CI-EL and PI-PM: New Competencies for New Generation

marketeers article
Ilustrasi. (FOTO: 123rf)

Oleh Hermawan Kartajaya, Founder and Chairman M Corp.

WHY: Gen Z – The Future Generation

Pada pertengahan Mei 2022, seorang rekan di Bangladesh meminta saya untuk membuat rekaman ceramah beberapa menit tentang perubahan dunia saat ini, peran generasi muda, serta persiapan yang harus mereka lakukan dalam menghadapi dunia baru tersebut. Rekaman tersebut akan ditayangkan dalam acara Bangladesh Youthfest 2022.

Acara-acara serupa tentunya banyak juga diselenggarakan di Indonesia. Anak muda memang bahasan yang menarik ditinjau dari berbagai sudut pandang: sosial-budaya, politik, ekonomi, dan tentu saja bisnis. 

Di masa sekarang, sebutan anak muda ini disandang oleh generasi yang disebut centennial. Mereka inilah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 hingga 2009. Sebutan lebih populernya adalah Gen Z.

BACA JUGA: Mindful Leaders vs Quiet Quitters

Saat pandemi melanda dunia tahun 2020 lalu, saya sudah membuat prediksi pergeseran-pergeseran yang akan terjadi secara global dalam waktu 10 tahun ke depan. Di tahun 2030, ada tiga tren utama yang saya percayai akan memengaruhi dunia bisnis secara signifikan:

Gen Z

Di tahun 2030, para Gen-X akan memegang peranan penting di dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka akan mulai menggantikan generasi milenial yang saat ini masih mendominasi. Saat itu usia mereka berada dalam puncak kematangan untuk memegang peran sebagai pemimpin.

Metaverse

Sejak Facebook berganti nama menjadi Meta tahun 2021 lalu, perbincangan tentang Metaverse menjadi viral. Marketeers bahkan mengulasnya secara khusus di edisi bulan Februari lalu. 

Di edisi tersebut, saya menyatakan bahwa saat ini metaverse baru mulai mencari bentuknya. Saya memprediksi bahwa baru di tahun 2030 Metaverse mulai benar-benar diadopsi di beragam aspek kehidupan.

Sustainable Development Goals (SDGs)

Tahun 2030 adalah target pencapaian 17 tujuan global yang dirangkum oleh United Nations General Assembly dalam SDGs. Karena itu, berbagai isu sosial dan lingkungan akan semakin penting untuk diperhatikan oleh pelaku bisnis. 

Bahkan saya berani menyatakan bahwa saat itu perusahaan yang mengabaikan prinsip-prinsip SDGs dalam bisnisnya akan ditinggalkan oleh konsumen. Meskipun tiga tren di atas baru mencapai puncaknya di tahun 2030, para pelaku bisnis perlu melakukan persiapan sejak sekarang untuk menghadapinya. 

BACA JUGA: Human 5.0

Dalam tulisan ini, saya akan membahas kompetensi apa saja yang perlu dipersiapkan oleh Gen-Z agar bisa berperan lebih optimal di masa depan.

WHAT: YOUTH – LEADING THE MIND

Sudah sejak lama saya menjadi advocate bagi youth, women, dan netizen (YWN). Saya percaya bahwa tiga subkultur ini memiliki peran yang penting untuk menggerakkan berbagai sektor di dalam kehidupan.

Secara khusus saya percaya bahwa youth akan lebih berperan dibandingkan senior. Dengan perkembangan teknologi saat ini, generasi muda, terutama Gen Z sebagai digital native, lebih cepat dalam menangkap tren baru yang muncul. 

Para senior dari kalangan digital immigrant memang kadang masih gagap dalam menyikapi transformasi digital yang terjadi saat ini. Para anak muda akan berperan dalam leading the mind

Berbagai opini dan tren baru akan muncul dari ucapan dan tindakan mereka. Saat ini justru para senior yang perlu banyak belajar dari mereka. 

Saya sering memberikan ilustrasi sederhana soal ini. Dulu, anak-anak muda mencontoh orang tua mereka dalam soal pilihan-pilihan barang maupun jasa. 

Sekarang justru sebaliknya. Orang tua harus banyak berkonsultasi dengan anak-anaknya saat ingin membeli produk teknologi baru seperti smartphone.

Di MarkPlus, saya juga mempraktikkan hal yang sama. Sejak Januari lalu, secara khusus saya meminta tim untuk merekrut anak-anak muda (Gen Z) dari berbagai kampus dengan beragam jurusan. 

Dari lebih dari 100 kandidat yang berminat, akhirnya dipilihlah sepuluh anak muda yang akan mengikuti program magang khusus selama enam bulan. Mereka dibagi dalam lima tim sesuai dengan latar belakang pendidikannya: science-technology, political-legal, social-culture, economy-business dan industry-market.

Tim khusus ini saya sebut M-Corp RnD Squad. Istilah Squad ini saya ambil dari Spotify. 

Mereka adalah tim yang bisa memiliki tugas atau misi berubah-ubah. Kadang ada misi individu, kadang berpasangan, bisa juga berkelompok. 

Tugas utama dari M-Corp RnD Squad ini adalah melakukan riset terkait tren dan isu-isu terbaru sesuai dengan bidangnya. Secara rutin, mereka akan melakukan presentasi di depan saya. 

Sebagian hasil kajian mereka nantinya akan dipublikasikan dalam bentuk artikel majalah maupun whitepaper. Data dan informasi yang dikumpulkan para anak muda ini akan disinergikan dengan knowledge serta wisdom para senior di MarkPlus.

Pola semacam itu saya percaya juga bisa diimplementasikan di dalam perusahaan Anda. Berikan kesempatan bagi para Gen Z di perusahaan Anda untuk bereksplorasi dengan ide-ide baru. 

Fasilitasi mereka untuk bisa menemukan data dan informasi sebanyak-banyaknya. Selanjutnya, dengarkan masukan yang bisa mereka berikan. 

Ide-ide baru tersebut selanjutnya diolah lagi oleh para senior sesuai dengan pengalaman (wisdom) yang sudah dimiliki selama bertahun-tahun di industri.

HOW: NEW COMPETENCIES FOR GEN Z

Kompetensi seperti apa yang perlu kita berikan untuk para generasi muda ini? Apa yang harus kita persiapkan agar mereka lebih siap dalam menghadapi tantangan-tantangan baru nanti?

Sebagai orang tua, pertanyaan-pertanyaan di atas sangat relevan terkait dengan masa depan anak-anak Anda. Sebagai pemimpin di perusahaan, pertanyaan-pertanyaan di atas juga tidak kalah pentingnya karena berhubungan dengan calon pemimpin yang akan menggerakkan perusahaan di masa depan.

Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi bahan diskusi yang hangat saat saya kedatangan salah satu rekan lama dari Malaysia pertengahan bulan Mei lalu. Rekan saya ini mengelola lembaga pelatihan yang sudah beroperasi di banyak negara. 

Salah satu program yang ia tawarkan ditujukan bagi anak-anak muda yang masih ada di bangku sekolah. Program tersebut ia namakan Survival Quotient. 

Ia namakan seperti itu untuk menggambarkan tantangan generasi muda yang makin keras di masa depan. Mengutip salah satu lembaga riset, ia menyatakan bahwa akan banyak pekerjaan atau fungsi baru yang muncul di masa depan, namun saat ini masih belum diketahui. 

Dengan situasi semacam itu, maka dibutuhkan kemampuan beradaptasi yang perlu dibangun mulai dari saat ini. Itulah yang dinamakannya Survival Quotient. 

Program tersebut berisi tujuh modul yang menggabungkan tiga hard skills terkait teknologi dan kemampuan berpikir (computer language, analytical & systematic, dan financial know-how) dengan empat macam soft skills (mental strength, deep perception, emotional cognitive, dan empathetic & creative). Saat melihat module tersebut, saya langsung mengaitkannya dengan konsep Entrepreneurial Marketing yang saat ini sedang saya tulis bukunya bersama Prof. Philip Kotler dan Jacky Mussry (CEO dari MarkPlus, Inc.). 

Inti dari model Entrepreneurial Marketing ini adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dikotomi-dikotomi di dalam organisasi. Misalnya, dikotomi antara marketing dengan finance.

Entrepreneurial Marketing sebenarnya juga membahas tentang kemampuan untuk menyeimbangkan dikotomi-dikotomi di level individual. Di dalamnya ada konsep creativity, innovation, entrepreneurship dan leadership (CI-EL) yang perlu diintegrasikan dengan productivity, improvement, professionalism, dan management (PI-PM).

Saya pribadi percaya bahwa PI-PM lebih terkait dengan technology, sementara CI-EL dengan humanity. Dengan kata lain, yang satu sangat hard skills sedangkan satunya lagi sangat terkait dengan soft skills

Perpaduan kedua kompetensi inilah yang akan diperlukan oleh para Gen Z untuk menghadapi tantangan baru nanti. Kemampuan yang terkait dengan teknologi-teknologi baru akan sangat diperlukan untuk mendukung produktivitas dalam bekerja. 

Dengan waktu, tenaga serta pikiran yang sama, anak-anak muda ini akan bisa menghasilkan output yang lebih banyak. Teknologi juga akan bermanfaat untuk melakukan perbaikan yang kontinyu, peningkatan profesionalisme dalam bekerja, serta manajemen yang lebih baik. 

Sebagai contoh, saat ini banyak aplikasi maupun software yang bisa membantu eksekusi manajemen proyek secara lebih rapi tanpa harus melalui proses tatap muka. Sedangkan kompetensi yang terkait dengan human akan sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan kreativitas, inovasi, entrepreneurship, serta leadership.

Penjelasannya kurang lebih sebagai berikut:

Creativity

Kreativitas adalah tentang kemampuan untuk mengeksplorasi ide-ide baru. Untuk itu dibutuhkan soft skills berupa kemampuan untuk membangun rasa ingin tahu serta berimajinasi (connecting the dots).

Innovation

Saya mendefinisikan inovasi sebagai proses untuk mengubah ide menjadi solusi. Agar solusi bisa sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dibutuhkan kemampuan untuk berempati.

Entrepreneurship

Setidaknya ada tiga soft skills yang dibutuhkan untuk bisa memiliki entrepreneurial spirit, yaitu kemampuan untuk melihat peluang, keberanian mengambil risiko dan keterampilan untuk membangun kolaborasi.

Leadership

Untuk bisa menggerakkan dan memengaruhi orang lain, dibutuhkan kemampuan leadership. Inilah salah satu soft skills yang perlu dibangun dalam diri gen Z sejak dini, meskipun saat ini mereka belum memiliki tim sendiri.

Kombinasi antara kompetensi CI-EL dan PI-PM inilah yang saya yakini perlu dimiliki gen Z untuk menghadapi tantangan-tantangan baru nanti. Tentu saja tidak perlu menunggu 2030 untuk membangun kompetensi-kompetensi tersebut. 

Jika bisa mulai dari sekarang, kenapa harus nanti?

Related