Armand W. Hartono, Marketeer of the Year 2019

marketeers article

PT Bank Central Asia Tbk berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja yang stabil secara terus menerus. Tidak signifikan namun berkesinambungan. Hal inilah yang menjadikan BCA menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berbagai ekspansi dan inovasi terus dilakukan BCA. Mulai dari memperbanyak jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM), kantor cabang, customer service dalam berbagai kanal, hingga layanan yang bervariasi. Berbagai perubahan terus mereka lakukan, khususnya dalam hal teknologi, layanan, hingga sumber daya manusia.

Semua itu tidak terlepas dari peran Armand W. Hartono, yang menjabat sebagai Wakil Direktur Utama. Pria ini sangat menaruh perhatian akan pentingnya sebuah layanan. “Semua kerja sama tim dan perusahaan. Bukan saya saja. Sebab, marketing adalah kerja keras seluruh tim melalui customer touchpoint dan customer experience,” katanya.

Lantas apa saja yang dilakukan BCA untuk terus memperbaiki diri? Simak wawancara Hendra Soeprajitno dari Marketeers dengan Armand, yang meraih Best Industry Marketing Champion 2019 dari sektor perbankan sekaligus Marketeer of the Year 2019. Berikut nukilannya:

 

Bagaimana BCA melihat digitalisasi?
Cara kita melihat dunia harus selalu berpasangan, selalu ada ekosistem. Jadi tidak ada yang sendiri. Manusia hidup dengan lingkungan. Di perut kita harus ada bakteri. Semua harus seimbang. Di balik opportunity pasti ada risiko, begitu pula sebaliknya. Ada cahaya, ada gelap.

Apa itu digital? Adalah analog yang dibuat digital. Jangan dipisahkan. Jadi kalau ada yang bertanya mana yang didahulukan? Mobile banking atau cabang? Sebuah pandangan yang salah menurut saya. Soalnya kalau Anda tanya ke customer, apakah mobile banking penting? Mereka akan jawab penting. Tapi kalau ditanya apakah cabang masih penting? Mereka jawab penting juga. Apakah call center penting? Mereka akan jawab penting juga.

Jadi kita tidak boleh berpikir bahwa digital, titik. Amazon atau Alibaba contohnya. Kini mereka justru rajin membangun toko fisik. Cara melihat dunia dari kacamata pebisnis adalah what customer needs? Customer butuhnya apa, barulah kita cari solusinya.

Kalau sulit dengan cara lama, kita cari yang berbeda. Jika kita butuh teknologi, maka gunakanlah. Karena teknologi adalah alat yang powerful dan bagus.

 

Bagaimana BCA tahu bahwa keputusan di dunia digital sudah benar?
Harus diakui susah. Bisa dikatakan gagal jika tidak ada nasabah yang suka. Diuji coba segala macam, nasabah tetap tidak suka.

 

Benarkah bahwa pertumbuhan yang dihasilkan dari bisnis digital bisa eksponensial?
Memang, pertumbuhan bisa terjadi secara linier atau eksponensial. Tahun 1800an, jumlah orang hanya 1 miliar orang. Tapi dalam 100 tahun, terjadi pertumbuhan yang eksponensial di mana jumlah penduduk menjadi 7 miliar orang. Dulu orang belum terkoneksi. Tapi ketika internet murah, handphone semakin terjangkau, semua orang semakin terhubung dan membuat pertumbuhan menjadi eksponensial.

Seperti BCA Mobile. Ketika semua terkoneksi, akhirnya nasabah bisa mudah download dan menggunakannya.

 

Jika dilihat karakternya, bagaimana komposisi nasabah BCA dalam menggunakan layanan?
Sekitar 98%an transaksi terjadi di elektronik. Ini campuran dari mobile banking, internet banking, mesin EDC, ATM. Sedangkan 2% nasabah masih ke cabang.

 

Melihat terjadinya pergeseran, apakah BCA akan menghentikan pembukaan cabang baru?
Tidak. Bahkan, hampir setiap minggu, kami buka kantor cabang baru. Semua tergantung nasabah. Jika nasabah minta, kami akan buka. Tapi jika mereka minta tutup, kami akan tutup.

 

Benarkah operasional gerai offline jauh lebih mahal ketimbang online?
Nggak juga. Investasi di digital juga mahal. Banyak orang berpikir bisnis digital lebih murah. Ya, investasinya mungkin semakin murah dibandingkan dulu. Tapi kami tetap butuh banyak orang. Lihat saja perusahaan seperti JD, Blibli, Alibaba. Mereka punya ribuan karyawan. Namanya juga bisnis. Jadi, jangan pusing dengan paradigma bisnis yang ada.

Coba Anda cek, saham apa yang pertumbuhannya lebih bagus dari Google atau Apple? Domino Pizza. Ini adalah peritel offline yang masuk ke online. Dan, mereka punya aplikasi order yang paling bagus.

 

Bagaimana BCA akhirnya menentukan sebuah produk baru?
Ngobrol saja dengan customer. Misalnya mereka bilang ribet atau tidak nyaman dengan sebuah layanan, maka nanti akan kami sempurnakan. Tapi jika mereka minta sesuatu, kita kudu menciptakan. Semua kembali ke nasabah. Hidup itu sebenarnya sederhana, tapi memang tidak mudah. Misal berenang. Semua orang pasti bisa jika sekadar ngambang. Tapi jika ingin jago, ya susah. Badminton misalnya. Untuk main saja, sederhana. Tapi untuk jago, tentunya tidak gampang.

 

Jumlah nasabah BCA mencapai 21 juta akun. Untuk membuat sebuah produk, apakah menjadi sulit?
Makanya kami tidak mengubah semuanya menjadi digital. Jadi apa yang dibutuhkan, apa yang bisa kita berikan, maka itu yang kami kerjakan.

 

Anda sangat concern dengan servis. Kenapa?
Karena kami adalah industri layanan. Produk kami adalah memberikan pengalaman kepada customer. Bagi customer, produk kami adalah experience-nya. Experience yang paling diingat adalah orang yang melayani. Kenapa? Sebab, nasabah akan ingat sesama orang dibandingkan hal lain. Kita adalah manusia dan makhluk sosial. Jadi, experience nasabah adalah orang. Ketika kita punya internet banking yang canggih, mobile banking yang cepat, dengan ATM yang baik; tapi customer service-nya judes, tidak beres, nasabah di-pingpong sana-sini, maka itu yang akan diingat nasabah.

 

Memang dulu customer service BCA sekacau apa?
Kami merekam dan mengecek. Dari sekitar 50%-60% telepon tidak masuk. Sedangkan dari telepon yang masuk, sekitar 70%-nya tidak mendapatkan informasi yang lengkap atau salah. Kalau 0,5% salah, ya masuk akal. Masa 70% salah?

 

Bagaimana dengan sekarang?
Kami punya rata-rata standar 98%-99% untuk segala hal. Bahkan kalau Prioritas, standar kami sudah mencapai 100%.

 

Tentunya ini membutuhkan investasi yang besar?
Kalau hasilnya baik, maka hasilnya akan murah. Bandingkan jika kita investasi dengan nilai kecil, tapi tidak ada hasilnya. Ujungnya akan mahal.

 

Pernahkan Anda menghitung korelasi antara perbaikan servis terhadap bisnis BCA?
Eksponensial. Kami telah membuktikan. Jika kami tidak perbaiki servis dari zaman dulu, mungkin BCA sudah tidak ada sekarang ini.

 

Lima tahun lagi, apa mimpi Anda dengan BCA?
Kami tentunya punya rencana kerja. Misal lima tahun lagi, kami akan memperbaharui infrastruktur, sistem kerja, atau hal lainnya. Kami tentunya punya ancang-ancang, walaupun tidak pasti. Tapi semua itu akan menentukan hari ini kita harus melakukan apa.

Namun, satu hal yang tetap sama, baik di masa lalu atau masa depan, kami harus bisa memberikan layanan yang tepat kepada nasabah. Generasi baru BCA harus memiliki visi yang sama, yaitu memahami keberagaman nasabah dan memberikan solusi yang tepat. Sampai 100 tahun lagi, misi itu masih akan sama.

 

Kenapa BCA selalu memasang target yang moderat? Padahal ujungnya bisa mencatatkan kinerja yang bagus?
Ketika kami fokus kepada nasabah, maka kita akan tumbuh secara alami. Kita tidak boleh melawan kodrat yang ada. Kita tahu pohon akan tumbuh berapa cm setiap tahunnya. Jangan pernah kita melawan kodrat yang ada.

 

Anda berperan sebagai leader, owner, hingga manager. Mana yang Anda terapkan dalam kepemimpinan?
Kita tidak boleh memisahkan. Itulah kenapa kami mewajibkan semua karyawan punya saham BCA. Tim harus bisa melayani nasabah dengan baik. Stakeholder kami terdiri dari karyawan, pemegang saham, nasabah, regulator, dan lingkungan. Kami wajib memikirkan ekosistem sebagai satu kesatuan. Saya melihat nasabah berada di paling atas. Selanjutnya frontliner, manager, dan manajemen berada di bawahnya. Intinya adalah melayani.

Ketika kita investasi di perusahaan dengan manajemen baik, maka perusahaan akan sehat. Karena Anda bekerja di BCA, pegang saham BCA, jadikan BCA sebagai perusahaan yang hebat.

 

Anda punya slogan ‘what would you do if you were not afraid?. Apa maksudnya?
Banyak orang takut ketika ingin melakukan sesuatu. Saya justru mengajak agar kita berpikir apa yang kita lakukan jika kita tidak takut. Sebab, di semua risiko, pasti ada kesempatan. Begitu pula sebaliknya. Jadi, cobalah untuk tidak takut.

 

Artikel selengkapnya bisa Anda baca
di Majalah Marketeers edisi Des 2019-Jan 2020
dengan tajuk utama Marketeer of the Year 2019. 

Related