Revenge quitting, atau keputusan karyawan untuk berhenti bekerja secara mendadak karena rasa frustrasi dan ketidakpuasan, makin sering terjadi.
Ini tak hanya dipicu masalah gaji, tetapi juga ketidaknyamanan budaya kerja hingga kurangnya apresiasi. Jika tidak segera diatasi, revenge quitting bisa merugikan perusahaan, mulai dari meningkatnya turnover hingga menurunnya produktivitas.
Untuk itu, diperlukan langkah-langkah antisipatif guna mencegah fenomena resign mendadak. Berikut penjelasannya yang dilansir dari Forbes:
BACA JUGA: Usai Quiet Quitting, Kini Muncul Fenomena Soft Quitting di Tempat Kerja
Tingkatkan Transparansi dalam Promosi dan Karier
Salah satu penyebab utama revenge quitting adalah kurangnya kejelasan dalam peluang karier dan promosi. Banyak karyawan merasa bahwa janji untuk naik jabatan atau pengembangan karier tidak pernah terpenuhi.
Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan jalur karier yang jelas untuk setiap karyawan. Memberikan evaluasi rutin dan menyampaikan apa yang perlu mereka lakukan untuk mencapai jenjang berikutnya dapat membantu membangun rasa percaya dan motivasi mereka.
Bangun Koneksi yang Bermakna di Tempat Kerja
Karyawan yang merasa pekerjaannya tidak memiliki dampak atau makna sering kali kehilangan motivasi. Perusahaan perlu membantu mereka melihat bagaimana peran mereka berkontribusi terhadap visi dan misi perusahaan.
Selain itu, melibatkan karyawan dalam proyek-proyek yang lebih besar dan bermakna dapat meningkatkan rasa bangga dan kepuasan kerja. Saat karyawan merasa menjadi bagian penting dari sesuatu yang lebih besar, loyalitas mereka terhadap perusahaan juga akan meningkat.
Cegah Konflik dengan Komunikasi Terbuka
Budaya kerja yang toksik atau konflik yang tidak terselesaikan dapat memicu rasa frustrasi yang mendalam. Oleh sebab itu, perusahaan harus menerapkan komunikasi terbuka di semua level.
Selain itu, menciptakan ruang diskusi untuk menyampaikan keluhan atau saran tanpa rasa takut juga penting. Dengan lingkungan yang mendukung komunikasi yang sehat, karyawan merasa didengar dan lebih nyaman untuk tetap bekerja di perusahaan.
BACA JUGA: Gen Z Cenderung Enggan Sering Pindah Kerja, Apa Alasannya?
Fasilitasi Keterlibatan di Luar Tugas Utama
Karyawan yang hanya terfokus pada tugas-tugas rutin kerap merasa terisolasi dan kehilangan semangat kerja. Perusahaan dapat mencegah hal ini dengan menyediakan peluang bagi mereka untuk terlibat dalam kegiatan di luar tugas utama mereka.
Misalnya, mengadakan pelatihan pengembangan keterampilan, acara tim building, atau program sosial yang melibatkan seluruh karyawan. Kegiatan semacam ini dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan menciptakan hubungan yang lebih erat di antara rekan kerja.
Tanggapi Ketidakpuasan Karyawan dengan Serius
Menurut survei, banyak karyawan merasa bahwa perusahaan tidak merespons ketidakpuasan mereka dengan baik. Untuk mengatasi hal ini, perusahaan harus mendengarkan masukan dari karyawan melalui survei atau pertemuan rutin.
Namun, mendengarkan saja tidak cukup. Perusahaan juga harus menindaklanjutinya dengan solusi nyata, seperti memperbaiki kondisi kerja atau menyesuaikan kebijakan yang dianggap kurang adil.
Bangun Budaya Kerja yang Menghargai Keseimbangan Hidup
Budaya kerja yang hanya fokus pada hasil tanpa memperhatikan keseimbangan hidup karyawan dapat memicu stres dan kelelahan. Sebaliknya, perusahaan yang menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi cenderung memiliki karyawan yang lebih bahagia dan loyal.
Kebijakan seperti kerja hibrida, jadwal fleksibel, atau dukungan terhadap kesehatan mental karyawan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. Ketika karyawan merasa perusahaan peduli terhadap kebutuhan mereka, mereka akan lebih termotivasi untuk bekerja dan berkontribusi.
Editor: Ranto Rajagukguk