Di Tengah Ketidakpastian, Media Kredibel Masih Jadi Andalan

marketeers article
Online reading news. Vector illustration of online reading news using smartphone

Pandemi telah mengubah kerja-kerja profesional masa kini. Termasuk proses kerjapara wartawan di ruang-ruang redaksi. Secara umum, pandemi telah mengubah persepsi orang terhadap esensi kantor, termasukjuga pada ruang redaksi. 

“Mau di masa pandemi atau sesudah pandemi, tren yang akan terus dihidupi adalah bekerja dari mana saja, termasuk dari rumah. Sebenarnya, upaya ini sudah kami lakukan sejak tahun 2016. Saat itu, kami sudah 50% melakukan work from home. Karena ini bisa berjalan dan membuat kami justru makin produktif, kami melihat setelah pandemi, kantor bukanlah satu-satunya titik di mana kami harus bekerja,” kata WisnuNugroho, Pemimpin Redaksi Kompas.com dalam webinar Industry Roundtable yang digelar MarkPlus, Inc. pada Jumat (6/11/2020). 

Menurut Wisnu, ada tiga temuan kunci yang diperoleh oleh Kompas Gramedia Media Research pada Mei 2020. Temuan pertama adalah Indonesia tampak tak acuh sebelum ada kasus positif COVID-19 di dalam negeri. Setelah 2 Maret 2020 di saat dua pasien terkonfirmasi positif diumumkan secara resmi, hal tersebut langsung berubah. Pada Juni lalu, muncul titik balik dan pijakan baru, di mana pada saat itu terjadi puncak ketakutan masyarakat. Hal ini juga menjadi momentum bagi media, khususnya media digital, untuk berubah. 

Temuan kedua, reaksi dan respons masyarakat terpecah karena kebingungan yang terjadi masyarakat. Hal ini disebabkan oleh informasi yang simpang siur dengan banjirnya informasi. Sementara, hiruk pikuk media sosial justru memperparah kondisi tersebut mengingat media sosial tidak menerapkan disiplin verifikasiseperti yang dilakukan media massa. Temuan tersebut menyebutkan, 80% informasi yang sampai ke publik diperoleh melalui media sosial dan 51% menggunakan aplikasi chat.

Soal ini, sambung Wisnu, sudah diprediksi oleh mendiang pendiri Kompas Gramedia Group Jakob Oetama pada tahun 2003. Jakob Oetama mengatakan, informasi yang dipersepsikan sebagai sumber pengetahuan mulai dikhawatirkan sebagai sumber kecemasan. Dan, sejak lima atau enam tahun terakhir, informasi tersebut memang sudah menjadi sumber kecemasan. 

“Yang terjadi saat ini, masyarakat tidak mendapatkan sesuatu yang well-informed, namun justru mendapatkan sesuatu yang tidak jelas kebenarannya sehingga memunculkan kecemasan tersebut. Ini sudah terjadi sebelum pandemi. Paling dramatis terjadi ketika masa pemilihan presiden atau pilkada DKI yang lalu. Informasi yang datang bukan sebagai sumber pengetahuan, melainkan menjadi sumber kecemasan,” kata Wisnu. 

Kegagapan masyarakat dalam mencerna informasi di era digital ini semakin diperparah karena lompatan literasi yang terjadi. Masyarakat Indonesia dengan literasi membaca dan menonton yang belum matang, sudah harus dihadapkan pada budaya baru, yakni budaya digital. 

Menyitir gagasan pemikir besar asal Jerman Jurgen Habermas, Wisnu mengatakan kita saat ini hidup di dalam era di mana tingkat ketidakpastian sangat tinggi. Dalam ketidakpastian yang tinggi tersebut, temuan laporan tadi membawa satu kabar gembira bahwa 72% masyarakat yang disurvei mempercayai konten berita yang diproduksi oleh media kredibel. “Ini harapan bagi kami sebagai pemain media karena di saat terjadi banjir informasi, masyarakat masih mencoba melakukan cek informasi dari informasi yang disajikan oleh media-media kredibel,” katanya. 

Apa yang dinyatakan oleh Wisnu tersebut terkonfirmasi dengan fakta bahwa Kompas.com justru mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun ini yang diwarnai dengan pandemi dan banjirnya informasi tersebut. Wisnu mengklaim, pada tahun ini, Kompas.com mengalami pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarahnya, tumbuh 95% terkait dengan pageviews maupun users.

“Temuan ketiga adalah ibu memiliki peran yang sangat penting dan sentral dalam menjaga keluarga yang tangguh. Ketidakpastian yang tak lain sebagai kepastian baru mampu diredam oleh peran ibu dalam keluarga ini,” kata Wisnu.


Menyusul temuan tersebut, Kompas.com merilis kanal khusus bernama skola yang didedikasikan untuk membantu para ibu atau orang tua dalam memberikan konten-konten Pendidikan yang relevan untuk belajar dari rumah. “Pertumbuhannya luar biasa. Kanal ini menjadi top three sebagai kanal dengan pertumbuhan paling tinggi di samping kanal yang menyajikan topik kesehatan. Intinya, saat ini informasi-informasi yang relevan menjawab kebutuhan publik itulah yang diminati,” katanya. 

Wisnu menambahkan, perubahan-perubahan selama pandemi tersebut tidak akan berhenti setelah pandemi usai. Bahkan, hal-hal baru yang saat ini dominan, justru akan menjadi konten-konten permanen di masa mendatang. “Itu yang kami lihat sekarang dan di masa depan. Syukur pula, dengan variasi konten ini, kami tidak mengurangi jumlah karyawan di masa ini, malah menambahnya demi mendukung produksi konten untuk masyarakat pembaca yang berubah tersebut. Tentunya dengan mekanisme kerja baru,” katanya. 

Kompas.com juga merilis kanal terhubungdarirumah.com sebagai jawaban atas kondisi serba terbatas saat ini. “Kami percaya rumah bakal menjadi sentral baru untuk kerja-kerja profesional, khususnya media. Dampaknya, ongkos sewa ruang ataupun gedung bisa ditekan. Sementara, tim media bisa bekerja secara profesional dan lebih produktif dari situ. Kanal ini bakal menjadi semacam redaksi pascapandemi,” pungkas Wisnu. 

    Related