Cara Unik Chatime Pertahankan Bisnis dari Krisis Pandemi

marketeers article
Greenwich, London, UK October 30 2016: Mobile drink and snack and refreshments van on cobbled stones with an unidentified female customer

Pandemi COVID-19 yang merebak lebih dari dua tahun memukul hampir seluruh dunia usaha, tak terkecuali bisnis food and baverage (F&B). Daya beli yang melemah ditambah dengan kebijakan bekerja di rumah (work from home/WFH) membuat usaha makanan dan minuman harus berinovasi untuk tetap mempertahankan penjualan.

Direktur Bisnis Chatime Devin Widya Krisnadi mengatakan, di awal merebaknya wabah perusahaannya ditentukan pada dua pilihan yang cukup berat yakni membiarkan penjualan tetap merosot karena tidak orang di rumah saja atau meningkatkan kerja keras hingga dua kali lipat agar bisnis tetap berjalan. Hingga pada akhirnya manajamen perusahaan memilih cara kedua agar penjualan tetap terjaga.

“Itu sebenarnya kami nekat karena sudah tahu sebenarnya market tidak ada, kondisi lagi susah tapi kami malah nge-push untuk terus maju dan yang kita lakukan adalah go back to basic. Kami berusaha mencari tahu sebenarnya apa yang pelanggan perlukan di saat-saat sulit dan ini apa yang mereka cari. Secara konkretnya kami sering banget melakukan riset terus-terusan,” ujar Devin dalam dialog daring MarkPlus, Inc bertajuk New Innovation, New You, Rabu (23/3/2022).

Menurut dia, dengan melakukan riset dan pengembangan produk dapat mempertahankan penjualan di kala pandemi. Adapun hasil riset yang didapat di antaranya produk minuman satu liter yang diklaim sebagai salah satu pelopor di Indonesia.

Kemudian, inovasi lainnya dengan menghadirkan produk makanan ringan sebagai pelengkap minuman. Alasannya, selama WFH banyak konsumen yang membutuhkan makanan dan minuman ringan terutama di jam-jam sore hari sekitar pukul 15.00 hingga 17.00.

Tak hanya itu, Devin menyebut, inovasi lain juga dilakukan dari sisi pemasaran. Dalam kondisi normal Chatime membuka toko di mal atau pusat perbelanjaan. Sedangkan saat pandemi, perusahaan justru memindahkan gerainya pada wilayah-wilayah dekat dengan pemukiman penduduk. Termasuk juga menjual secara keliling.

“Kami menginovasi di store format yang sebelumnya banyak di mal. Setelah mal tidak bisa diakses lagi, kami coba mendekatkan diri dengan membuka store dengan konsep chat and kios. Bahkan, dulu sempat viral ada Chatime keliling di sosial media karena sebenarnya kami juga ingin bernostagia pada zaman-zaman dulu saat banyak penjual minuman keliling,” ujarnya.

Devin mengklaim inovasi tersebut berjalan dengan lancar dan mampu menyelamatkan bisnis di saat kondisi sulit. Hal ini tercermin dari tingkat awareness atau secara popularitas Chatime yang mencapai 65%. Termasuk juga secara perilaku pembelian oleh pengguna yang menyentuh angka 29%.

“Untuk market share sendiri, kami masih cukup baik karena menjadi ranking delapan pada katagori Chained Consumer Food dan ini angkanya naik dari tahun ke tahun. Kemudian di kategori Chained Street Stall kami masih yang nomor satu berdasarkan data dari Euro Monitor,” pungkasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related