Ekspor Benang Poliester ke India Berpotensi Naik pada Tahun 2022

marketeers article
sewing machine

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan ekspor benang pintal poliester (polyester spun yarn/PSY) berpotensi naik pada tahun 2022. Pasalnya, India sebagai salah satu negara tujuan ekspor terbesar telah mencabut aturan bea masuk anti dumping (BMAD).

Adapun BAMD adalah biaya tambahan yang dikenakan oleh negara untuk melindungi produk-produk dalam negeri dari serangan produk impor. Kasus ini bermula pada 21 Mei 2020 saat otoritas Directorate General Trade Remedies (DGTR) India menginisiasi penyelidikan antidumping untuk PSY dengan kode HS 5509.21.00 asal dari China, Indonesia, Nepal dan Vietnam. PSY  merupakan  bahan  baku  pembuatan  kain yang digunakan untuk bahan pakaian, gorden, jok mobil, dan produk lainnya.

India secara resmi mencabut aturan tersebut berdasarkan keputusan Kementerian Keuangan India melalui Tax Revenue Unit (TRU). Keputusan tertuang dalam  Office Memorandum Nomor 190354/182/2021-TRU yang diterbitkan pada 8 Januari 2022.

“Dengan putusan tersebut, maka rekomendasi akhir dari Directorate General Trade Remedies (DGTR)  India yang terbit pada 19 Agustus 2021 dinyatakan batal dan eksportir Indonesia tidak dikenakan BMAD sebesar US$ 61 per metrik ton (MT) hingga US$ 191 per MT,” ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melalui keterangannya, Jumat (21/1/2022).

Menurut dia, komoditas  benang pintal poliester merupakan salah satu produk tekstil dengan nilai ekspor yang cukup besar ke India. Pembatalan aturan tersebut dapat menjadi angin segar bagi para pengusaha untuk meningkatkan kinerja bisnis. Terutama, dalam memulihkan ekonomi setelah terpukul pandemi COVID-19.

Dari penuturan Lutfi, produk PSY sudah memiliki pasar yang cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kinerja ekspor ke India mencapai US$ 51 juta pada tahun 2019. Kendati demikian, nilai ekspornya sempat turun menjadi US$ 23 juta di tahun 2020.

“Sedangkan, pada periode Januari hingga Juni 2021 nilai ekspornya tercatat sebesar US$ 26,1 juta. Jumlah tersebut naik 321,23% dari periode yang sama pada sebelumnya yakni sebesar US$ 6,19 juta,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menyatakan   bahwa keberhasilan ini patut untuk disyukuri. Sebab, ini merupakan kali ketiga sejak 2021 pemerintah  India batal menerapkan BMAD.

“Kesuksesan  ini  merupakan  hasil  kerjasama  dari  semua  pihak  yang  terlibat  yaitu  pemerintah, asosiasi,dan  eksportir  tertuduh.  Setelah  adanya  pembatalan  ini,  diharapkan  eksportir atau produsen produk PSY Indonesia akan mampu menggenjot ekspor ke India,” tuturnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related