Ekonom Ungkap Dampak Jangka Panjang Perang Rusia-Ukraina

marketeers article
Conflict between Russia and Ukraine war concept. Russian and Ukrainian flag background.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan dampak perang antara Rusia dan Ukraina akan mengancam rantai pasok (supply chain) komoditas secara global jika berlangsung dalam jangka waktu lama. Konflik akan semakin memperburuk jalur distribusi yang saat ini tengah terhambat akibat merebaknya pandemi COVID-19.

Ekonom Indef Eisha M Rachbini mengungkapkan, kondisi tersebut akan menyebabkan naiknya harga distribusi barang. Selain itu, perang juga akan mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur global seperti pelabuhan di sekitar Laut Hitam dan negara-negara maju akan memberikan sanksi pemblokiran atas komoditas asal Rusia.

“Negara maju dapat memberikan sanksi pemblokiran atas komoditas Rusia. Hal itu pasti akan memperburuk harga komoditas karena pasokan global rendah, by excluding Russia natural resources commodity,” ujar Eisha melalui keterangannya, Minggu (27/2/2022).

Menurut Eisha, terdapat beberapa dampak dari Invasi Rusia terhadap Ukraina, khususnya pada ekonomi global. Adapun dampaknya di antaranya pemulihan ekonomi dunia usai dipukul COVID-19 dengan ancaman Inflasi yang telah terlihat di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.

Lalu, adanya kenaikan harga komoditas dunia. Jika perang berlanjut, maka pemulihan ekonomi global juga terancam akan lebih rendah dari prediksi awal.

“Dari sisi pertumbuhan ekonomi global diprediksi 4,4% pada 2022 dan 3,8% pada tahun 2023. Negara maju diperkirakan tumbuh 3,9% pada tahun 2022 dan 2,6% pada tahun 2023. Sedangkan negara berkembang  akan tumbuh 4,8% pada tahun 2022 dari yang sebelumnya 4.7%. Untuk wilayah Asia Tenggara (ASEAN) pertumbuhannya 5,6% pada tahun 2022 dan 6% pada tahun 2023. Sementara itu, Indonesia tumbuh 5,6% pada tahun 2022 dan 6% pada tahun 2023,” ujarnya.

Lebih lanjut, Eisha menyebut risiko perang akan dapat berdampak pada kenaikan harga minyak bumi yang diperkirakan meningkat mencapai lebih dari US$ 100 per barrel (the price of Brent oil). Hal tersebut telah terjadi pada 24 Februari 2022. Sementara, harga bahan bakar minyak meningkat di AS dan Eropa sebesar 30%.

“Dampak lain terjadi pada financial market. Terkait sanksi yang diberikan AS terhadap pemain pasar keuangan dan tech companies Rusia. Harga komoditas meningkat, inflasi, situasi ekonomi global akan merubah skenario the Fed to increase interest rate,” pungkasnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related