CIPS: Pembangunan Kabel Laut Terhambat Regulasi

marketeers article
Cross section of a submarineCIPS: Pembangunan Kabel Laut Terhambat Regulasi (FOTO: 123RF) communications cable 3d illustration

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai tumpang tindih regulasi dan perizinan menghambat pembangunan kabel laut, infrastruktur vital yang berperan mengangkut lalu lintas data digital Indonesia. Selain Keputusan Menteri (Kepmen) 14/2021, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Keputusan Nomor 42 Tahun 2022 (Kepmen 14/2022) tentang Tata Cara Pembangunan dan/atau Penempatan Bangunan dan Instalasi di Laut.

“Tumpang tindih regulasi terkait kabel laut menambah kerumitan dan dapat berdampak pada risiko pembiayaan yang menyebabkan investor untuk berinvestasi. Pada akhirnya, konektivitas yang ingin dicapai menjadi semakin sulit,” kata Head of Economic Opportunities Research  Trissia Wijaya.

Kepmen tersebut menugaskan berbagai kementerian dan lembaga negara, mulai dari Pushidrosal (Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut), Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi, Kementerian Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertahanan, hingga Kementerian Lingkungan Hidup, untuk bekerja sama dalam proses perizinan usaha untuk memastikan pemanfaatan ruang laut yang optimal dan kemudahan berusaha. Untuk mempermudah koordinasi antarinstitusi tadi, Indonesia perlu memiliki peta laut yang seragam, yang dapat diakses secara real time dan terpadu yang menggambarkan koridor yang sudah dilewati kabel lama yang telah dipasang sebelum 2021 maupun koridor kabel baru yang diatur dalam Kepmen 14/2021.

BACA JUGA: CIPS: Industri Mamin Dapat Terbantu dengan Bahan Baku Impor

Sebanyak 145 dari 327 kabel yang dipasang di wilayah perairan Indonesia berada di luar jalur yang dirancang. Sementara itu, 193 di antaranya ternyata tidak tersambung.

Secara teknis, pemasangan kabel bawah laut dilakukan dengan rute yang terencana untuk menghindari bahaya, seperti gempa bumi dan longsor bawah laut serta kerusakan yang tidak disengaja akibat aktivitas manusia. Untuk meminimalkan potensi kerusakan, kabel ditanam di bawah dasar laut yang dapat berdampak sementara pada habitat sekitarnya.

Oleh karena itu, survei terhadap seluruh rute kabel wajib dilakukan untuk memilih rute yang paling sesuai dan untuk memastikan ketahanannya. Sementara itu, survei itu sendiri membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit, yang membuatnya menjadi lebih bermasalah adalah tidak selalu tersedianya data laut dalam dan dasar laut yang akurat.

BACA JUGA: CIPS: Perguruan Tinggi Asing Pacu Perguruan Tinggi Negeri Tingkatkan Kualitas

Selain itu, tidak ada peta yang seragam, tepat waktu, dan terpadu yang menggambarkan baik kabel lama yang telah dipasang jauh sebelum tahun 2021 maupun koridor kabel bawah laut baru yang diatur dalam Kepmen 14/2021.

Sebanyak 145 dari 327 kabel yang dipasang di wilayah perairan Indonesia berada di luar jalur yang dirancang. Sementara itu, 193 di antaranya ternyata tidak tersambung.

Trissia menyebut implementasi Kepmen yang baru satu tahun memunculkan peluang untuk evaluasi dan perbaikan, terutama terkait hal-hal seperti tumpang tindihnya Kepmen ini dengan regulasi yang setingkat yang memayungi isu analisis dan dampak lingkungan dan perlindungan zona konversi hijau.

Walaupun tujuan awal diterbitkannya Kepmen ini adalah untuk menyederhanakan proses untuk mendapatkan berbagai tahapan lisensi dan perizinan di setiap kementerian supaya bisa dilakukan secara paralel, pada kenyataannya masih banyak peraturan di masing-masing kementerian yang masih tumpang tindih.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related