Apa itu Marketing? Kenali Evolusi Marketing 1.0 hingga Marketing 5.0

marketeers article
Ilustrasi marketing (Sumber: 123RF)

Apa itu Marketing? Pertanyaan ini masih banyak menyelimuti pikiran para pemasar atau calon pemasar hari ini. Tak sekadar pertanyaan mengenai definisi marketing atau pemasaran, evolusi dari era marketing juga patut untuk diperhatikan. Tercatat, kita telah melewati era Marketing 1.0, Marketing 2.0, Marketing 3.0, Marketing 4.0, dan kini Marketing 5.0.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, marketing atau pemasaran didefinisikan sebagai proses, cara, dan perbuatan memasarkan suatu barang dagangan. Lebih komprehensif, Bapak Pemasaran Modern Philip Kotler mendefinisikan marketing sebagai ilmu dan seni untuk mengeksplorasi, menciptakan, dan men-deliver sebuah nilai untuk memuaskan kebutuhan target pasar dengan cara yang menguntungkan.

Untuk mencapai misinya, strategi marketing yang baik seringkali dituntut untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan dan hasrat dari konsumen yang belum didapatkannya. Di dalam upayanya ini, para pemasar atau marketeer harus melakukan identifikasi segmen mana yang potensial menghasilkan keuntungan sebelum merancang produk dan promosi yang sesuai.

Sementara itu, Begawan Marketing Hermawan Kartajaya di dalam bukunya Hermawan Kartajaya on marketing mendefinisikan marketing sebagai upaya strategis yang bertujuan untuk memuaskan tiga pihak utama, yakni shareholdercustomer, dan people. Pemasaran haruslah menjadi jiwa dari setiap perusahaan dan setiap elemen dari sebuah perusahaan harusnya menjadi seorang pemasar untuk perusahaan. Everybody is a marketeer.

Evolusi Marketing 1.0 hingga Marketing 5.0

Tak hanya definisinya yang beragam, keilmuan dari marketing juga mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Setelah mengetahui apa itu marketing, penting bagi para marketeer untuk memahami berbagai perubahan dan evolusi yang terjadi di dunia pemasaran. Seperti apa?

Marketing 1.0: Product Centric 

Marketing 1.0 atau pemasaran tradisional didefinisikan sebagai pemasaran yang berorientasi pada produk atau product driven. Kala itu, produsen berlomba membuat produk sebaik dan sebanyak mungkin dengan harapan pasar akan menyerap dengan sendirinya. Bahkan, hampir tidak memikirkan diferensiasi.

Era ini terjadi ketika perekonomian di Amerika Serikat (AS) tengah berada pada kondisi yang sangat baik, kurang lebih saat periode revolusi industri yang terjadi awal tahun 1900-an.

Marketing 2.0: Customer Centric

Era Marketing 2.0 mulai berubah ketika AS mulai mengalami guncangan ekonomi. Saat itu, muncul istilah Marketing 2.0 yang menitikberatkan pada customer-oriented. Pemicunya adalah tingkat persaingan yang kian tinggi.

Sebab itu, era Marketing 2.0 berfokus pada upaya memenuhi kebutuhan konsumen demi menjadi pilihan konsumen agar tidak berpaling ke merek lain.

“Pada era Marketing 2.0, mulai muncul segmentasi lantaran setiap konsumen memiliki needs yang berbeda. Perusahaan juga mulai menciptakan berbagai jenis produk dengan harga yang lebih affordable sesuai dengan target konsumen yang dituju,” jelas Iwan Setiawan, CEO Marketeers.

Marketing 3.0: From Products to Customers to the Human Spirit

Pada era Marketing 3.0, para marketeer dituntut untuk menangkap anxiety atau kecemasan dan desire atau hasrat terpendam dari konsumen. Tidak hanya itu, perusahaan juga memperhatikan dampak yang dihasilkan oleh bisnisnya terhadap lingkungan dan komunitas sosial.

Terdapat dua perubahan besar di era ini. Dua perubahan besar tersebut adalah tren menuju sesuatu yang lebih human atau manusiawi, dan semakin horizontal. Konsumen di era ini lebih manusiawi. Konsumen bukan sekadar target pasar tetapi juga individu yang ingin dianggap sebagai manusia seutuhnya. 

Marketing 3.0 mempertimbangkan perspektif dari konsumen. Konsep ini melihat adanya dampak perusahan di luar dari merek yang mereka tawarkan, juga dampak perusahaan kepada orang terdekat konsumen. Marketing 3.0 juga lebih horizontal dibandingkan pendahulunya. Konsumen lebih percaya terhadap mereka yang berada di posisi yang sama, alias peers. Mereka ini yang paling didengar konsumen,” lanjut Iwan.

BACA JUGA: Museum Marketing 3.0-Metaverse Phase 1 Resmi Diluncurkan di WMF 2022

Marketing 4.0: Moving from Traditional to Digital

Marketing 1.0 hingga 3.0 merupakan era bagi pemasaran tradisional. Lanskap pemasaran pun banyak mengalami perubahan seiring semakin berkembangnya dunia digital hingga memunculkan era baru, yaitu era Marketing 4.0.

Teknologi digital yang mengubah cara hidup manusia pun mengubah customer journey di dunia pemasaran. Customer journey atau customer path yang awalnya dikenal dengan aware, ask, act, dan act again (4A) bergeser ke customer journey 5A (aware, appeal, ask, act, advocate). 

“Pada era Marketing 4.0, jejak konsumen berpindah-pindah dari online ke offline dan sebaliknya. Kami menyebut perilaku ini dengan omni experience. Namun, era ini belum berbicara mengenai Artificial Intelligence (AI), robotik, dan lain-lain,” terang Iwan.

Marketing 5.0: Technology for Humanity

Jika era Marketing 4.0 sebatas berbicara mengenai basic dari dunia digital, berbeda dengan Marketing 5.0 yang berbicara mengenai teknologi yang jauh lebih advance.

Konsep utama dari Marketing 5.0 adalah bagaimana manusia mencari teknologi yang tepat untuk membantu pekerjaan mereka, khususnya dalam hal ini pemasaran. Ya, teknologi bisa membawa dampak buruk juga dapat memberikan dampak baik.

Di sisi lain, teknologi digital menjadi solusi yang tepat dan dinilai relevan dengan lanskap konsumen masa kini. Sebab itu, jika teknologi menghilangkan sentuhan humanis dengan konsumen, maka perlu dipertanyakan apakah teknologi yang dipilih sudah benar? Atau apakah cara memanfaatkan teknologinya sudah tepat?

Iwan memaparkan, pergerakan ke arah Marketing 5.0 didorong oleh lima tren besar. Lima tren ini, dimulai dari jumlah generasi digital-savvy yang begitu besar, adopsi physical & digital atau phygital lifestyle, dilema digitalisasi yang menghasilkan dampak positif dan negatif, perkembangan teknologi yang kian matang, hingga simbiosis antara manusia dengan teknologi yang tidak bisa lagi terpisahkan.

BACA JUGA: Mengenal Trilogi Marketing yang Pemasar Harus Tahu

Pada era ini, optimalisasi bisnis dapat tercapai jika perusahaan mampu memanfaatkan teknologi untuk kepentingan kemanusiaan (humanity). Kuncinya, manusia harus bisa melampaui kemampuan yang tidak bisa ditiru oleh teknologi. Misalnya, manusia memiliki pemikiran dan kreativitas yang tidak bisa ditiru oleh mesin. Sementara teknologi berpikir dengan cara membaca perilaku dan rutinitas manusia. Mereka meniru rutinitas untuk menjadi ‘manusia’.

“Untuk itu, perusahaan harus mulai berpikir untuk mengadopsi konsep Marketing 5.0 dengan pandangan, pekerjaan rutin bisa ditangani oleh mesin atau robot, namun bidang yang membutuhkan pemikiran, kreativitas, dan pengawasan harus tetap dilakukan oleh manusia,” jelas pria yang juga merupakan co-author buku marketing trilogy: Marketing 3.0, Marketing 4.0, dan Marketing 5.0 bersama dengan Philip Kotler dan Hermawan Kartajaya. 

Setelah memahami apa itu marketing dan evolusinya hingga saat ini, diharapkan Anda sebagai marketeer bisa mengambil langkah tepat untuk menjalankan roda perusahaan. Terlebih, di era yang banyak ketidakpastian seperti hari ini, menuntut para pemasar untuk adaptif, agile, hingga mampu membangun bisnis yang berkelanjutan dengan cara yang dicintai oleh para stakeholder.

Related