Desa Wisata hingga Buku, Upaya BCA Kembangkan Industri Batik

marketeers article

Kain Batik merupakan kebanggaan bangsa Indonesia yang mencerminkan khasanah budaya leluhur. Seperti kita ketahui, Batik Indonesia secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia.

Dalam rangka mengenal Batik lebih dekat sebagai salah satu warisan budaya bangsa Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui forum Kafe BCA VI mengupas nilai-nilai budaya yang terpendam di balik kemilau kain batik sebagai keunggulan komparatif yang dapat ditonjolkan dalam rangka meningkatkan daya saing pembatik di pasar domestik dan internasional.

Mengambil tema “Khasanah Batik Pesona Budaya”, Kafe BCA VI membahas kedalaman rasa, makna, jiwa, cinta, dan harmoni yang tertulis dalam kain Batik sebagai karya seni yang orisinal dan merupakan potret lika-liku sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Sebagai kain peradaban, batik memiliki makna filosofis yang terkandung dalam setiap motif, desain, dan teknik pewarnaan yang melambangkan kearifan lokal bangsa Indonesia.

“Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang. Forum Kafe BCA VI ini kami gelar agar generasi muda dapat mengenal lebih dekat rekam jejak falsafah batik dari masa ke masa sehingga menghargai batik sebagai salah satu warisan budaya yang perlu kita bersama lestarikan,” ujar Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja.

Aspek sosial budaya yang terangkum di balik sehelai kain batik menawarkan nilai tambah yang tinggi di pasar domestik maupun internasional. Nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2015 mencapai US$ 178 juta atau meningkat 25,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Pasar ekspor utama Batik Indonesia, antara lain Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Berfokus membangun ekonomi kreatif sebagai tulang punggung perekonomian nasional, kain batik dan produk batik menjadi komoditas yang patut diperhitungkan sebagai aset yang berharga dan mencerminkan identitas bangsa Indonesia. Beragam inisiatif seperti pembentukan Ekosistem Desa Kreatif yang diusung Bekraf dan Desa Wisata Binaan yang diusung BCA berkontribusi menyediakan wadah bagi peningkatan kualitas para pengrajin Batik, serta kemajuan budaya dan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal.

“Nilai filosofis yang tersirat dalam sehelai kain batik menjadikannya karya seni yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Aspek ini yang sebaiknya kita bersama tonjolkan dalam membangun ekonomi kreatif di Indonesia sehingga tidak hanya menjual kain Batik dan produk Batik yang bermutu tinggi tetapi juga merepresentasikan jiwa dan identitas bangsa Indonesia, tambah Jahja.

Salah satu kota yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi Batik adalah Pekalongan. Dijuluki sebagai kota Batik, Pekalongan memiliki Industri Kecil Menengah (IKM) Batik sebanyak 12.475 unit yang menyerap sekitar 88.670 tenaga kerja. Karenanya, dalam forum Kafe BCA VI tersebut, BCA sekaligus meluncurkan buku Batik Pekalongan: Dari Masa ke Masa yang ditulis secara apik oleh Budi Mulyawan dan didukung secara penuh oleh BCA. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Batik dan menjadi inspirasi bagi kemajuan teknik membatik di Indonesia.

Sebagai salah satu perusahaan yang lahir dan besar di Indonesia, BCA melakukan berbagai cara untuk mendukung Pekalongan mempertahankan eksistensinya sebagai kota Batik. Untuk meningkatkan kualitas pengrajin Batik di Pekalongan, BCA baru saja meresmikan Kampung Batik Gemah Sumilir, Wiradesa, Pekalongan sebagai salah satu Desa Wisata Binaan BCA.

“Kami juga bekerja sama dengan pengrajin Batik di Pekalongan untuk memproduksi Batik Hoko BCA sebagai seragam yang dikenakan oleh lebih dari 23.000 karyawan BCA dari Sabang sampai Merauke. Tentunya, kami juga berharap melalui dukungan terhadap penerbitan buku Batik Pekalongan: Dari Masa ke Masa ini dapat berkontribusi membantu masyarakat luas mengenal lebih dalam Batik Pekalongan yang sungguh kaya akan kreasi,” kata Jahja.

Related