Dukung Ekonomi Digital Ramah Lingkungan, Kominfo Tekankan 3 Aspek

marketeers article
Dukung Ekonomi Digital Ramah Lingkungan, Kominfo Tekankan 3 Aspek (FOTO:123RF)

Pemerintah mendayagunakan inovasi digital untuk membantu akselerasi transformasi digital yang ramah lingkungan. Sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, pemerintah menargetkan Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih awal.

“Kebijakan untuk memangkas emisi gas rumah kaca ini melibatkan seluruh sektor strategis, termasuk sektor TIK untuk beradaptasi dan menggunakan praktik yang ramah lingkungan,” kata Dedy Permadi, Staf Khusus Menteri Kementerian Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, dalam siaran tertulisnya, Jumat (8/7/2022).

Menurut Dedy Permadi, Kominfo mendukung ekonomi digital yang ramah lingkungan (green digital economy) melalui tiga aspek utama, yaitu konektivitas, infrastruktur data dan aplikasi.

“Dalam aspek konektivitas, Kominfo telah menginisiasi pengembangan jaringan 5G yang saat ini telah mencakup daerah di 13 kota di Indonesia. Secara operasional, jaringan 5G merupakan teknologi yang lebih ramah lingkungan, dengan lebih banyak bit data per kilowatt energi dibandingkan generasi nirkabel sebelumnya,” ujar Dedy.

Adapun mengenai aspek kedua infrastruktur data, Kominfo mendorong pengembangan Pusat Data Hijau (green data center) yang menggunakan energi terbarukan dengan lebih ramah lingkungan. “Dengan adanya metaverse, konsumsi data akan terus meningkat, dan oleh karenanya, Pusat Data Hijau menjadi penting untuk dikembangkan,” katanya.

Dalam aspek aplikasi, Kominfo memfasilitasi pengembangan Smart City Masterplan bagi 141 kota dan kabupaten melalui Gerakan Menuju 100 Smart City sejak 2017 lalu. “Salah satu dimensi pengembangan smart city adalah ‘smart environment’, di mana inovasi digital seperti digital twins dapat dipergunakan untuk melakukan simulasi solusi bagi lingkungan secara virtual dan mengurangi biaya operasional,” ucap Dedy.

Dedy mengatakan, saat ini perkembangan di bidang teknologi digital terus mendorong lahirnya beragam inovasi baru. Dia menjelaskan istilah “Digital Genesis” yang menggarisbawahi kemungkinan konvergensi beragam teknologi masa depan, seperti nanotech, biotech, dan quantum physics.

“Saat ini, kita mulai merasakan kehadiran teknologi-teknologi tersebut. Salah satu contoh konkret dari bagaimana teknologi maju ini mulai terbentuk di kehidupan kita adalah melalui metaverse,” tuturnya.

Meskipun memiliki manfaat dalam pengembangan ekonomi digital yang ramah lingkungan, menurut Dedy penggunaan infrastruktur TIK berskala besar dalam pengembangan metaverse dapat berpotensi meninggalkan jejak karbon dan mengonsumsi energi yang signifikan. Dedy mencontohkan rata-rata transaksi Ethereum, sebagai salah satu cryptocurrency yang juga digunakan dalam metaverse, mengonsumsi 60% lebih banyak energi dibandingkan transaksi dari 100.000 kartu kredit. Selain itu, rata-rata satu transaksi dari non-fungible token (NFT) menghasilkan 48 kilogram CO2, atau sama dengan membakar 18 liter diesel.

“Oleh karena itu, dibutuhkan pengadopsian infrastruktur TIK yang ramah lingkungan untuk meminimalisasi risiko lingkungan dan membangun dunia metaverse yang inklusif dan berkelanjutan,” katanya,

Editor: Ranto Rajagukguk

Related