Debit Air DAS Rejoso Susut, Kabupaten Pasuruan Terancam Kekeringan

marketeers article
Ilustrasi kekeringan pada aliran sungai (Sumber: 123RF)

Debit air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso, Pasuruan, Jawa Timur terindikasi menyusut. Hal ini dapat terlihat dari turunnya debit Mata Air Umbulan dari 6.000 liter/detik (1980) menjadi sekitar 4.000 liter/detik (2018).

Mata air yang terletak di tengah wilayah DAS Rejoso merupakan salah satu mata air dengan debit terbesar di pulau Jawa yang menyuplai air bersih tak hanya untuk Kabupaten Pasuruan, melainkan juga untuk Kota Pasuruan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya.

Di samping itu, DAS Rejoso juga menyediakan berbagai macam Sumber Daya Alam (SDA) untuk mendukung penghidupan masyarakat yang bermukim di daerah sekitar.

Kini, tekanan ekologi terhadap DAS Rejoso semakin meningkat, mulai dari perubahan tutupan lahan, dari hutan menjadi pertanian dan pemukiman, hingga penambangan galian C (batu dan pasir) yang mempercepat laju erosi.

Di sisi lain, pengeboran untuk pembuatan sumur artesis warga dan penggunaan air untuk industri juga di kawasan hilir kian meningkat. Lebih lanjut, pada tahun 2020, terdapat sekitar 600 titik sumur bor yang dibuat masyarakat untuk keperluan domestik dan pertanian dengan debit antara 2-20 liter per detik. Sumur bor tidak dilengkapi keran pengatur sehingga air terbuang percuma saat sedang tidak digunakan.

Bila cekungan air tanah di DAS Rejoso kering, petani dan peternak pemakai air akan kesulitan. Sumur di rumah ibadah, sekolah, dan rumah tangga akan kering. Pelanggan air bersih dari SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) Umbulan yang mencapai jumlah 1,6 juta jiwa tentu juga akan kesulitan

Sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut, pada tahun 2016 sampai 2018, Rejoso Kita melaksanakan program percontohan skema pembayaran jasa lingkungan untuk konservasi hulu dan tengah DAS Rejoso.

Sebanyak 174 petani dari 12 kelompok tani pengelola lahan seluas 106,6 hektar di tujuh desa di Kecamatan Tosari dan Pasrepan mendapatkan pembayaran jasa lingkungan, sebesar Rp 1,5 juta/ha/tahun – Rp 3,2 juta/ha/tahun atas upaya konservasi yang mereka lakukan.

Lalu, upaya pemeliharaan yang dilakukan, di antaranya menjaga dan mempertahankan 300-500 pohon per hektar, membuat strip rumput penahan erosi, dan membuat rorak untuk meningkatkan infiltrasi air hujan.

Simulasi komputer yang dilakukan oleh World Agroforestry (ICRAF) menggunakan Model Hidrologi GenRiver – Generic Riverflow menggambarkan bahwa skema pembayaran jasa lingkungan dengan menjaga jumlah tegakan sebanyak 500 pohon per hektar mampu meningkatkan infiltrasi sebanyak 0.5 – 1% dan menurunkan limpasan permukaan sebanyak 1.5 – 2%

Inisiasi ini didukung oleh Danone-AQUA, khususnya Pabrik Keboncandi yang memasok kebutuhan air minum dalam kemasan di wilayah Pasuruan, Jawa Timur.

Selain melaksanakan program pilot pembayaran jasa lingkungan hidup, program Rejoso Kita yang dilaksanakan oleh ICRAF dengan dukungan Danone Ecosysteme Fund juga melaksanakan kegiatan pengenalan teknologi budi daya padi ramah lingkungan dan percontohan konstruksi dan manajemen pengelolaan sumur bor yang aman dan efisien di wilayah hilir DAS Rejoso.

Program-program tersebut dirancang untuk menjawab berbagai persoalan DAS yang disebabkan oleh eksploitasi berlebihan, alih guna lahan, hilangnya vegetasi yang mengakibatkan terjadinya banjir, erosi tanah, longsor, bahkan kekeringan.

Program edukasi

Lokakarya “Pengelolaan DAS Terpadu di WIlayah Kabupaten Pasuruan Melalui Investasi Bersama Sumber Daya Air” (Sumber: Danone-Aqua)

Untuk memperkuat pemahaman dan kepedulian tentang kondisi terkini DAS Rejoso dan DAS-DAS lain di Kabupaten Pasuruan serta urgensi dilakukannya upaya-upaya konservasi, Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan atau FDP mengadakan acara lokakarya.

Mengangkat bertema “Pengelolaan DAS Terpadu di WIlayah Kabupaten Pasuruan Melalui Investasi Bersama Sumber Daya Air” di Jakarta pada 25 Agustus 2022, ajang ini dihadiri kalangan pemerintah pusat dan perwakilan perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Pasuruan.

Pada kesempatan ini, Asisten Deputi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Mochamad Saleh Nugrahadi, S.Si., M.Sc., Ph.D. menyampaikan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Tidak hanya untuk alam tapi juga untuk menjamin keberlangsungan bisnis pengusahaan sumber daya alam.

“Pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, tapi memerlukan keterlibatan aktif dan investasi seluruh pemangku kepentingan. Utamanya adalah peran masyarakat dan pengusaha yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut,” papar Mochamad Saleh.

Dengan bekerja bersama dari hulu ke hilir, Mochamad yakin DAS Rejoso akan terjaga dan dapat dimanfaatkan hingga bertahun-tahun yang akan datang. Pemerintah juga mendorong DAS Rejoso untuk menjadi contoh baik pengelolaan DAS terpadu di dalam World Water Forum 2024.

Di kesempatan yang sama, Erik Teguh Primiantoro, S.Hut., MES., Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap upaya pelestarian DAS Rejoso.

“Upaya tersebut adalah wujud menjaga daerah aliran sungai agar tetap sehat. Air ibarat darah dalam kehidupan suatu DAS. Kita perlu membangun pemikiran bahwa menjaga air tetap lestari sama dengan menjaga diri sendiri,” sambung Erik Teguh.

Menurutnya, ini berlaku bagi semua pengguna air, masyarakat umum dan khususnya pihak industri. KLHK pun memilik banyak data dan informasi berbasis riset yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan terpadu DAS. Pelaku usaha dapat mengaitkan upaya-upaya konservasi DAS untuk mendukung penilaian peringkat PROPER.

Erik Teguh juga mengatakan bahwa dalam konteks DAS Rejoso, perlu diupayakan pembangunan usaha tak hanya bagi kalangan bisnis, tetapi juga masyarakat dengan bisnis berbasis air untuk penguatan ekonomi masyarakat dan daerah.

Related