Oleh: Dr. Hanny Nurlatifah, Vice President of Academic and Research, Asian Council of Small Business (ACSB) Indonesia, Pengajar dan Peneliti di Universitas Al Azhar Indonesia.
Sebagai seorang pengajar rutinitas saya memberi kuliah, seperti biasa saya memberi tugas kepada mahasiswa yang harus dikerjakan dalam jangka waktu minimal satu minggu.
Tujuan saya memberi tugas sebenarnya hanya untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa, apakah materi yang saya berikan sudah dipahami dengan benar atau belum yang semua itu tercermin dari tugas yang dikerjakan.
Tugas yang saya berikan pada mahasiswa berkaitan dengan mata kuliah yang waktu itu saya ajarkan yaitu Riset Pemasaran.
Waktu itu saya menyuruh mahasiswa untuk membuat rencana pemasaran produk.
Setelah para mahasiswa mengumpulkan tugasnya saya mulai memeriksa dan saya merasa agak heran karena tugas-tugas yang mereka kerjakan mayoritas sangat bagus sekali.
Saya berpikir, rasa-rasanya tidak mungkin mahasiswa bisa langsung sepintar itu.
Bahkan, saking bagusnya, tugas mereka mirip dengan yang dikerjakan konsultan.
Rasa heran itu pun mendorong saya untuk memutuskan berdiskusi dengan mereka dan benar saja mayoritas dari mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka kerjakan.
Pada akhirnya, mereka mengakui bahwa mereka membuat tugas dibantu dengan ChatGPT. Saya sebenarnya sudah mendengar tentang ChatGPT ini, tapi saya belum terlalu menyadari fungsi dari aplikasi berbasis AI ini karena saya belum pernah mencobanya.
Dari situlah, saya saya mulai menyadari metode pembelajaran tradisional yang saya lakukan selama belasan tahun menjadi dosen sudah mulai tidak relevan.
Metode pembelajaran tradisional yang saya maksud adalah dimana biasanya dosen memberi kuliah dengan berbicara di depan kelas dan mahasiswa duduk mendengarkan. Setelah kuliah selesai mahasiswa diberikan tugas untuk dikerjakan di luar kelas.
Dengan banjirnya informasi di internet baik melalui kanal Youtube, Google serta berkembangnya teknologi artificial inteligent (AI), metode pembelajaran tradisional diatas menjadi tidak relevan harus segera diperbaharui.
Sebagai Ketua Lembaga Penjaminan Mutu Universitas Al Azhar Indonesia, saya langsung berpikir dengan pengaruhnya pada mutu pendidikan, oleh karena itu metode pembelajaran harus segera diperbaharui jika tidak ingin mutunya turun.
Berkembangnya Teknologi AI
Seperti yang kita ketahui, AI adalah kecerdasan buatan yang dapat meniru kecerdasan manusia untuk melakukan tugas-tugas tertentu.
Dengan kemampuannya dalam memproses data, membuat keputusan, mempelajari pola, dan menyelesaikan masalah secara otomatis. AI dapat membawa peluang besar tetapi juga sekaligus memicu kekhawatiran tentang masa depan pekerjaan.
Saat ini, AI telah mengubah cara kerja industri dan kehidupan sehari-hari dan diperkirakan akan terus berkembang pesat di masa depan.
Dalam dunia pendidikan, sebenarnya AI jika digunakan secara benar akan sangat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengalaman belajar siswa.
Sebaliknya jika penggunaannya tidak benar akan beresiko menimbulkanketergantungan yang berlebihan pada AI yang dapat mengurangi peran manusia.
Jika masih menggunakan metode pengajaran tradisional, peran pengajar menjadi berkurang bahkan tidak diperlukan lagi karena para siswa akan lebih memilih mencari pengetahuan melalui bantuan AI, yang notabene informasi yang ditampilkan lebih banyak dan menarik ketimbang mendengarkan pengajar berbicara didepan kelas.
Di sinilah kita memerlukan metode pembelajaran yang tepat dan selaras dengan makin berkembangnya teknologi AI.
Metode Pembelajaran Flipped Class
Metode pembelajaran flipped class, atau jika diterjemahkan secara bebas adalah kelas terbalik, merupakan pendekatan inovatif dalam pendidikan yang mengubah metode belajar tradisional yaitu dengan cara membalik metode yang biasa dilakukan pada kelas tradisional.
Dalam metode ini, siswa mempelajari materi di rumah (biasanya melalui video, bahan bacaan, atau sumber digital lainnya) sebelum kelas dimulai.
Pada saat tatap muka di kelas, momen itu digunakan untuk diskusi, kolaborasi, dan melakukan kegiatan berbasis praktik.
Dengan metode ini, pengajar berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa melalui aplikasi konsep, sehingga pengajar bukan lagi berperan sebagai penyampai informasi utama.
Menurut penelitian yang dilakukan Murillo-Zamorano dkk pada tahun 2019, metode pembelajaran flipped class memberikan efek yang signifikan terhadap pengetahuan dan keterampilan para pelajar yang meliputi kemampuan untuk bekerja dalam kelompok, mendengarkan pendapat orang lain, dan belajar mandiri.
Seiring dengan makin mudahnya akses informasi dan semakin berkembangnya teknologi AI, metode flipped class menjadi semakin relevan untuk diterapkan.
Metode Hybrid Flipped Class dan Teknologi Penunjangnya
Sebenarnya metode flipped class telah diperkenalkan sejak awal tahun 2000-an oleh Jonathan Bergman, seorang pendidik, penulis, dan inovator pendidikan asal Amerika Serikat Bersama rekannya Aaron Sams.
Awalnya, Jonathan menemukan banyak siswa yang membutuhkan waktu lebih fleksibel untuk mempelajari materi dasar sebelum terlibat dalam aktivitas pembelajaran yang lebih mendalam.
Kemudian, dia memulai eksperimen dengan merekam video pelajaran yang dapat diakses siswa sebelum kelas dan memanfaatkan waktu kelas untuk diskusi, eksperimen, dan kegiatan interaktif lainnya.
Semua kegiatan yang mereka lakukan di atas dilakukan secara luring (offlline).
Dengan makin berkembangnya teknologi maka metode flipped class bisa dilakukan secara online yang merupakan kegiatan luar kelas maupun offline yang merupakan kegiatan di dalam kelas. Karenanya, saya menamakan metode ini dengan sebutan Hybrid Flipped Class.
Gagasan ini timbul karena saya melihat ada ketimpangan dalam metode hybrid flipped class, karena pada saat kegiatan online kita memakai teknologi informasi sedangkan pada saat kegiatan offline secara teknologi terputus sama sekali.
Dari hal tersebut, saya mendapatkan ide untuk mendesain teknologi yang dapat menunjang proses pembelajaran sehingga pembelajaran secara offline maupun online menjadi terintegrasi.
Dalam mengembangkan desain ini, saya berkolaborasi dengan tim yang terdiri tim information technology (IT) yang mengembangkan learning management system (LMS) dan tim perangkat keras yang mengembangkan Smart Class Room.
Dari hasil kolaborasi ini terciptalah smart class system yang dapat menunjang metode pembelajaran hybrid flipped class.
Smart class system ini merupakan gabungan dari perangkat keras dan lunak yang kemudian diberi nama kreaviti.
Produk ini pertama kali diujicobakan untuk kegiatan belajar mengajar di salah satu perguruan tinggi kesehatan di kota Batam dan masih dipergunakan sampai sekarang untuk menunjang kegiatan pembelajarannya.
Penerapan Metode Pada Sekolah Keterampilan dan Kewirausahaan
Agar pembelajaran Hybrid Flipped Class menggunakan smart class system dapat terlaksana dengan baik, saya kemudian mendesain konsep platform pendidikan yang diberi nama Sekolah Keterampilan dan Kewirausahaan (SKK).
Untuk mengisi materi pembelajarannya, saya bersama tim dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) mengembangkan kurikulum berbasis nilai-nilai.
Kurikulum ini dikembangkan dari model Muslimpreneur yang pernah saya presentasikan pada tahun 2019 dalam Kongres ICSB Dunia di Kairo Mesir.
Akhirnya konsep Sekolah Keterampilan dan Kewirausahaan (SKK) ini berhasil diwujudkan setelah mendapatkan pendanaan matching fund Kedaireka dari Kemendikbudristek tahun 2024.
Konsep ini pertama kali diterapkan di SMK Al Marwah Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung yang menjadi Hub pertama SKK. Pada program pelatihan batch pertama SKK berhasil meluluskan 100 orang siswa.
Kesimpulan
Mengacu pada kegiatan pelatihan siswa di Sekolah Keterampilan dan Kewirausahaan hub SMK Al Marwah, penerapan metode Hybrid Flipped Class terbukti menjadikan pembelajaran lebih efektif dan interaktif.
Hal ini terlihat dari partisipasi siswa yang sangat antusias dan hasil dari pembelajaran yang memuaskan.
Dalam metode ini, sebelum masuk kelas secara offline, siswa diarahkan terkebih dahulu untuk mengakses pengetahuan sebanyak-banyaknya sehingga memudahkan untuk berdiskusi, berkolaborasi, dan berkegiatan yang berbasis praktik.
Siswa juga berpikir lebih kreatif yang terlihat dengan dihasilkannya produk-produk bernilai yang orisinal dan siap untuk dikomersialkan.
Dari sini,bisa disimpulkan, metode Hybrid Flipped Class dapat menjadi alternatif solusi untuk kebijakan metode pembelajaran yang tepat di tengah gempuran teknologi artificial inteligent yang sedang berkembang begitu cepat.
Editor: Eric Iskandarsjah Z