Diennaryati Tjokrosuprihatono Bangun Citra Indonesia di Ekuador Lewat Fesyen dan Kuliner

marketeers article

Duta Besar (Dubes) memainkan peran yang sangat penting dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai wakil suatu negara yang ditempatkan dinegara akreditasi.  Duta besar mewakili sebuah negara dalam penguatan diplomatik dengan negara lain. Tugas seorang Duta Besar diantaranya adalah melakukan  representing, protecting, negotiating, promoting, dan reporting.

Bagi Diennaryati Tjokrosuprihatono, pemenuhan kelima tugas menjadi tolok ukur keberhasilanya dalam menjalankan amanahnya terutama saat ini harus bisa mengembangkan 3 T yaitu Trading, Tourism dan Investment. Penting sekali untuk membangun citra Indonesia di mata masyarakat dan pemerintah Ekuador, bahkan negara-negara Amerika Selatan yang belum mengenal Indonesia. Kalau tidak kenal maka tak sayang, dan bagaimana bisa mengembangkan 3T kalau citra Indonesia masih belum baik. Selama masa tugasnya 2016-2020, perempuan yang akrab disapa Dieny ini tidak berhenti melakukan nation branding Indonesia.

Dalam wawancara yang dilakukan secara virtual dengan Marketeers, Dieny bercerita seru tentang pengalamannya sebagai Duta Besar RI untuk Ekuador. Saat itu, Indonesia baru saja menjalin hubungan diplomasi dengan Ekuador sekaligus menjadi negara ASEAN pertama yang memiliki perwakilan kedutaan besar di sana.

Ia sendiri merupakan Duta Besar kedua yang ditugaskan untuk memperkuat hubungan diplomatik, terutama dalam aspek perdagangan, pariwisata, dan investasi.Jauhnya jarak antara Ekuador dan Indonesia serta Kedutaan Besar yang baru diresmikan tahun 2010 menjadikan Indonesia belum dikenal luas oleh masyarakat Ekuador. Bahkan, Saat Dieny melakukan riset kecil-kecilan di ibukotanya Quito,  untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat Ekuador mengenai Indonesia, hasil yang diterima sangat mencengangkan. Mayoritas masyarakat Ekuador tidak mengenal Indonesia.

“Mereka tidak mengetahui ada negara bernama Indonesia di dunia. Masyarakat di Quito tidak mengetahui bahwa tepat di belahan bumi lain terdapat negara archipelago terbesar di dunia,” tutur Dieny.

Kenyataan ini membuat Ia sadar, bahwa tugasnya di Ekuador tidak hanya untuk menjalin hubungan dagang dan meningkatkan pariwisata dan investasi. Tetapi awalnya perlu membangun citra Indonesia di kawasan Amerika Selatan

Proses nation branding ini dimulai dengan kejelian Dieny dalam membaca peluang. Hal ini dikawinkan dengan kreativitas, cara berpikir cepat, dan potensinya sebagai perempuan.

“Dengan statusnya sebagai kedutaan baru dengan dana minim terbatas, Indonesia belum memiliki banyak kegiatan. Ini merupakan tantangan karena setiap momentum dapat dimanfaatkan sebagai peluang,” katanya.

Peluang pertama hadir Ketika mendapatkan undangan pertemuan bagi para duta besar yang ada di Ekuador. Dieny bercerita bahwa undangan ini bisa menjadi langkah awalnya dalam memperkenalkan Indonesia, dengan melalui diplomasi feshen. Hal ini bisa dilakukan dan pasti memiliki daya Tarik tersendiri karena feshen Indonesia yang memeliki aneka ragam kain seperti batik, tenun, ikat, songket dan lain2 dipadu dengan busana dan asesoris Indonesia yang menarik akan mendapatkan perhatian tersendiri. Oleh karena itu muncullah ide kreatif sekaligus memanfaatkan dirinya sebagai perempuan. Sebagai negara multikultural dan multietnis Indonesia memiliki kunci emas yang bisa diangkat dan sekaligus membawa pesan untuk dunia bahwa keberagaman seni dan budaya di Indonesia sangat banyak dan mungkin yang terbanyak variasnya dapat ditemukan hanya di Indonesia. Menyadari hal ini, tercetus ide untuk selalu menghadiri undangan maupun pertemuan tersebut dengan mengenakan baju nasional Indonesia yang beragam dengan aneka kain, bentuk kebaya maupun asesoris yang indah-indah dari berbagai kultur yang terdapat di Indonesia.

Aksi ini ternyata menarik perhatian para tamu yang terdiri dari para duta besar, jajaran pemerintah, bahkan media di Ekuador. Tampilnya Ia dengan baju adat yang selalu berganti dengan gaya ide yang selalu baru sangat menarik perhatian dan selalu menjadi pembicaraan. Yang menarik menurut Dieny adalah penampilannya pada setiap pertemuan atau acara menjadi hal yang selalu dinanti ketika para tamu dan undangan.

Dari sinilah, nation branding dimulai dengan menceritakan cerita di balik pakaian atau busana yang dikenakan. Cerita itu mengalir menjadi pengetahuan akan keindahan mengenai keberagaman Indonesia dan kehidupan masyarakatnya yang rukun meskipun memiliki perbedaan.

“Sebelum mulai memasarkan negara, saya mulai dengan melakukan self-branding dengan menggunakan pakaian nasional maupun adat khas berbagai etnis di Indonesia. Tidak jarang orang bertanya-tanya ‘Pakaian seperti apa lagi yang akan digunakan oleh (Duta Besar) Indonesia?’,” ceritanya.

Fashion diplomacy  yang dilancarkan oleh Dieny tidak dilakukan secara asal. Ia tetap mengukur audiens yang akan melihat penampilannya, juga mengukur keperluan pertemuan. Termasuk saat pemakaian warna dan jenis pakaian adat.

Menurutnya, saat undangan pertemuan berskala besar, maka Ia akan berusaha tampil dengan pakaian paling unik dan dengan paduan warna yang cerah agar bisa stand out.

Pernah pada suatu kegiatan yang diprakarsai KBRI Kerjasama dengan Hotel Hilton dalam kegiatan satu minggu Wonderful Indonesian Week yang saat itu bertema Bali, Dieny  tampil dalam balutan baju adat Bali dan berhasil menarik perhatian para undangan dan tamu yang terdiri dari para pejabat, duta besar dan masyarakat Ekuador. “Jika sudah mendapat perhatian, itulah saat yang tepat untuk bercerita dan menarasikan tentang Indonesia, kekayaan budaya, alam, filosofi dibalik apa yang ditampilkan  dan hal-hal positif yang dimiliki Indonesia,” tambahnya.

Bangun Citra dengan Gastronomi

Dari lidah, turun ke hati. Mungkin itu peribahasa yang tepat untuk mencerminkan strategi selanjutnya yang dilakukan Dieny untuk membangun citra Indonesia di Ekuador. Perempuan dengan latar pendidikan psikologi ini sangat menyadari potensi masakan Indonesia yang kaya rasa.

Di Ekuador, meskipun negara ini memiliki iklim tropis seperti halnya Indonesia, namun perkembangan gasteonominya belum terlalu berkembang dengan variasi masakan yang beragam. Penggunaan bumbu dalam masakannya juga masih terbatas dan pengolahan bahan makanan  juga belum menunjukkan variasinya. Misalnya pisang matang biasanya hanya digoreng apa adanya dengan minyak, pisang plantain atau yang agak mentah dibuat keripik atau bahan untuk sarapan yang disebut bolon yang bisa dtemui dimana-mana. Hal ini dilihat sebagai peluang untuk memperkenalkan makanan Indonesia yang tidak hanya jenisnya beragam, tapi juga memiliki cita rasa khas dengan penggunaan berbagai macam rempah.

Potensi lainnya adalah dari apa yang dilihat Dieny. Di Ekuador, makanan Asia termasuk digemari dengan tersebarnya restoran Cina, Korea, India dan Thailand, padahal tidak ada Kedutaan Besar keempat negara ini disana.

Dalam berbagai kesempatan baik dalam acara formal, acara Festival besar, Resepsi Diplomatik maupun undangan makan di Wisma, juga acara sosial maupun pertemuan dengan akademisi maupun mahasiswa di berbagai Universitas, disamping menyaji aneka makanan dari hamper seluruh pelosok Indonesia sebagai upaya Nation Branding, mie goreng dan acar selalu diselipkan dalam setiap menu atau malah menjadi menu utama atau satu-satunya menu. Tujuannya adalah untuk mengajarkan orang Ekuador makan mie dengan harapan, expor mie instan Indonesia dapat terwujud. Ini merupakan perwujudan dari diplomasi ekonomi melalui makanan. Ternyata dari pengalaman menunjukkan bahwa masyarakat Ekuador sangat menyukai mie goreng Indonesia, sehingga menjadi peluang bagi KBRI untuk membawa pengusaha mie goreng instan untuk mengikuti pameran kuliner yang diselenggarakan di Ekuador. Disamping itu camilan dan kopi instan Indonesia juga menjadi popular dan disukai masyarakat Ekuador. Potensi besar dalam industri makanan.

Strategi ini sukses. Kepopuleran makanan Indonesia di Ekuador terus tumbuh hingga kini ada satu restoran yang menyajikan makanan khas Indonesia dengan juru masak asli dari Indonesia yang sudah beroperasi bernama Ssambal dengan investornya adalah seorang pengusaha restoran di Ekuador yang menikah dengan chef yang berasal dari Korea. Makanya dalam menunya masih terdapat menu masakan korea. Tahun ini, Dieny mengatakan akan ada penambahan restoran Indonesia di Quito yang didirikan oleh mantan Chef Wisma yang berkolaborasi dengan pengusaha Ekuador.

Atas strateginya yang cemerlang, nama Indonesia menggaung cemerlang di Ekuador. Kedutaan Besar Indonesia untuk Ekuador bahkan dicap sebagai kedutaan teraktif dalam keterlibatan di berbagai acara dan kegiatan diplomasi di Ekuador. Dieny sendiri sempat menerima penghargaan sebagai duta besar terbaik dalam Eloy Alfaro Award dari Konfederasi Jurnalis Ekuador pada tahun 2018 atas kreativitasnya memasarkan nama dan budaya Indonesia.

Dari sisi target trading, tourism, dan investasi pun Dieny berhasil mencatat prestasi gemilang. Promosinya tentang Indonesia berhasil menarik wisatawan Ekuador ke Indonesia dengan kenaikan 64% pada tahun 2019 akhir.

Selain itu, nilai Ekspor Indonesia- Ekuador naik setiap tahunnya walaupun masih sedikit  hingga US$ 228 juta, namun trade balance untuk Indonesia masih negative karena Ekuador memang mengurangi impornya dari semua negara. Hambatan Ekspor Indonesia lebih pada Tariff bea masuk yang masih tinggi.  Belum lagi catatan kemitraan di bidang pendidikan dan seni budaya yang juga menjadi fokus branding-nya selama menjadi duta besar.

“Kuncinya adalah berani melihat peluang dan mengambil keputusan dengan cepat. You say what you say. Jaga kepercayaan orang-orang yang juga sudah memberikan kesempatan. Sehingga ke depannya Anda akan terus dipercaya sehingga dimudahkan dalam segala urusan,” ujar Dieny menutup ceritanya.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related