Biaya Energi Terbarukan Turun, Target Bauran 23% Bisa Tercapai di Tahun 2025

marketeers article
Ilustrasi: 123RF

Indonesia memiliki komitmen pada Paris Agrement untuk meningkatkan bauran energi terbarukan hingga 23%. Hingga saat ini, bauran energi terbarukan Indonesia baru mencapai 13%. Sudah tentu, negara ini harus segera melakukan terobosan agar target 23% tersebut tercapai.

Menurut International Institute for Sustainable Development (IISD) harus ada kebijakan yang dapat membantu Pemerintah Indonesia untuk mencapai dan bahkan melampaui target tersebut.  “Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang lebih dari cukup untuk mencapai dan bahkan melampaui targetnya”, kata Phili Gass, Penasehat Senior untuk Kebijakan Energi dan Pimpinan IISD-GSI Indonesia Program, dalam acara diskusi Masa Depan Kebijakan Energi Terbarukan  yang diselenggarakan oleh Katadata bekerja sama dengan International Institute for Sustainable Development, hari ini (25/092019).

IISD memberikan rekomendasi tentang perubahan kebijakan utama yang diyakini akan meningkatkan penanaman modal di sektor energi terbarukan, yang pada saat ini terhambat oleh insentif fiskal untuk energi fosil dan perluasan penggunaan batubara.  “Turunnya biaya energi terbarukan secara dramatis akhir-akhir ini membuka kesempatan bagi Indonesia untuk meraih keuntung dari sumber energi terbarukan. Namun belum ada  kebijakan yang memungkinkan pelaku usaha dan masyarakat untuk mengambil peran di dalam momentum ini,” tambahnya.

Saat ini, kebijakan harga pasokan listrik dari batubara mensyaratkan harga listrik dari ET maksimal 85% dari harga batubara. Dengan kata lain, dalam skema ini pengembang energi terbarukan mendapatkan 15 persen harga yang lebih rendah daripada pengembang energi fosil walaupun memproduksi energi yang sama besar.

“Jika kebijakan ini bisa diganti dengan perhitungan harga yang lebih berimbang, kita dapat melihat perkembangan pasar energi terbarukan yang lebih cepat di Indonesia,” tambah Lucky Lontoh, Associate dan Country Coordinator for Indonesia.

Ia menambahkan, alasan utama dibalik kebijakan saat ini adalah upaya pemerintah untuk mengamankan listrik yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebenarnya, lanjutnya, ada peluang besar untuk mengembangkan energi terbarukan, mencapai target elektrifikasi, tanpa meningkatkan harga listrik atau menggelembungkan subsidi.  “Harga batu bara saat ini tidak merefleksikan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh polusi udara dan perubahan iklim,” kata Lontoh.

Jika melihat tren pasar global, kita bisa melihat adanya penurunan drastis harga energi terbarukan. Sedangkan teknologi bahan bakar fosil harganya cenderung stabil. Jika tren ini terus berlanjut, suatu saat batu bara akan jadi opsi yang lebih mahal daripada energi terbarukan. “Kita perlu merencanakan transisi menuju energi terbarukan sejak dini adalah investasi yang baik untuk masa depan Indonesia,” pungkas Gass.

    Related