Conscious Lifestyle, Perilaku Baru Konsumen di ASEAN

marketeers article
A portrait of attractive young woman buying groceries in zero waste shop. Copy space.

Dunia bergerak dengan cepat, pun dengan perubahan gaya hidup yang semakin beragam. Di tengah kondisi bumi yang dinilai semakin memprihatinkan, muncul perilaku baru yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat dunia. Ialah conscious lifestyle, sebuah pola gaya hidup yang mengedepankan kebaikan konsumsi secara individu dan komunitas.

Di kawasan ASEAN, gaya hidup ini tengah berkembang pesat. Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) melalui risetnya yang berjudul The Rise of Conscious ASEANs: Why should you CARE, menyampaikan bahwa brand harus lebih berani mendifinisikan dirinya, memiliki nilai tambah sosial dan lingkugan, dan memperkuat strategi pemasarannya.

“ASEAN memiliki pola konsumsi yang unik. Perubahan konsumsi di kawasan ini juga tergolong cepat dalam mengikuti tren,” kata Devi Attamimi, Institute Director HILL ASEAN dan Executive Strategy Hakuhodo International Indonesia.

Dalam temuannya, Hakuhodo mengatatakan bahwa masyarakat ASEAN memiliki 55 poin lebih tinggi dlam memahami conscious lifestyle jika dibandingkan dengan masyarakat Jepang yang 40% di antaranya telah menjalani gaya hidup ini. Sebanyak 25% melakukan tindakan nyata dalam menjalankan conscious lifestyle. “Sekitar 93% dari jumlah masyarakat ASEAN yang telah menjalankan consciouc lifestyle adalah masyarakat Indonesia,” lanjut Devi.

Apa saja perilaku konsumen yang mengikuti gaya hidup ini dan menjadi conscious consumer? Devi memaparkan bahwa setidaknya ada nilai-nilai yang dijunjung. Di antaranya, mempertimbangkan dampak sosial dalam pemilihan brand, dan seberapa besar dampak sosial yang ditawarkan sebuah brand.

Riset ini menunjukkan bahwa 74% conscious consumer di Indonesia mementingkan brand yang menyadari dampaknya terhadap kehidupan sosual. 83% dari sample mengatakan bahwa mereka ingin lebih banyak brand yang menganjurkan conscious lifestyle. Yang menarik, sebanyak 75% mengatakan bersedia beralih brand jika ada brand yang memiliki tujuan baik secara sosial dan komunitas.

“Hal ini menjadi sangat menarik jika brand bisa mulai ikut beradaptasi dengan pilihan konsumen. Konsumen kini lebih memahami dan sadar bahwa produk yang mereka gunakan bisa memberikan dampak terhadap lingkungan sekitar. Jadi, tidak heran jika mereka ingin apa yang mereka pakai dapat berdampak baik tidak hanya untuk mereka, tapi juga lingkungan sosial dan komunitas,” tutup Devi.

Editor: Eko Adiwaluyo

Related