Dampak Perang Dagang Bagi Hubungan Indonesia dan Korea Selatan

marketeers article
US and China trade barrier, an action by a government that makes trade between the country and other countries more difficult, decoraton glass globe on US dollar and china yuan banknotes.

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan terus mengalami pertumbuhan secara signifikan dan mencapai momen baru dalam mencapai kemakmuran dan masa depan bersama. Melihat pertumbuhan tersebut, kedua negara juga perlu melakukan kerja sama strategi dalam menghadapi perang dagang antara China dan Amerika Serikat.

Kim Chang Boem, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia mengatakan, meskipun pembicaraan mengenai hubungan Amerika dan China menjadi topik yang sangat sensitif, tapi kedua negara perlu mengetahui risiko dan kesempatan yang dapat terjadi dari adanya perang dagang.

“Baru pada Januari, China dan Amerika melakukan perjanjian dagang fase pertama. Namun, setelah itu kita dihadapi dengan krisis ekonomi. Beberapa ekonom pun memprediksikan, setelah pandemi ini mungkin kita akan lebih kewalahan dengan krisis ekonomi pasca pandemi,” tutur Kim Chang Boem, dalam acara yang diselenggarkan The Korea Indonesia Management Association, Jumat (05/06/2020).

Kim Chang Boem memaparkan setidaknya terdapat tiga skenario risiko yang kemungkinan akan berdampak negatif bagi ekonomi Korea Selatan dan Indonesia, maupun negara-negara lainnya.

Pertama, adanya kemungkinan pergesekan perdagangan antara China dan Amerika akan berubah menjadi perang dagang total. Pergesekan tersebut saat ini telah menyebabkan dampak buruk bagi beberapa negara dan telah menyebabkan banyak ketidak pastian. Namun, datangnya virus corona dapat memperparah keadaan saat ini.

“COVID-19 telah menyebabkan disrupsi aktivitas ekonomi diseluruh dunia. Pemulihan yang diharapkan terjadi pun sama-sama tidak pasti. Semua tergantung pada durasi terjadinya pandemi serta efektifitas kebijakan penanganan pandemi,” jelas Kim Chang Boem.

Kedua, decoupling antara hubungan China dan Amerika. Artinya, adanya “keterlepasan” yang kompleks antara Amerika dan China dalam hal rantai pasokan. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan wacana decoupling antara kedua negara semakin besar.

Hal ini dikarenakan adanya pelarangan maskapai China terbang ke Amerika dan mengganggu arus kargo dan menyebabkan rusaknya value chain. Namun sekali lagi, hal ini masih tidak pasti. Kita masih harus melihat apakah fenomena tersebut akan terus berlanjut setelah pandemi berakhir.

Akan tetapi, Kim Chang Boem memastikan bahwa hal tersebut kemungkinan kecil akan terjadi. “Singkatnya kita harus melihat apakah decoupling ini akan terjadi atau tidak. Namun, dilihat dari tingkat intensitas dan ruang lingkupnya, saya pribadi merasa decoupling tidak mungkin terjadi.”

Ketiga, munculnya flashpoint yang baru diantara hubungan Amerika dan China. Saat ini, Taiwan menjadi flashpoint utama dalam persaingan antar kedua negara. Namun tidak menutup kemungkinan ketegangan baru setelah pandemi.

Flashpoint tampaknya semakin besar jumlahnya. Perkembangan ini dapat meningkat menjadi resesi ekonomi yang langgeng, secara global maupun regional,” jelas Kim Chang Boem.

Kim Chang Boem menegaskan aliansi antar Korea Selatan dan Indonesia dapat menjadi strategi yang baik dalam menghadapi krisis akibat perang dagang Amerika dan China. Hal ini dibuktikan dengan kerja sama antar kedua negara selama beberapa tahun terakhir.

“Yang diperlukan sekarang adalah kita harus berfokus pada negara sendiri, daripada harus memperhatikan dua negara adidaya yang sedang berperang,” ujar Kim Chang Boem.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related