APBI: Industri Sedang dalam Taraf Survival Mode

marketeers article
Coal on the palm Czech Republic

Seperti di industri lain, industri batu bara juga menghadapi aneka ketidakpastian pada masa pandemi ini. Sementara, pergerakan harga batu bara secara global juga mengalami tren pelemahan. Pelemahan ini dipengaruhi oleh kondisi over supply pasokan di pasar dunia lantaran penurunan permintaan dari negara-negara pengimpor.

Hal ini disampaikan oleh Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dalam Industry Roundtable bertajuk Actualizing The Post Normal Year 2021 & Beyond: Resources, Mining, and Energy Industry Perspective yang digelar MarkPlus, Selasa (01/09/2020).

Over supply ini nampak makin membesar selama pandemi ini. Ada upaya memangkas produksi karena demand juga melemah. Termasuk tren harga batu bara acuan yang melema. Boleh dibilang kami sedang masuk dalam fase survival mode,” ujar Hendra.

Menurut data yang disampaikan oleh Hendra, tahun 2020, tergolong istimewa karena realisasi produksi masih di bawah realisasi. Tren ini berbeda dengan empat tahun berturut-turut sebelumnya yang mana realisasi justru lebih tinggi ketimbang estimasi. Estimasi  pada tahun 2020, produksinya sebesar 550 juta ton. Sedangkan realisasi produksi sampai akhir Juli 2020 sebesar 323 juta ton. Mungkin saja target produksi akan tercapai meski prosesnya tidak gampang.

Pandemi COVID-19 mengakibatkan harga komoditas pertambangan menurun signifikan. Asosiasi memprediksi realisasi investasi mineral dan batu bara (minerba) pada tahun ini bakal meleset dari target. Data asosiasi menunjukkan, investasi minerba pada tahun 2020 akan turun hingga 15% atau berada dalam kisaran US$ 5,5 miliar – turun jauh dari target sebesar US$ 7,749 miliar.

Menghadapi survival mode, sambung Hendra, perusahaan akan melakukan efisiensi ketat yang berdampak pada investasi. Sebab itu, upaya restrukturisasi keuangan menjadi salah satu cara terbaik bagi pelaku industri batu bara untuk bertahan.

    Related