Corona Bisa Jadi Titik Balik Produktivitas IKM Indonesia

marketeers article
Singapore-19 FEB 2020:student wear mask study in Study room

Fenomena pandemi Corona tak dipungkiri membawa pengaruh bagi perekenomian global. Indonesia pun turut terkena imbas. Di tengah kekhawatiran berbagai pihak,  momentum ini justru bisa menjadi titik balik bagi Industri Kecil dan Menangah (IKM) di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas. Bagaimana bisa?

Sejak awal virus Corona merebak di Wuhan, China, IKM di dalam negeri telah terkena imbas. Bagaimana tidak, sebagian bahan baku industri kita masih berasal dari negeri Tirai Bambu, mulai dari tekstil hingga logam.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih mengatakan, momentum ini harus menjadi titik balik bagi IKM di Indonesia untuk mulai meningkatkan produksi.

“Bahkan, kami berharap kegiatan ekspor mereka mampu kembali normal. Kami (Kementerian Perindustrian) terus mendorong gairah pelaku industri di dalam negeri agar tetap berproduksi guna memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor. Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain menjaga ketersediaan bahan baku, meskipun di tengah kondisi tekanan ekonomi global sampai dampak terhadap pandemi virus korona (Covid-19),” kata Gati di Jakarta, Selasa (17/03/2020).

Hingga saat ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menyebutkan, sebagian bahan baku asal China sudah perlahan masuk ke Indonesia. Namun, jumlah impor tersebut belum maksimal dengan angka yang bervariasi, mulai dari 20%-40% pada setiap kebutuhan bahan baku.

Guna mempermudah prosedur impor, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan stimulus bagi sektor industri manufaktur di tanah air. Misalnya, mempermudah prosedur untuk bahan baku yang berasal dari China.

Kemudian, melakukan relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) Impor. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor ini diberikan kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan Wajib Pajak KITE IKM.

Relaksasi tersebut berlaku selama enam bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp 8,15 triliun. Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, ada 19 sektor industri yang akan mendapat pembebasan bea masuk agar mudah mendapatkan bahan baku. Jumlah tersebut berdasarkan usulan dari pelaku usaha. Ada 1.022 kode HS yang masuk dalam relaksasi dan telah melalui verifikasi tahap pertama.

Sementara, yang perlu mendapat prioritas di antaranya sebesar 313 HS dengan dasar prinsip percepatan keberlangsungan produksi. Ke depan, pemerintah terus mengevaluasi dan jika dibutuhkan pengaturan-pengaturan yang terbaru, dipastikan akan dapat dilakukan.

Berikut daftar 19 sektor manufaktur yang mendapat relaksasi untuk impor bahan bakunya, yakni industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri alat angkutan lainnya, industri makanan, industri logam dasar, industri kertas dan barang dari kertas, industri minuman, industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional, serta industri kendaraan bermotor, trailer, dan semitrailer.

Selanjutnya, industri karet, barang dari karet, dan plastik, industri barang galian bukan logam, industri pakaian jadi, industri peralatan listrik, industri tekstil, industri mesin dan perlengkapan YTDL, industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya, industri percetakan dan reproduksi media rekaman, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, industri furnitur, serta industri komputer, barang elektronik, dan listrik.

Related