Aksi Rebranding Unilever Tanggapi Positive Beauty

marketeers article
KHARKOV, UKRAINE MARCH 4, 2020 : Dove products, shower gel, shampoo, body milk, soap, hand cream with coconut milk. Introduced to the British market in 1955, Dove is a personal care brand.

Perkembangan pengetahuan mendorong brand untuk terus mengevaluasi nilai-nilai yang dibawa oleh produknya. Salah satunya kecantikan yang kini memiliki nilai-nilai yang semakin inklusif. Sebut saja isu kecantikan yang menuntut masyarakat secara umum untuk tidak menentukan standar penampilan sesuai dengan stereotipe, mengingat setiap orang memiliki ciri masing-masing.

Salah satu perusahaan yang sangat memperhatikan isu yang berkembang di masyarakat adalah Unilever. Perusahaan consumer goods global ini secara atentif terus beradaptasi dengan isu dan ilmu pengetahuan yang berkembang dan berupaya menyamakan langkah agar tetap relevan. Seperti yang dilakukan Unilever baru-baru ini yang mengubah istilah normal pada semua lini produk kecantikan dan perawatan tubuhnya untuk meluncurkan visi positive beauty.

“Peran brand tidak hanya menyediakan produk yang digunakan oleh konsumen, tapi juga merupakan bagian dari hidup mereka. Kami. Ada satu miliar orang yang menggunakan produk kami dan lebih banyak orang yang melihat iklan kami. Brand Unilever memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan, salah satunya dengan pesan kecantikan positif yang kini berusaha diangkat,” jelas Sunny Jaln, President Baruty and Personal Care Unilever.

Positive Beauty merupakan upaya untuk menciptakan standar baru bagi kecantikan yang setara, inklusif, dan berkelanjutan. Sunny menambahkan dengan visi baru ini, brand kecantikan dan perawatan tubuh Unilever akan pelan-pelan bertransformasi menyesuaikan diri dan formulasi produk.

Hasil studi yang dilakukan Unilever di sembilan negara dan melibatkan 10.000 orang, ditemukan sejumlah fakta menarik. Di antaranya 55% responden berpendapat bahwa industri kecantikan dan perawatan tubuh dapat membuat orang dikucilkan akibat pesan kecantikan standar yang mereka angkat. Sekitar 74% responden juga melihat industri ini lebih fokus untuk membuat orang merasa lebih baik daripada semata terlihat lebih baik.

Lebih lanjut, studi tersebut juga memperlihatkan 52% responden kini lebih memperhatikan sikap sebuah perusahaan terhadap masalah sosial sebelum membeli. Tujuh dari 10 orang setuju bahwa penggunaan istilah normal pada kemasan produk dan iklan memiliki dampak negatif. Rasio pendapat ini bahkan lebih tinggi menjadi delapan dari 10 orang pada konsumen usia muda (18-35 tahun).

“Karenanya kami menghapus istilah ‘normal’ dari semua unsur produk kecantikan dan perawatan kulit. Tidak semata untuk memperbaiki citra, tapi juga memanfaatkan kemampuan brand untuk mengakhiri diskriminasi. Kami ingin nilai kecantikan lebih inklusif dan standar kecantikan terhapuskan dan bisa menumbuhkan pendapat bahwa cantik tidak berdasar pada sebuah standard tertentu,” lanjut Sunny.

Setidaknya ada 12 brand Unilever yang akan menghapuskan istilah normal pada semua materi pemasaran dan kemasannya. Di antaranya, Pepsodent, Lifebuoy, Lux, Sunsilk, Clear, Dove, Glow & Lovely, Pond’s, Citra, Vaseline, Rexona, dan Love Beauty and Planet.

Tran Tue Tri, Beauty & Personal Care Director PT Unilever Indonesia Tbk. menambahkan, di Indonesia, tidak hanya materi pemasaran, tapi semua brand ini juga menghadirkan upaya edukasi kepada konsumen dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem industri kecantikan yang lebih inklusif.

“Unilever Indonesia akan membagi tiap brand untuk bertanggung jawab sesuai bidang dan cakupan konsumennya. Seperti Sunsilk yang fokus pada kampanye peningkatan kepercayaan diri perempuan, Glow & Lovely dengan fokusnya pada pendidikan perempuan, atau Lifebuoy yang fokus pada edukasi kebersihan tubuh dan lingkungan. Ke depannya, akan ada lebih banyak upaya inklusivitas dan keberlanjutan yang dilakukan oleh brand Unilever,” pungkasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

 

 

Related