Bisnis Quick Commerce Diperkirakan Makin Diminati Investor

marketeers article
Ilustrasi quick commerce, sumber gambar: 123rf

Perusahaan modal ventura atau investor diperkirakan lebih melirik startup yang mengusung konsep bisnis quick commerce. Pasalnya, bisnis yang merupakan evolusi dari e-commerce itu belum banyak pemain dengan potensi pasar yang sangat terbuka.

Evan Januli, VP of Brand & Marketing Astro yang merupakan startup quick commerce mengungkapkan, sejauh ini pandangan investor masih beranggapan quick commerce adalah bisnis yang seksi. Dalam menjalankan usaha, para pemodal cenderung lebih tertarik mendanai quick commerce ketimbang model bisnis lain dewasa ini.

Hal itu tercermin pula pada kinerja Astro yang mampu meraih pendanaan Seri B senilai US$ 60 juta atau setara Rp 873 miliar (kurs Rp 14.970 per US$) pada akhir Mei 2022. Padahal, perusahaan tersebut berdiri belum genap setahun.

“Jawaban singkatnya iya, quick commerce masih menjadi bisnis yang seksi di kalangan investor. Mungkin begini, kami adalah evolusi dari e-commerce yang terjadi secara global dan biasanya tidak mungkin ada evolusi mundur. Misalnya e-commerce itu biasanya paling cepat mengirimkan barang dua hingga enam jam, di quick commerce bisa dipersingkat menjadi 15 menit saja,” ujar Evan kepada Marketeers, Senin (4/7/2022).

Besarnya potensi bisnis tersebut tercermin pula pada tingkat penetrasi layanan yang masih sangat minim. Berdasarkan catatan Evan, hingga saat ini penetrasinya masih di bawah 20% dan diperkirakan terus meroket hingga puncaknya pada tahun 2025.

Tak hanya itu, jumlah pengguna layanan bisnis tersebut pun terus meningkat yang diiringi dengan peningkatan jumlah transaksi. Padahal, sejauh ini bisnis tersebut masih memiliki beberapa tantangan seperti belum meratanya distribusi di semua daerah.

“Pengguna kami sudah mencapai 1 juta orang dari September tahun lalu. Dari sisi transaksi juga terus mengalami peningkatan dengan perbandingan September 2021 ke Juni 2022, sempat mengalami pertumbuhan dua digit (lebih dari 10) kali lipat,” katanya.

Lebih lanjut, Evan menjelaskan, untuk memenangkan persaingan dalam dunia quick commerce, layanan yang diberikan tidak hanya bertumpu pada kecepatan pengiriman barang, melainkan, perlu meningkatkan pula kualitas barang yang dipesan pelanggan.

“Kami ingin orang mendapatkan pengalaman berbelanja yang sama antara offline dan online, hanya bedanya mereka tidak bisa menyentuh barangnya duluan. Kalau belanja offline misalkan beli es krim ketika bayar di kasir masih beku dengan belanja di Astro es krim yang dikirimkan juga dijamin masih beku sehingga kualitasnya sama,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related