DKT Indonesia: Paket Coklat Valentine + Kondom Fiesta itu Hoax

marketeers article
Februari kerap dikaitkan dengan perayaan Valentine. Hari perayaan ini yang berasal dari Barat ini identik dengan bunga, coklat, dan permen. Produk-produk tersebut dianggap mewakili perasaan di hari yang dianggap sebagai “Hari Kasih Sayang” tersebut. Banyak produsen coklat yang memanfaatkan momentum tersebut untuk gencar berpromosi. Namun, baru-baru ini, tengah tersebar isu di media sosial mengenai paket bundling pembelian coklat bonus kondom.
 
Seperti yang dilansir Detik.com, isu ini santer berembus di daerah Malang dan sekitarnya. Namun, isu ini banyak diketahui oleh masyarakat hanya sebatas di media sosial saja tanpa melihatnya langsung. Menanggapi hal ini, DKT Indonesia selaku produsen kondom Fiesta menyatakan pihaknya tidak pernah membuat program bundling produknya dengan dua buah coklat seperti yang tersebar di dunia maya.
 
“Tidak pernah diadakan sebuah kerjasama atau promosi dalam bentuk apa pun di Indonesia antara produk Fiesta dengan produsen coklat,” jelas pihak DKT Indonesia dalam keterangan persnya, Rabu (04/02/2015).
 
Dari kasus tersebut, tampak kekuatan media sosial dalam penyebaran informasi. Bagi merek, media sosial memiliki peran penting di era sekarang untuk mensosialisasikan produknya. Meski begitu, media sosial juga menjadi media penyebaran isu-isu negatif dengan mudah.
 
Menanggapi kasus ini, Nukman Lutfie sebagai pakar media sosial menyebutkan bahwa hal-hal semacam ini kerap terjadi di media sosial. Apalagi di era sekarang, telah terjadi pergeseran relasi perusahaan dan konsumennya, dari vertikal ke horizontal (sejajar). Dulu, konsumen hanya bisa mengandalkan suara pembaca dan customer center untuk menyampaikan komplainya. Sekarang, komplain bisa dilakukan di kanal-kanal sosial yang bersifat viral. 
 
“Dengan adanya media sosial, masyarakat menjadi semakin sejajar dengan konsumen. Kecenderungannya, ketika konsumen melihat apa pun yang dilakukan oleh merek ternyata tidak sesuai dengan hatinya, mereka akan menyuarakannya lewat media sosial. Konsumen akan menyampaikan suaranya terlebih dahulu baru kemudian melakukan cross check,” ujar Nukman kepada Marketeers, Kamis (05/02/2015).
 
Nukman menekankan konsumen akan menyuarakan apa saja yang mereka rasa tidak sesuai atau berlawanan dengan hati mereka. Belum tentu yang dilakukan oleh merek itu ternyata salah. Kembali ke kasus, banyak kemungkinan yang terjadi. Bisa saja bundling tersebut memang bukan dilakukan oleh produsen tapi oleh penjualnya. Atau, bisa jadi hal ini sengaja dilakukan oleh provokator yang ingin merusak citra merek. Jadi, bukan karena kesalahan sebuah merek akan mendapat respons negatif dari masyarakat. Sesuatu yang berlawanan dengan hati konsumen lebih berperan. Selamat datang di era horizontal!

Related