Apakah Membuat Materi Iklan Harus Selalu dengan Tone Bahagia?

marketeers article
Ilustrasi: 123RF

Ketika sedang memiliki mood baik, maka kita akan bisa menerima pesan dengan lebih mudah. Itulah mengapa banyak materi iklan yang menghibur dan jenaka. Salah satu manfaatnya adalah membangun mood bahagia yang ujungnya diasosiasikan dengan merek tersebut. Lantas apakah pendekatan ini melulu sukses digunakan di dalam materi iklan?

Menjawab pertanyaan tersebut, Ignatius Untung, Behavioral Marketing Practictioner memberikan ilustrasi sederhana. Banyak orang menjadi lebih boros ketika sedang berlibur. Mereka membeli barang-barang yang sebenarnya bisa mereka beli di mana saja atau ketika tidak sedang liburan. 

“Tidak bisa dipungkiri ketika sedang berlibur, filter belanja kita sering kali menjadi lepas kendali dan seolah-olah tidak berfungsi,” ujar Untung, mengutip dari Majalah Marketeers edisi September 2019 yang bertajuk 52 Secrets to Elevating Your Selling Skills.

Untung melanjutkan, sebuah riset menemukan bahwa mood memengaruhi bagaimana kita mengambil keputusan pembelian. Ketika sedang dalam mood bahagia, manusia cenderung lebih bisa menyerap informasi, termasuk informasi komersial. 

Sehingga, pada akhirnya lebih mudah digoda oleh pesan-pesan komersial tersebut. Sebaliknya, kita akan menyerap lebih sedikit informasi ketika sedang berada dalam tekanan.

“Hal ini terjadi karena sifat dasar manusia sebagai pleasure seeker dan pain avoider. Ketika dalam kondisi mengkhawatirkan, otak bawah sadar kita dipenuhi oleh banyak pikiran untuk mencari cara agar bisa keluar dari masalah,” lanjut Untung.

Hal ini bisa terjadi karena otak bawah sadar kita tersandera oleh obsesi untuk lepas dari bahaya. Walaupun tidak disadari, hal ini menyita cognitive load kita. Kita pun mulai menjadi over-thinking dan hanya meloloskan informasi yang ada hubungannya dengan upaya lepas dari kekhawatiran tersebut. 

Dalam kondisi stres serta frustrasi yang kronis dan berkepanjangan, otak dibanjiri oleh hormone stress seperti hormone cortisol. Dalam tahap lanjut, hal itu bisa berakibat brain drained, atau hilangnya kemampuan otak untuk mencerna informasi karena overwhelmed.

Hal-hal semacam ini membuat kita sulit keluar dari lingkaran setan over thinking. Ketika terjadi, subconscious mind kita pun didominasi oleh beban pikiran yang berat sehingga sulit menerima dan mencerna informasi lain, termasuk informasi produk.

Ini bisa terjadi mengingat subconscious mind seringkali menang melawan conscious mind, ketika kedua hal tersebut jalan bersamaan. Sedangkan ketika ada ancaman, subconscious mind akan menjadi aktif dan sulit dintervensi conscious mind yang sangat rasional.

Apa yang kita bisa lakukan? Sebagai marketeer, kita harus memerhatikan konten atau penempatan media seperti apa yang bisa membuat orang lebih bahagia dan ber-mood baik. 

“Itulah mengapa banyak iklan yang menghibur dan jenaka. Salah satu manfaatnya adalah membangun mood bahagia yang ujungnya diasosiasikan dengan merek tersebut. Pertanyaannya, sudahkah kita mempertimbangkan mood konsumen ketika membuat materi iklan atau menyebarkan pesan komersial kita?,” tutup Untung.

Related