinya, tidak ada keuntungan strategis yang benar-benar diperoleh dari hubungan dagang tersebut.
Pengalihan ini sekaligus mencerminkan upaya pemerintah untuk menyesuaikan arah kebijakan impor energi agar lebih rasional dan selaras dengan kepentingan nasional. Pemerintah juga melihat momen ini sebagai peluang untuk memperkuat diplomasi energi dengan negara-negara penghasil minyak yang lebih kredibel, serta membangun kerja sama strategis jangka panjang.
BACA JUGA: Harga Sawit Hari Ini 10 April Rebound karena Minyak Nabati Pesaing Naik
Kementerian ESDM akan berkoordinasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi serta para pelaku usaha untuk memastikan proses pengalihan ini berjalan lancar. Penyesuaian administrasi dan teknis juga tengah disiapkan agar transisi tidak menimbulkan gangguan terhadap distribusi dan ketersediaan energi di dalam negeri.
Selain untuk efisiensi dan penguatan posisi energi nasional, kebijakan ini juga menjadi refleksi atas ketergantungan yang selama ini dianggap tidak ideal. Dengan mengurangi impor dari negara nonprodusen, pemerintah menyampaikan pesan tegas bahwa arah kebijakan energi Indonesia harus didasarkan pada rasionalitas sumber daya dan kepentingan jangka panjang.
Ke depan, Kementerian ESDM akan terus mengevaluasi hubungan dagang sektor energi, dengan tujuan memastikan keputusan yang diambil selaras dengan kebutuhan nasional dan memperkuat kemandirian energi Indonesia.
Editor: Dyandramitha Alessandrina