Kala itu, beberapa tahun silam, Hermawan Kartajaya, pakar pemasaran sekaligus Founder and Chair of MCorp berkesempatan langsung mengunjungi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, Sulawesi Utara (Sulut). Kawasan seluas 534 hektare (Ha) ini menjadi salah satu pusat industri perikanan terbesar di Indonesia.
Momentum tersebut terasa sangat istimewa lantaran mobil yang ditunggangi Hermawan dikemudikan langsung oleh SH Sarungdajang. Kala itu, Sarungdajang masih menjabat sebagai Kepala KEK Bitung.
BACA JUGA: Bangun Konektivitas Udara dan Laut, Olly Dondokambey Sukses Jadikan Sulut Hub Asia Pasifik
Perjalanan tersebut bukan tanpa misi. Bagi Hermawan, berkunjung ke KEK Bitung dan Sulut adalah untuk memetakan potensi ekonomi dan strategi pemasaran yang tepat agar Bumi Nyiur Melambai bisa unjuk gigi di dalam kancah perekonomian nasional dan internasional.
Dia menilai, dengan strategi yang tepat, wilayah Manado dan Sulut bisa mengambil peran sentral dalam perkembangan kawasan Indonesia Timur serta memperkuat posisinya dalam jejaring ekonomi regional Asia Tenggara (ASEAN).
BACA JUGA: Jika Hermawan Kartajaya Membaca Novel “Kiat Sukses”
“Sulut memang tidak bisa hanya bergantung pada sektor pertanian dan pertambangan. Harus mulai serius ke sektor industri,” kata Hermawan sembari mengenang perjalanannya dengan Sarungdajang dilansir dari Manadopost, Senin (9/6/2025).
Tak butuh waktu lama bagi Hermawan yang berpengalaman meracik strategi pemasaran perusahaan besar maupun pemerintah daerah untuk mengetahui potensi ekonomi yang harus dikembangkan Sulut. Dengan kombinasi strategi pemasaran yang tepat, potensi itu akan bisa dikembangkan menyesuaikan perubahan dan dinamika pasar.
Kepakaran Hermawan dalam merancang strategi pemasaran bahkan telah terbukti selama dua periode kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey. Kala masih menjadi gubernur, Olly kerap menggandeng Hermawan berdiskusi membangkitkan sektor pariwisata Sulut.
Hermawan pun menyambut baik langkah itu melalui penguatan konektivitas udara langsung dari Tiongkok ke Manado tanpa harus melalui Jakarta. Dia menilai program konektivitas langsung bisa mempercepat pertumbuhan sektor jasa di Sulut.
Buah dari proyek konektivitas dengan Tiongkok yang dibicarakan Hermawan dan Olly bahkan terasa hingga sekarang. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada kuartal I tahun 2025 pertumbuhan ekonomi Sulut mencapai 5,62% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan yang mencapai 14,55%. Peningkatan ini didorong oleh tingginya pergerakan penumpang transportasi umum.
Kontribusi pemikiran Hermawan tak berhenti di situ. Peraih gelar doktor honoris causa (HC) pertama Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) ini melihat adanya momentum lain yang bisa dimanfaatkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Sulut melalui inisiatif kerja sama subregional BIMP-EAGA (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina–East ASEAN Growth Area).
Forum itu sudah dibentuk sejak tahun 1990, namun peran negara lain anggota BIMP-EAGA masih belum maksimal. Dengan lokasinya yang sangat strategis di antara negara-negara tersebut, Hermawan mendorong peran Manado untuk menjadi hub kawasan BIMP-EAGA.
“Negara-negara lain dalam BIMP-EAGA saat ini kurang aktif. Brunei sudah kaya, Malaysia lebih fokus ke Semenanjung, dan Filipina konsentrasi di metro Manila. Justru ini peluang emas untuk Manado,” katanya.
Dari sisi pasar, Hermawan menilai Sulut tidak bisa dianggap remeh. Pasalnya, populasi Kota Manado saja mencapai 500 ribu jiwa dan jika dijumlahkan satu provinsi penduduknya mencapai 2 juta jiwa.
Sehingga mendorong pertumbuhan perdagangan dan impor di wilayah timur Indonesia. “Ini bisa mencipatkan peluang investas, khususnya di sektor hilirisasi yang sampai saat ini bisa dioptimalkan,” tuturnya.
Di sektor pariwisata, ada pula peluang yang disoroti Hermawan sebagai tulang punggung ekonomi Sulut. Meningkatnya minat negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan terhadap kawasan ASEAN akibat dinamika geopolitik global bisa menjadi pintu masuk pundi-pundi rupiah Pemerintah Provinsi Sulut beserta seluruh warganya.
Sebagai langkah konkret, Hermawan mengusulkan agar Manado memiliki satu gedung sekretariat internasional yang representatif dan aktif menyelenggarakan forum-forum regional serta berbagai event antarnegara guna mendorong pertumbuhan sektor Trade, Tourism, and Investment (TTI). Ide tersebut sekaligus untuk menghidupkan kembali peran Manado sebagai hub dalam BIMP-EAGA.
“Daerah-daerah lain di Indonesia sudah punya prioritas masing-masing. Sulut, khususnya Manado, perlu mengambil posisi strategis sebagai pintu gerbang Indonesia Timur,” katanya.
Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) turut menjadi sorotan Hermawan. Indonesia, secara khusus Sulut tidak boleh terhimpit dua gajah yang sedang bertarung, namun harus bisa memanfaatkan momentum itu untuk kemajuan daerah.
Hermawan yang juga dipercaya sebagai penasehat APNI (Asosiasi Penambang Nikel Indonesia) menilai tetap ada peluang di tengah konflik AS dan Tiongkok. Terutama dalam hal menarik investasi asing yang ingin mencari basis produksi di luar kedua negara tersebut.
Platform Tourism & Creative Industry (TCI) menjadi alat bantu penting untuk meningkatkan daya tawar internasional Manado di mata dunia. Apalagi, saat ini kondisi semakin diuntungkan dengan letak geografis Manado yang relatif lebih dekat dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) dibanding Jakarta atau Jawa.
“Ini penting sebagai persiapan menghadapi perkembangan hingga 2030,” katanya.