Ada Peran Anak Bangsa dalam Penemuan Vaksin AstraZeneca

marketeers article
AstraZeneca logo on the background of bottle or vial with vaccine and syringe for injection for prevention of coronavirus, SARS-COV-2, Covid-19, January 2021, San Francisco, USA.

Pemerintah sedang menggenjot pelaksanaan vaksinasi di seluruh pelosok negara. Saat ini, ada beberapa jenis vaksin yang resmi digunakan Indonesia, salah satunya AstraZeneca. Vaksin buatan dari peneliti Inggris, Sarah Gilbert yang menolak hak paten penuh atas temuannya ini.

AstraZeneca disebut sebagai salah satu vaksin dengan efikasi tinggi. Sehingga, menjadi salah satu vaksin yang kalau bisa memilih, orang akan pilih vaksin ini. Namun, salah satu anak bangsa yang terlibat dalam penemuan AstraZeneca menyebutkan bahwa vaksin terbaik adalah yang tersedia saat ini.

“Vaksin yang terbaik adalah vaksin yang tersedia saat ini. Sebab, tujuan vaksinasi adalah menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Memang, selain vaksin untuk bisa mencapai kekebalan kelompok ada cara lain, yakni terpapar secara alami, tapi risikonya besar. Dengan vaksinasi bisa mempercepat  kekebalan kelompok dan menyelamatkan kehidupan manusia di berbagai sektor, seperti ekonomi, sosial, dan lainnya,” kata Indra Rudiansyah, Anggota Tim Peneliti vaksin AstraZeneca, saat berbincang dengan media.

Tentunya, membanggakan negara ini karena ada anak bangsa yang terlibat dalam penemuan vaksin yang bisa menyelamatkan nyawa miliaran manusia. Bagaimana kisah Indra bisa terlibat dalam salah satu penemuan besar abad ini?

Indra adalah mahasiswa yang sedang menempuh studi Ph.D di Oxford University dengan fokus penelitian vaksin malaria. Ketika penelitian untuk vaksin COVID-19 sudah memasuki tahap uji klinis, Oxford Jenner Institute membutuhkan sumber daya manusia dalam jumlah banyak. Sehingga, lembaga ini membuka kesempatan bagi mahasiswa yang punya kemampuan sesuai yang dibutuhkan.

“Saat itu, saya mendaftar dan diterima. Saya mendapat tugas untuk membantu melakukan moritoring respons saat uji klinis.  Setelah itu, ada proses manufacturing dalam skala besar. Selain saya, ada juga Karina, WNI yang ikut dalam pengembangan vaksin ini,” kata Indra.

Ia menambahkan, tantangan dalam membuat vaksin AstraZeneca adalah penggunaan teknologi baru, yakni viral vector. Teknologi ini untuk menjamin kualitas vaksin ini di seluruh pabrik.

“Pada dasarnya, pengalaman ini sangat menantang. Saya bisa bisa belajar pada teknologi baru. Namun, proses pembuatan vaksin memang tidak mudah, rentan gagal. Contohnya, untuk virus malaria, dari 12 contoh model hanya 1-2 yang prospektif untuk diteliti dan didalami lagi,” tambahnya.

Indra menambahkan, vaksin mengandung bahan sebagian protein virus atau virus yang sudah dimatikan. Ada juga komponen tambahan, yaitu larutan penyangga yang bisa menstabilkan virus tersebut agar tidak mudah hancur dan juga untuk menyeimbangkan dengan cairan di dalam tubuh. Vaksin yang oral, ditambahkan gula untuk menstabilkan vaksin tersebut. Ada juga komponen yang dimasukkan agar vaksin tidak mudah rusak saat disimpan.

“Jadi vaksin mengandung microhip itu hoax. Bukan vaksin yang berbahaya, melainkan berita-berita menyesatkan yang membahayakan. Masyarakat yang sudah teredukasi bisa menghindari berita-berita yang bohong. Oleh sebab itu, kita harus melindungi masyarakat yang masih belum paham terkait vaksin. Dengan memberikan edukasi tentang vaksin agar tidak menyesatkan,” tegasnya.

Terkait tentang kondisi tubuh yang melemah setelah vaksin, dr. Ursula Penny Putrikrislia, Direktur Rumah Sakit Harapan Sehat, Brebes, Jawa Tengah, mengatakan bahwa tubuh kita memang sengaja harus sakit dulu. Tubuh diistirahatkan dulu setelah sengaja ada benda asing masuk untuk menimbulkan kekebalan tubuh yang maksimal.

Setelah vaksin, mengalami berbagai reaksi KIPI ringan. Ikuti respon yang diberikan tubuh, contoh ngantuk lalu tidur, lapar lalu makan makanan yang berprotein tinggi. Jika KIPI tinggi, langsung hubungi IGD atau dokter yang menjadi penanggung jawab vaksin, untuk segera di tangani.

“Istirahat di rumah, jangan keluar rumah, persiapkan proses optimalisasi kekebalan tubuh dari protein yang masuk ke tubuh kita,” kata Ursula. Indra dan Ursula merupakan alumni Beswan Djarum sebagai penerima program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012, Bakti Pendidikan Djarum Foundation.

    Related