Burger King Usung Traffic Jam Whopper demi Relevan dengan Pelanggan

marketeers article
Burger King Traffic Jam Whopper | sumber: The Clio Awards

Dalam dunia marketing, relevansi dengan pelanggan adalah suatu elemen penting tentang menemukan meaningful connection antara produk dengan konsumen. Inilah yang juga dikejar oleh Burger King.

Sebagai contoh, apabila ada produk daging namun dijual kepada vegetarian, maka di sana sudah tidak ada relevansi dengan pelanggan. Ignasius Untung, praktisi Marketing dan Behavioral Science mengangkat topik relevansi dengan pelanggan ini dalam kanal Youtube Marketeers TV pada program Market Think. 

“Bisnis jadi susah didorong kalau kita tidak bangun meaningful connection (relevansi) dan esensi dari positioning juga kan sebenarnya tentang relevansi,” tutur Untung. 

Dalam beberapa kasus, relevansi ini tidak harus selalu ditemukan pada tahap awal penciptaan sebuah produk. Jelas bukanlah sebuah bisnis yang ideal, namun tetap berhasil ketika dapat relevan dengan pelanggan.

Sebagai contoh adalah produk Post It yang awalnya sebagai lem perekat yang tidak terlalu kuat, kemudian dialihkan menjadi pembatas buku karena tampak jauh lebih relevan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan memahami relevansi dengan pelanggan ternyata bisa jadi sebuah strategi Pivot yang berhasil bagi Post It itu sendiri. 

BACA JUGA: Personalized Marketing: Setiap Konsumen Ingin Kebutuhannya Dimengerti

Strategi relevansi dengan pelanggan ini juga diadopsi oleh Burger King Meksiko. Burger King melihat fenomena kemacetan sebagai sebuah permasalahan pelanggan sekaligus peluang bisnis yang menjanjikan.

Burger King berempati melihat permasalahan pelanggan saat terjebak macet. Orang merasa bosan, jenuh, hingga merasa lapar namun terjebak tidak bisa ke mana-mana. 

Dengan layanan pesan-antar, Burger King melayani pelanggan yang terjebak macet namun ingin mengonsumsi makanan tanpa harus ke restoran. Delivery man Burger King akan siap mengantar pesanan dengan bantuan teknologi GPS dan titik LED Billboard yang membantu menemukan titik lokasi pelanggan di tengah kemacetan panjang. 

Layanan ini tidak hanya sekadar memberi tahu pelanggan bahwa Whopper Burger King bisa mengantar makanan saat kemacetan, namun lebih dalam, relevan, dan personal. Burger King dapat memberikan prediksi berapa lama orang akan terjebak macet, bahkan terintegrasi dengan LED Billboard yang dapat memberitahu pelanggan bahwa Whopper Burger King akan sampai dalam beberapa menit ke depan.

Layanan yang begitu canggih dan menarik, bukan?

BACA JUGA: Buyer Persona: Karakter Fiksi yang Bantu Personalisasi Strategi Marketing

“Hasilnya, app download-nya naik 44%, order-nya naik 63% di minggu pertama. Pertama kalinya, aplikasi delivery Burger King jadi aplikasi makanan nomor 1 di Meksiko, ngalahin McD, Domino Pizza, dan Starbucks,” ujar Untung.

Apa yang dilakukan oleh Burger King adalah bukti bagaimana relevansi dengan pelanggan adalah kunci dalam melakukan pemasaran untuk jenis bisnis apa pun.

“Kuncinya sebenarnya relevansi balik lagi, ketika kita macet lapar. Paling enak jual makanan ke orang lapar, nggak enak aja laku, apalagi enak. Jual makanan enak ke orang kenyang itu jauh lebih susah dibanding jual makanan nggak enak ke orang lapar. Ini relevansinya udah kelas dewa nih yang dilakukan sama Burger King karena relevansinya sudah di level biologis,” ucapnya.

Relevansi ini tidak dibangun sekadar product offer, tetapi juga sampai ke saluran komunikasi dan pemasaran yang digunakan, seperti LED Billboard, personalization, dan lainnya. Jebakan utama dari konsep relevansi ini adalah memahami relevansi itu seperti apa dan harus bagaimana, namun belum tentu semua bisnis bisa menjalankannya. 

“Tau bahwa relevan itu penting saja enggak cukup, relevan harus jadi kemampuan dan butuh kematangan mental untuk bisa mengalahkan ego bahwa apa yang relevan buat kita, belum tentu relevan dengan target market kita,” tutur Untung. 

Dengan begitu, relevansi tidak hanya sebagai sebuah pengetahuan saja, tapi menjadi skill yang harus dimiliki oleh seorang marketer dalam memahami pelanggan dan menyajikan produk yang tepat untuk kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Moment problem yang ada justru itu sebenarnya opportunity untuk mereka bisa nawarin sesuatu yang luar biasa baik,“ kata Untung.

BACA JUGA: Empathy Map: Human-Centered Design, Lebih Dekat dengan Pelanggan

Editor: Ranto Rajagukguk

Related