Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan sebanyak 58% konsumsi bahan bakar minyak (BBM) Indonesia harus diimpor dari Singapura. Adapun jumlah impor minyak yang dibutuhkan setiap harinya sebanyak 1 juta barel.
Bahli menjelaskan terkait dengan ketahanan energi yang berkaitan dengan lifting minyak, kondisi saat ini berbeda dengan tahun 1996-1997. Saat itu, lifting minyak mencapai 1,6 juta barel per hari dengan konsumsi sekitar 600.000 barel per hari sehingga Indonesia bisa mengekspor minyak 1 juta barel per hari.
BACA JUGA: Setop Impor Solar, Bahlil Bakal Terapkan B50 pada 2026
Adapun pada tahun 2024, selama dua bulan terakhir lifting minyak sekitar 690.000 barel. Dengan demikian, membutuhkan impor 1 juta barel per hari yang artinya situasinya terbalik dengan tahun 1996-1997.
“Jadi kita ini impor minyak dari negara yang tidak mempunyai minyak yang harganya sama dengan dari middle east,” kata Bahlil melalui keterangan resmi, Jumat (31/1/2025).
BACA JUGA: Program Biodiesel RI Hemat Devisa Rp 123,1 Triliun pada 2023
Bahlil mengungkapkan sebuah ironi pengelolan minyak bumi saat ini lantaran sebagian kebutuhan minyak domestik diperoleh melalui impor dari negara yang tidak menghasilkan minyak.
Untuk itu, diperlukan langkah strategis guna menggejot target lifting minyak pada 2028-2029. Bahlil menyebut pemerintah menyiapkan tiga langkah, yaitu pertama akan menggarap sumur-sumur idle (idle well) yang tersedia.
Kedua, optimalisasi sumur-sumur yang sudah ada akan dilakukan dengan penerapan teknologi, termasuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Ketiga, terdapat 300 sumur yang telah selesai dieksplorasi tetapi belum memiliki Plan of Development (PoD) untuk segera dilakukan percepatan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini terdapat sekitar 40.000 sumur dengan 16.000 sumur idle yang dapat di-reaktivasi dan masih dikuasai oleh PT Pertamina (Persero) maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Kementerian ESDM sudah memetakan sumur-sumur yang masih memiliki kandungan minyak serta bagaimana proses memproduksinya.
Selain upaya tersebut, langkah lain yang dapat dilakukan adalah mengubah teknis pola pengeboran untuk mendapatkan sisa minyak, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS). Di negara tersebut, peningkatan produksi dari 3 juta barel menjadi 13 juta perhari melakukannya dengan pengeboran secara horizontal.
“Sementara kita selama ini melakukan pemboran secara vertikal. Di AS, bornya sudah horizontal supaya bagian minyak yang tidak pernah terangkut ikut naik, sekarang sudah bisa dan juga dengan memanfaatkan teknologi EOR,” tutur Bahlil.
Editor: Ranto Rajagukguk