Cosplay Fanatisme: Bentuk Ekstrem dari Brand Loyalty

marketeers article
Ilustrasi cosplayer: 123RF

Fanatisme di dunia bisnis bisa ditemukan di mana saja. Bahkan, keberadaannya dalam industri sangat kuat dan mengakar. Fanatisme ini dapat ditemukan di dunia musik, olahraga, hingga kartun. Bentuk dari fanatisme ini cukup beragam, mulai dari penulis fanfiction (cerita fiksi yang ditulis oleh fans), membeli merchandise, hingga meng-cosplay tokoh idola.

Fanatisme dan fandom

Fanatisme ini ditunjukkan dengan kelompok penggemar yang memiliki loyalitas dan kesetiaan yang tinggi terhadap suatu brand tertentu. Sekelompok penggemar ini diberi nama fandom. Berbagai sumber mengungkapkan bahwa fandom berasal dari kata fans dan kingdom. Keberadaannya lebih dari sekadar penggemar setia, melainkan penggemar yang sangat fanatik dan cenderung tidak menanggapi berbagai ide atau pendapat yang bertentangan dengan keyakinan para penggemar tersebut. 

Menurut Devi Attamimi, Institute Director, HILL ASEAN pada Forum HILL ASEAN 2022 menyebutkan bahwa fandom di ASEAN adalah bentuk “masyarakat ideal” atau “utopia”. Masyarakat ini sejajar, tanpa hierarki, berkomunikasi bebas, tidak rasis pada status ekonomi dan sosial. HILL ASEAN menyatakan bahwa fandom ini disebut sebagai “MATTER-VERSE”, yaitu komunitas yang merespons kebutuhan penting dari masyarakat yang sulit didapatkan di dunia nyata. Hal ini menjadi sebuah utopia dari tatanan ekonomi dan sosial yang baru.

Dalam perkembangannya, fanatisme ini dapat disebut sebagai bentuk ekstrem dari perwujudan kesetiaan pelanggan terhadap suatu brand atau produk dan biasa disebut brand loyalty. Menurut penelitian, pelanggan yang setia ini menunjukkan bahwa dia sangat peduli dengan produk tersebut apapun kelebihan dan kekurangannya.

Fandom ini tidak peduli jika ada produk yang lebih baik dari itu. Kesetiaan pelanggan yang mencapai puncak tertinggi dari tingkat loyalitas, maka akan menjadi penggemar ekstrim dan fanatik serta selalu mendukung apapun yang brand atau produk itu lakukan dalam konteks yang positif. 

Baca juga: HILL ASEAN Ungkap Mengapa Fandom Digandrungi Masyarakat ASEAN

Contoh fanatisme

Salah satu contoh fanatisme yang paling banyak ditemukan dan memiliki komunitas yang begitu kuat adalah costume play atau cosplay. Mengutip dari berbagai sumber, cosplay ini pertama kali diperkenalkan pada 1960-an di Amerika Serikat melalui konvensi fiksi ilmiah. Saat itu, para peserta mengenakan kostum yang dipakai oleh tokoh film fiksi ilmiah, seperti film Star Trek.

Budaya ini mulai berkembang di Jepang pada tahun 1970-an melalui peragaan busana di Ashinoko. Sejak saat itu, cosplay tumbuh marak dan diselenggarakan di Jepang. Di Indonesia, cosplay mulai muncul pada 1998 dan saat ini menjadi sebuah budaya yang berkembang dengan sangat cepat. 

Apa itu cosplay fanatisme?

Pengertian cosplay adalah hobi menggunakan pakaian, aksesori, dan riasan wajah seperti yang digunakan oleh para tokoh dalam anime, manga, film, komik, kartun, musisi, penyanyi, hingga video game.

Pelaku cosplay ini disebut dengan cosplayer. Di Jepang, cosplayer dapat saling bertemu dan berinteraksi dalam berbagai acara yang diadakan oleh perkumpulan sesama penggemar yang dapat tersebar di berbagai negara. Sejak tahun 1986, cosplay ini mulai dilakukan secara berkelompok dan menjadi sebuah fandom yang sangat solid, memiliki hubungan emosional yang kuat, dan juga loyal terhadap brand yang diidolakan.

Saat ini, cosplay tidak hanya hobi atau budaya populer di Jepang, melainkan menjadi sebuah bisnis besar yang sangat menguntungkan. Kostum cosplayer ini banyak dijual di berbagai toko, bahkan banyak cosplayer yang juga membuatnya sendiri dengan penambahan ide kreativitas yang dimilikinya. Industri pakaian dan ekonomi kreatif mendapatkan dampak yang besar dari keberadaan budaya fanatik ini.

Kemampuan brand membangun penggemar fanatik

Kesetiaan pelanggan dan fanatisme ini bermunculan karena adanya respons dari para pelanggan yang merasa sangat puas dan senang terhadap suatu brand atau produk. Kepuasan dan kesenangan yang didapatkan pelanggan mampu memunculkan sebuah fanatisme yang cenderung menghasilkan sebuah gerakan atau inisiasi dari para fans, salah satunya cosplay.

Para cosplayer ini menunjukkan brand loyalty yang sangat tinggi, sehingga hal ini menjadi sebuah keberhasilan brand dalam membangun personal brand yang kuat secara emosional. Brand yang di-cosplay-kan oleh para penggemar tentu mendapatkan keuntungan yang besar melalui kegiatan advokasi dan iklan yang dilakukan secara sukarela kepada publik.

Baca juga: Brand Guidlines: Pengertian dan 4 Elemen Penting di Dalamnya 

Cosplay fanatisme ini merupakan fenomena yang sudah lama berkembang di dunia dan para cosplayer dapat dengan mudah menyalurkan kesenangannya melalui berbagai komunitas dan acara. Komunitas sejenis ini juga bisa ditemukan di Indonesia dengan mudah, sebut saja Komunitas Cosplay Indonesia serta Komunitas Harajuku dan Cosplay.

Untuk acara cosplay juga cukup beragam, seperti iFest Cosplay Contest dan Maid Lolita Contest yang pernah digelar pada 5 Mei 2012 di Gambir Expo, Jakarta. Kegiatan cosplay ini juga dapat dikompetisikan melalui ajang seperti Megaxus Olimpiade 2011 di Mall Taman Anggrek, Jakarta pada tahun 2011. 

Berbagai acara tersebut menjadi sebuah agenda penting bagi para cosplayer untuk menunjukkan kecintaannya kepada brand yang dikagumi. Selain itu, kegiatan cosplay menjadi acara yang selalu ditunggu-tunggu oleh cosplayer sebagai ajang penampilan kreativitas hingga kompetisi.

Menangkap fenomena dan ramainya para cosplayer ini, Marketeers juga menggelar Marketeers Kosupure Japanese Cosplay Competition Road to Jakarta Marketing Week 2023. Acara ini terbuka untuk umum dan gratis. Bagi Anda para pegiat cosplay, daftarkan diri Anda sekarang!

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related