Bukan Endorsement, Ini Alternatif Jalani Bisnis Kosmetik

marketeers article
Beauty blogger present beauty cosmetics sitting in front camera for recording video. Beautiful asian woman use cosmetics while review make up tutorial broadcast live video to social network by internet.

Dunia pemasaran digital belakangan lekat dengan praktik endorsement. Praktik ini lumrah ditemukan pada merek-merek kecantikan dan kosmetik. Namun, efektivitas strategi ini pun perlu dipertanyakan. Pasalnya, konsumen kian cerdas dan skeptis terhadap merek-merek yang gemar melakukan praktik ini.

Lantas, adakah cara jitu yang dapat digunakan pebisnis, terlebih para pemain baru yang mulai menjajal kompetisi bisnis kecantikan dan kosmetik?

Merek kosmetik lokal SASC (Socially Aware Sexy Cosmetics) mengaku menemukan cara efektif untuk berkompetisi di sektor bisnis ini. Kolaborasi dilihat SASC menjadi jawaban di tengah pasar yang mulai jenuh akan praktik endorsement.

“Melalui praktik kolaborasi, merek menggandeng Key Opinion Leader (KOL) untuk menciptakan, memasarkan, hingga menjual produk. Ingat, praktik ini jelas berbeda dengan endorsement. Para KOL tak sekadar di-endorse ataupun menjadi brand ambassador merek,” jelas Michelle Karli, Founder SASC kepada Marketeers.

What is your favourite color? Cute female blogger testing new makeup palette and smiling while recording a new video for her vlog

Para influencer dilibatkan mulai dari proses Research & Development (R&D) produk hingga tahap penjualan. Skema bisnis yang dijalankan berupa profit sharing. Meski memakan waktu yang lama dan dibutuhkan kesabaran ekstra, Michelle mengaku cara ini terbukti jitu meningkatkan penjualan dibandingkan endorsement. Terlebih, bagi SASC yang notabane-nya masih membangun brand awareness.

“Lantaran kami menggunakan skema profit sharing dengan para influencer, maka tak ada ketentuan pasti mengenai durasi influencer tersebut harus memasarkan produk SASC. Semakin giat mereka mempromosikan produk kolaborasi SASC bersama mereka, maka semakin tinggi pula penjualan produk tersebut. Ini berarti, keuntungan yang mereka terima pun akan semakin besar. Termasuk, jumlah donasi yang disalurkan kepada lembaga atau organisasi terkait yang menjadi partner kami,” ungkap Priscilla Pangemanan, Founder SASC.

Sumber: Instagram/ Titan Tyra

Menilik studi kasus SASC perihal skema bisnis ini, kolaborasi bersama Titan Tyra menjadi contoh apik yang menuai respons paling positif. Sebanyak 2.500 eye products kolaborasi ‘Titan Tyra x Magic Eyeliner Perfector + EffortlessBrow Definer’ berhasil ludes dalam waktu satu minggu.

Namun, strategi ini tetap memiliki poin plus-minus. Di satu sisi, proses penciptaan produk memakan waktu yang panjang. Namun di sisi lain, proses ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi merek untuk menemukan inovasi terbaik.

“Tak jarang, produk kami kerap dikembalikan oleh para influencer dalam proses menentukan formula yang tepat. Namun, influencer is like our R&D. Seperti Harumi PS, seorang beauty blogger yang menjadi kolaborator SASC. Harumi tentu telah banyak mencoba produk kosmetik, baik dari dalam maupun luar negeri sehingga ia mengetahui jenis produk yang bagus dan diinginkan. Sehingga, dalam proses kolaborasi itu, influencer secara tidak langsung juga menjadi mentor bagi kami untuk melakukan penyempurnaan produk,” jelas Michelle.

Editor: Sigit Kurniawan

Related