Cara Pertamina Menerapkan Digitalisasi

marketeers article

Ketika era digital bergulir, banyak perusahaan berpacu melakukan digitalisasi bisnisnya. Hanya saja, terkadang proses men-digitalisasi itu tidak berdasarkan kebutuhan, sebatas ikut tren semata. Sehingga, esesensi dari digitalisasi, yakni efisiensi, justru tidak tercapai, tapi justru berujung pemborosan.

Namun begitu, digitalisasi tetap perlu dijalankan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman agar perusahaan tetap survive. Ini seperti hukum alam yang disebut oleh Charles Darwin, “it is not the strongest of species that survives, nor the most intellegence. It is the one that is the most adaptable to change.”

Pada industri yang proses bisnisnya sederhana, digitalisasi relatif mudah dijalankan. Lalu, bagaimana dengan perusahaan dengan proses bisnis rumit dan jumlah karyawan yang banyak, seperti Pertamina, melakukan digitalisasi?

“Digitalisasi harus tetap dijalankan. Hanya saja di titik mana atau di bagian mana proses bisnis yang didigitalisasi harus tepat,” kata Dendi T. Danianto, VP Marketing Communication PT Pertamina (Persero) di acara The 2nd WOW Brand Festive Day 2017: Branding (in) Indonesia, hari ini (09/03/2017).

Ia menambahkan, dalam melakukan digitalisasi, Pertamina mengacu pada empat hal. Dimulai dengan memastikan bahwa digitalisasi bukan sekadar ingin menjadi ‘disruptive’ di industri migas.

Kemudian, menciptakan common ground agar sejalan dengan semua lini bisnis, budaya, dan sumber daya manusia. Common Ground itu #RaiseTheBar yang menjadi semangat dalam transformasi perusahaan.

Dalam transforamasi ini, Pertamina melakukan inovasi produk yang bisa menjadi substitusi dari existing product. Sebagai contoh adalah Pertalite, bensin beroktan 90 yang menjadi alternatif bagi Premium yang memiliki oktan 88. Lalu, Dexlite, BrightGas 5,5 kg, dan lainnya. Lalu, menciptakan produk berkualitas, contohnya dengan membuat Pertamax Turbo, Fastron Platinum Racing, dan lainnya. Pertamax Turbo bahkan menjadi official partner dari Lamborghini.

Selanjutnya, fokus pada bottom line improvement yang biasanya menyangkut customer experience dan proses bisnis. Terkait dengan konsumen, Pertamina terus meningkatkan engagement dengan kaum millenials.

Terakhir, melakukan total overhaul alias pemeriksaan dan perbaikan menyangkut SDM, budaya kerja, dan organisasi perusahaan. “Untuk melakukan hal tersebut di atas, tidak bisa dilakukan secara outsourcing. Selain itu, kuncinya ada di komitmen dan keterlibatan,” tutup Dendi

    Related