Deepfake Bakal Jadi Senjata Kejahatan Siber Paling Populer di Asia Pasifik

Palo Alto Network, perusahaan keamanan siber asal Amerika Serikat (AS) memproyeksikan teknologi deepfake bakal menjadi senjata kejahatan siber paling populer di Asia Pasifik pada tahun 2025.
Deepfake merupakan teknik untuk membuat foto, video, dan audio palsu yang terlihat nyata menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Arthur Siahaan, Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesiamenjelaskan kejahatan siber dengan deepfake sebenarnya sudah digunakan di wilayah Asia Pasifik. Namun, jumlahnya akan terus meningkat pada tahun ini.
BACA JUGA: Deepfake: Ancaman Baru AI untuk Sektor Bisnis
Dia menilai hacker memilih menggunakan deepfake untuk melakukan kejahatan lantaran mudahnya memuat manipulasi video maupun audio. Selain itu, efektivitas dalam memengaruhi korban dinilai cukup tinggi sehingga tren penggunaanya semakin meningkat.
“Meskipun telah digunakan untuk menyebarkan misinformasi politik, serangan deepfake paling efektif menargetkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan finansial, seperti yang dialami oleh seorang karyawan di sebuah perusahaan teknik di Hong Kong yang tertipu untuk mengirimkan jutaan dolar kepada seorang penipu yang menggunakan deepfake,” kata Arthur dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (14/1/2025).
BACA JUGA: Privy: Ancaman Deepfake Video dengan Generated AI Kian Mengerikan
Dalam kasus tersebut, Arthur menyebut modus kejahatannya berupa menirukan chief financial officer (CFO) dan tim eksekutif lainnya dalam sebuah konferensi video. Hacker kemudian membuat video yang meminta perusahaan itu mengirimkan sejumlah uang untuk kepentingan bisnis dengan memanfaatkan generative AI.
Penggunaan audio deepfake juga akan makin luas dalam serangan ini dengan membuat suara-suara yang sangat mirip dengan sesorang. Teknologi yang ada sudah memungkinkan kloning suara yang sangat meyakinkan.
“Kita akan semakin sering melihat penggunaan deepfake sebagai satu serangan atau sebagai bagian dari serangan yang lebih besar pada tahun 2025. Aktor jahat yang cerdas akan memperhatikan dan menggunakan teknologi AI generatif yang terus berkembang untuk meluncurkan serangan deepfake yang kredibel,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk