Dirut Pertamina Buka-bukaan Cara Kejar Valuasi US$ 100 Miliar

marketeers article
PT Pertamina (Persero), sumber gambar: pers rilis

PT Pertamina (Persero) menargetkan dapat menjadi perusahaan kelas dunia dengan valuasi US$ 100 miliar atau setara Rp 1.423 triliun (kurs Rp 14.989 per US$) pada tahun 2024. Target tersebut dikejar secara agresif melalui berbagai program yang dilakukan sejak dilakukannya restrukturisasi.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina mengungkapkan, untuk mengejar target tersebut perusahaan memperkuat tulang punggung (backbone) usaha dengan digitalisasi dari hulu hingga ke hilir. Dengan demikian pekerjaan-pekerjaan yang bersifat pengulangan atau repetitif dan administrasi bisa dilakukan secara digital.

“Hal ini dilakukan untuk bisa melakukan efisiensi. Kemudian, kedua adalah ke tingkatan yang lebih tinggi yaitu analisa data dan digitalisasi bisnis proses. Lalu, turun ke bawah hingga ke kilang, kapal, dan hulu yang semuanya berjalan dengan lancar,” kata Nicke dalam acara Shared Services Forum Pertamina 2022 secara hybrid, dikutip Selasa (26/7/2022).

Setelah melakukan digitalisasi, berlanjut pada tahapan berikutnya, yakni eksekusi. Pada tahap ini, Pertamina menjamin layanan yang diberikan kepada masyarakat tidak mengalami kendala setelah melakukan perombakan. Dengan begitu, tidak menghambat proses bisnis yang dilakukan.

Perombakan yang dilakukan, kata Nicke, berjalan secara besar-besaran. Hal ini meliputi sumber daya manusia (SDM), pengelolaan database, hingga ke proses bisnis. Dalam empat tahun proses perombakan, dia mengklaim berjalan secara optimal dan sesuai dengan target.

“Jadi inilah sebetulnya kenapa pembentukan holding migas dan restrukturisasi di Pertamina Group berjalan dengan lancar karena kita sudah menyiapkan backbone dan bisnis proses yang terdigitalisasi. Untuk ini saya ingin mengucapkan terima kasih karena dalam empat tahun ini kami telah memperkuat backbone dan saya yakin akan terus diperkuat karena pembentukan shared services ini merupakan step yang pertama,” ujarnya.

Nicke melanjutkan hasil yang didapatkan dari proses digitalisasi yang dilakukan, yakni adanya peningkatan produktivitas, khususnya pada bidang finance. Dia mengklaim digitalisasi bisnis mampu meningkatkan proses tagihan atau invoice hingga dua kali lipat.

Hal yang sama juga terjadi pada sisi efisiensi produksi. Tercatat, biaya produksi mengalami penghematan sebesar 15% hingga 20%.

“Dari data yang ada, terjadi peningkatan invoice yang sebelumnya 14 per pekerja dalam satu hari meningkat menjadi 28 invoice. Demikian juga dari produktivitas itu ada kenaikan sekitar 187% artinya berdampak ke efisiensi,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related