Bagaimana Brand Menerapkan Sirkular Ekonomi?

marketeers article
35323177 underwater view of the sea surface

Indonesia berniat menjadi kekuatan maritim dunia. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo ketika membuka ajang Our Ocean Conference di Nusa Dua, Bali pada Oktober lalu. Menurutnya, Indonesia sudah melakukan beberapa rencana dan aksi yang konkret. Dalam empat tahun, Indonesia sudah melakukan peningkatan konektivitas tol laut, pembangunan 477 pelabuhan, hingga pengurangan sampah plastik.

Setidaknya sebanyak 90% dari total volume perdagangan dunia dilakukan melalui laut. Sebanyak 61% dari minyak dunia juga didistribusikan oleh laut. Presiden mengungkapkan bahwa nilai potensi dari kekayaan laut mencapai angka US$ 24 triliun. “Itulah gambaran penting laut bagi kehidupan dan masa depan umat manusia,” terang Presiden.

Ia menggambarkan bahwa saat ini kejahatan laut juga semakin meningkat. Mulai dari perompakan, penyelundupan obat terlarang, perdagangan manusia, hingga penangkapan ikan secara ilegal. Nilai dari ikan ilegal yang ditangkap mencapai 26 juta ton atau setara US$ 23 miliar.

Presiden juga menegaskan masalah lingkungan hidup di kawasan laut. Dari masalah sampah plastik, polusi air, pemanasan suhu, dan naiknya permukaan air laut. “Jangan sampai terlambat berbuat untuk laut kita. Satu negara saja tidak bisa menghadapi tantangan tersebut. Pemerintah saja tidak mungkin menyelesaikan semuanya. Perlu kerja sama dan kolaborasi,” imbuhnya.

Presiden berpesan dalam masalah maritim, semua stake holders harus berani mengambil langkah nyata yang bisa dirasakan oleh semua masyarakat luas. Sinergi ini sudah mulai terasa dan dilakukan oleh lintas institusi, tidak hanya pemerintah, tapi juga bisnis dan perseorangan.

Uni Eropa misalnya, siap menyediakan dana sebesar € 300 juta untuk mengatasi masalah lingkungan laut. Pendanaan itu nantinya akan digunakan untuk beragam program, seperti penanganan sampah plastik, mendorong ekonomi biru berkelanjutan, serta meningkatkan kegiatan riset dan pengawasan kelautan.

Terkait pendanaan, Uni Eropa mengalokasikan € 100 juta untuk penelitian dan pengembangan penanganan sampah plastik. Sebanyak € 82 juta akan dialokasikan untuk kegiatan riset kelautan, termasuk kajian akan ekosistem, pemetaan, dan pengembangan sistem laut.

Uni Eropa menggelontorkan dana sebesar € 9 juta untuk penanganan sampah plastik di kawasan Asia Tenggara, khususnya di laut China, Indonesia, Jepang, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Sebagai catatan, saat ini sebesar 10% dari kawasan laut Eropa secara khusus telah dijadikan sebagai kawasan perlindungan laut.

Perusahaan manajemen investasi Circulate Capital mengumumkan mereka mengharapkan adanya dana investasi sebesar US$ 90 juta untuk pencegahan sampah plastik. Khususnya, bagi sampah-sampah plastik dari merek-merek ternama dunia.

Circulate Capital memiliki misi untuk mendemonstrasikan pengelolaan limbah dan daur ulang. Khususnya di kawasan Asia Selatan dan Tenggara, wilayah yang diidentifikasi berkontribusi besar terhadap polusi plastik laut.

Sementara itu, beberapa perusahaan sudah berkomitmen mengatasi permasalahan tersebut. PepsiCo misalnya, ingin membantu menciptakan, menata kembali, dan menyelaraskan seluruh ekosistem laut.

“Kami berbagi visi untuk mengembangkan sirkular ekonomi. Kami dapat mengambil plastik dan mengubahnya menjadi sumber daya baru yang dapat digunakan kembali untuk bahan masa depan. Ini yang diinginkan konsumen,” kata Mehmood Khan, PepsiCo Vice Chairman and Chief Scientific Officer.

Sementara itu, VP of Global Sustainability P&G Virginie Helias mengatakan, P&G tetap berkomitmen mengambil bagian membantu menghentikan aliran sampah plastik ke laut. Virginie paham bahwa upaya tersebut membutuhkan kemitraan dan kolaborasi untuk membuat kemajuan yang berarti.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Danone. Menurut Katharina Stenholm, Chief of Cycles and Procurement Officer of Danone, kemasan plastik bisa didaur ulang melalui sistem manajemen limbah yang efektif. Baginya, investasi pada Circulate Capital sesuai dengan peta jalan yang sudah dirancang oleh Danone.

Pada awal tahun 2018 ini, The Coca-Cola Company juga mengumumkan sebuah visi baru yang sangat mendasar tentang pengelolaan kemasan produknya. Coca-Cola telah menetapkan tujuan untuk membantu mengumpulkan dan mendaur ulang kemasan setara dengan jumlah kemasan yang terjual pada tahun 2030.

“Melalui World Without Waste, kami menempatkan fokus baru pada siklus hidup seluruh kemasan. Dimulai dari desain kemasan, pengumpulan kemasan bekas pakai, hingga menggandeng mitra yang tepat, agar setiap kemasan plastik memiliki lebih dari satu siklus kehidupan,” kata Ben R. Jordan, Senior Director, Environmental Policy, International Goverment Relation, The Coca-Cola Company.

The Coca-cola Company menetapkan visi World Without Waste karena dunia memiliki masalah polusi kemasan dan sangat terlihat di lautan kita. The Coca-cola Company menempatkan fokus pada bagian pengumpulan sampah kemasan plastik, karena ini adalah kunci dari penyelesaian masalah. “Kami menyadari dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak serta dibutuhkan infrastruktur yang tepat untuk mengumpulkan dan mendaur ulang sampah kemasan plastik tersebut sehingga dapat memberikan mereka kehidupan kedua,” katanya.

Circular Economy

Di Indonesia dan di seluruh dunia, The Coca Cola Company akan berkolaborasi dan bermitra dalam solusi pengumpulan dan daur ulang kemasan demi mencegah sampah kemasan berakhir di lautan dan saluran air. The Coca Cola Company mendukung konsep circular economy untuk membuat seluruh kemasan produk 100% dapat didaur ulang pada tahun 2025 dan menyertakan 50% konten daur ulang di seluruh kemasan pada tahun 2030.

“Dunia ini memiliki masalah dengan kemasan, dan seperti semua perusahaan lainnya, kami memiliki tanggung jawab untuk membantu mengatasinya. Melalui visi Word Without Waste, kami melakukan perbaikan  untuk bumi ini serta kemasan produk kami, sehingga pada akhirnya masalah ini bisa kita tinggalkan,” ujar James Quincey, Presiden dan CEO The Coca-Cola Company.  Dalam program World Without Waste, Coca-Cola mempunyai tiga strategi dasar, yaitu Design, Collect, dan Partner.

Untuk mengatasi masalah sampah plastik, Danone AQUA juga menghadirkan kemasan khusus yang mana material berasal dari limbah plastik. Kemasan ini menggunakan 50% bahan recycled PET dan 100% dapat didaur ulang, dipakai ulang dan mudah terurai.

Danone-AQUA juga meluncurkan gerakan #BijakBerplastik sebagai platform percepatan. Sebagai sebuah suara lokal untuk permasalahan global, komitmen Danone-AQUA berpusat pada tiga aspek utama, yaitu inovasi produk, edukasi dan pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah.

Menurut Rizal Malik  selaku Chief Executive Officer dari WWF Indonesia, hanya 40% sampah yang telah didaur ulang. “Pelaku bisnis harus bisa mengubah bisnis modelnya. Dari linier ke sirkular ekonomi,” ujarnya pada ajang Asia Social Innovation Conference di Denpasar, Bali.

Sadar bahwa ancaman terus datang, WWF bergerak mengatasi permasalahan sampah laut. Saat ini WWF sedang melakukan pilot project di beberapa negara seperti Hong Kong, Vietnam, Indonesia, Filipina, dan Thailand untuk mengatasi permasalahan sampah ini.

WWF mengajak para wirausaha bergerak menuju sirkular ekonomi. Salah satunya dengan menguji serta mengakselerasi teknologi untuk menciptakan sistem manajemen sampah yang sirkular.

Di Indonesia, WWF sudah melakukan beragam inisiatif, salah satunya melalui KSU Sampah Komodo. Setiap bulannya setidaknya ada empat ton sampah yang didaur ulang di kawasan Labuan Bajo dan Pulau Komodo. Sampah-sampah ini berasal dari hotel dan restoran di kawasan tersebut.

WWF juga memberikan insentif dan inovasi melalui penukaran sampah. Kemudian memberikan ruang publik kesadaran akan sampah plastik. Setiap bulannya, WWF melakukan gerakan bersih-bersih sampah di pantai bersama masyarakat, operator tur, dan komunitas.

WWF juga mendekati para stakeholders di bidang pariwisata untuk menerapkan praktik marine tourism yang bertanggung jawab melalui program Signing Blue. Saat ini, sudah ada 83 perusahaan pariwisata yang bergabung dengan program tersebut. Salah satu program dan kesepakatan di bawah Signing Blue adalah munculnya regulasi untuk tidak menggunakan serta melarang adanya konsumsi sampah plastik di kawasan Taman Wisata Komodo.

Langkah mengurangi produksi sampah plastik juga telah dilakukan oleh para pelaku bisnis dalam skala kecil dan menengah. Beberapa pengusaha muda juga sudah membangun bisnis berdasarkan sistem sirkular ekonomi. Sebut saja Avani dan Mycotech.

Avani yang didirikan oleh Kevin Kumala, mencoba mengatasi permasalahan sampah plastik seperti kantong plastik dan sedotan. Avani menghadirkan kantong plastik dan sedotan yang berasal dari bahan baku singkong dan jagung, sehingga mereka bisa larut ke dalam air. Sementara Mycotech menghadirkan solusi dari bahan-bahan limbah pertanian dan digunakan untuk beragam fungsi seperti tegel dan pengganti batu bata.

Bagaimana dengan perusahaan Anda?

Editor: Sigit Kurniawan

Related