Di Dunia Tunggang Langgang, Merek Cepat Melesat dan Tenggelam

marketeers article
Sumber ilustrasi: www.123rf.com

Nama Jeje, Roy, Bonge, dan Kurma viral belakangan ini. Mereka merupakan ikon Citayam Fashion Week (CFW), gelaran kreativitas jalanan yang masih diperbincangkan hingga hari ini. Aksi peragaan busana di zebra cross di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat ini dimotori oleh para remaja dari Depok, Citayam, dan Bojonggede.

Saking fenomenalnya, CFW pun mampu merebut perhatian banyak kalangan, dari artis, seniman, sosiolog, pakar branding, politisi, menteri, hingga presiden. CFW pun dibahas dari berbagai sudut pandang dengan segala pro dan kontranya. CFW makin santer diperbincangkan ketika beberapa artis berniat mendaftarkan HAKI CFW melalui perusahaannya.

Tulisan ini membahas bagaimana sebuah nama, merek, kejadian, benda, gampang sekali terkenal namun juga gampang sekali tenggelam alias dilupakan. Sebelum viral, Jeje dan Bonge mungkin bukan siapa-siapa. Namun, setelah viral dan menjadi sorotan media baik media sosial maupun media arus utama, mereka menjadi tokoh.

Sama halnya pada awal tahun ini dengan sosok Ghozali. Nama mahasiswa dari Udinus, Semarang ini mendadak mencuat ketika ia viral karena berhasil meraih keuntungan miliaran rupiah berkat menjual foto-foto selfie-nya sebagai non-fungible token (NFT) di sebuah marketplace OpenSea. Sosoknya langsung terkenal, fenomenanya dikupas di mana-mana dari berbagai sudut pandang, ditawari menjadi bintang iklan, dan sebagainya. Namun, namanya saat ini nyaris sudah tak terdengar lagi. Semakin lirih dan tenggelam oleh fenomena-fenomena baru yang datang silih berganti. Fenomena CFW pun diprediksi oleh banyak pihak juga demikian, sebatas fenomena sesaat.

Terkenal dalam 15 Menit

Internet dan warganet atau netizen memainkan peran besar dalam memviralkan dan membesarkan nama-nama mereka. Fenomena ini sudah diprediksi oleh Andy Warhol pada tahun 1968, jauh sebelum internet ditemukan.

Seniman kelahiran Oakland, Pittsburgh, Pennsylvania ini pernah berujar: “Di masa depan, semua orang akan terkenal di dunia selama 15 menit.” Istilah tersebut pertama kali tercetak pada buku program pameran karya Warhol di Moderna Museet di Stockholm, Swedia.

Warhol memprediksi datangnya era di mana berkat teknologi orang akan dengan gampang terkenal secara kilat, dari orang biasa atau nobody menjadi tokoh atau somebody. Dan, terjawab sudah apa yang dimaksud masa depan oleh Warhol itu, yakni dunia internet yang berkembang sedemikian rupa hingga hari ini. Meminjam istilah Anthony Giddens, seorang sosiolog asal Inggris, dunia canggih saat ini disebut dengan The Runaway World atau dunia yang tunggang langgang. Teknologi menjadi agen utama terjadinya perubahan supercepat di dunia saat ini. Saking cepatnya berlari yang seolah tanpa kendali, membuat warga dunia, perusahaan, organisasi, dan bahkan negara cukup kewalahan dalam mengikutinya. Ini pun membuat seseorang maupun sesuatu cepat terkenal, tak lagi dalam hitungan menit, namun detik. Meski demikian, yang cepat melesat biasanya juga cepat tenggelam alias cepat berlalu.

Brand Awareness Berkelanjutan

Hal yang sama juga berlaku pada merek. Di era sekarang, mudah bagi merek untuk membangun kesadaran (brand awareness) berkat peranti internet dan turunannya. Namun, tak gampang mempertahankan kesadaran itu secara kontinu atau membuatnya bertahan lama atau selamanya.

Tingkat kesadaran atas merek memiliki empat tingkatan yang masing-masing memiliki klasifikasi berbeda. Keempatnya, antara lain unaware of brand, brand recognition, brand recall, dan top of mind.

Pada tahap pertama, pelanggan masih merasa ragu dan tidak yakin apakah sudah mengenal merek yang disebutkan atau belum. Tingkatan ini tentunya menjadi yang paling dihindari oleh merek atau perusahaan. Alasannya, buat apa membesut bisnis namun tidak disadari eksistensinya oleh masyarakat konsumen. Era saat ini menyediakan banyak perangkat untuk membantu merek untuk membangun brand awareness.

Tahap kedua, brand recognition, ditandai oleh masyarakat konsumen yang mampu mengindentifikasikan merek yang disebutkan. Merek ini minimal sudah pernah didengar oleh konsumen melalui iklan maupun promosi. Tahap ketiga, brand recall di mana pelanggan mampu mengingat merek tanpa diberikan stimulus. Dan, tahap keempat adalah top of mind. Di sini, pelanggan mengingat merek sebagai yang pertama kali muncul di pikiran mereka saat berbicara tentang kategori produk dari merek tersebut. Misalnya, saat orang bicara air mineral kemasan, mereka langsung ingat AQUA, bicara soal teh dalam kemasan botol, ingat Teh Botol Sosro, atau bicara sabun kesehatan mereka ingat Lifebuoy.

Tentunya ada banyak cara dan aktivitas untuk membangun brand awareness. Salah satuya, membuat pesan singkat agar pelanggan cepat mengingat tetapi sulit melupakannya. Salah satunya dengan menggunakan tagline yang mengena, jingle yang menarik dan unik, serta simbol yang punya asosiasi kuat dengan merek. Tentunya, tak ketinggalan memanfaatkan aneka media publikasi, dari media konvensional, iklan, sponsorship, hingga media sosial atau yang sedang tahap lanjut seperti metaverse.

Akhirnya, lebih penting dari itu semua, merek harus lebih dulu memiliki positioning, differentiation, dan brand (PDB) yang kuat. Tanpa PDB yang kuat, jerih payah membangun brand awareness ibarat istana pasir yang cepat ambruk dan hanyut tanpa sisa saat tersambar gelombang laut.

 

Related