Sejumlah kepala daerah menjadi sorotan publik usai menerapkan kebijakan kontroversial untuk menangani anak-anak ‘nakal’ dengan cara mengirimnya ke barak militer. Ini sontak menuai kritik dari berbagai kalangan karena disebut-sebut bisa mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Radius Setiyawan, dosen Kajian Budaya dan Media di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), menjelaskan bahwa pendekatan militer kepada anak-anak bermasalah justru berpotensi memberikan dampak buruk dalam jangka panjang.
“Mengirim anak-anak nakal ke barak militer bukanlah solusi yang tepat. Pendekatan ini keliru secara prinsip dan bertentangan dengan paradigma pendidikan anak,” ujarnya, dikutip dari um-surabaya.ac.id, Selasa (13/5/2025).
BACA JUGA: Cegah Kenaikan Berat Badan selama Liburan, Ini Tips dari Ahli Gizi
Radius menilai disiplin di lingkungan militer—yang dibentuk melalui metode keras seperti bentakan, hukuman fisik, dan tekanan mental—mungkin efektif untuk membentuk prajurit. Namun, tidak demikian bagi anak-anak yang sedang berada dalam tahap perkembangan emosional dan psikologis.
Ia menegaskan bahwa pendekatan militeristik justru berpotensi menimbulkan trauma pada anak. Anak-anak bukanlah individu yang harus ‘ditaklukkan’ dengan cara keras, melainkan perlu diberi bimbingan dan pemahaman yang sesuai dengan kondisi psikologis mereka.
Pemberian disiplin ala militer kepada anak-anak yang dianggap nakal, kata Radius, bisa menjadi bumerang. Alih-alih menjadi pribadi yang lebih baik, anak justru berisiko mengalami tekanan mental, ketakutan, atau bahkan pemberontakan dalam jangka panjang.
BACA JUGA: Belajar Coding pada Usia Dini Bisa Tingkatkan Kemampuan Berpikir
Radius juga mengkritik cara pandang terhadap istilah anak ‘nakal’ yang sering disederhanakan. Ia menekankan bahwa perilaku menyimpang pada anak merupakan gejala dari masalah yang lebih kompleks, seperti konflik keluarga, lingkungan yang tidak suportif, atau kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.
“Anak nakal bukan berarti tidak cerdas atau tidak memiliki potensi. Terkadang, kenakalan muncul sebagai bentuk ekspresi dari ketidaknyamanan atau luka batin yang belum terselesaikan,” ujarnya.
Daripada mengirim anak-anak ke barak militer, Radius menyarankan agar perbaikan dilakukan di lingkungan sekolah, keluarga, dan komunitas. Ketiganya memegang peran penting dalam membentuk karakter anak melalui pendidikan yang berkelanjutan dan konseling yang tepat.