Ekspor Industri Mamin Tembus US$ 41,7 Miliar pada 2023

marketeers article
Industri pengolahan makanan, sumber gambar: 123rf

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan sepanjang tahun 2023 industri makanan dan minuman (mamin) membukukan ekspor sebesar US$ 41,7 miliar atau setara Rp 658 triliun (kurs Rp 15.798 per US$). Sektor ini masih melanjutkan neraca dagang positif atau surplus pada tahun 2023 sebesar US$ 25,21 miliar.

Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian menjelaskan selama ini industri mamin merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kontribusi sektor tersebut terhadap produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas sebesar 39,1% dan menyumbang 6,55% terhadap PDB nasional pada tahun 2023.

BACA JUGA: Daya Beli Rendah, Industri Mamin Tak Bisa Naikkan Harga

“Industri makanan dan minuman juga mulai kembali bangkit setelah mengalami pukulan akibat pandemi COVID-19. Pada tahun 2023 (year-on-year/yoy), industri makanan dan minuman masih mampu tumbuh positif sebesar 4,47%,” kata Agus melalui keterangannya, Senin (25/3/2024).

Menurutnya, penanaman modal di sektor industri mamin masih bertumbuh dan diminati oleh para investor nasional dan global. Hal ini terlihat dari perkembangan realisasi investasi di sektor ini yang mencapai Rp 85,1 triliun pada tahun 2023.

BACA JUGA: CIPS: Industri Mamin Dapat Terbantu dengan Bahan Baku Impor

Di sisi lain, Agus menyebut menghadapi bulan Ramadan dan Idulfitri 1445 H tahun 2024, komoditas pokok, seperti gula, minyak goreng, tepung terigu, jagung untuk industri makanan, dan bahan baku daging untuk industri stoknya masih aman hingga satu sampai satu setengah bulan ke depan. 

Begitu juga air minum dalam kemasan yang produksinya sebesar 32,6 miliar liter per tahun, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sebesar 32,5 miliar liter per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, saat ini pemerintah mengupayakan pemenuhan pangan dari sumber alternatif seperti sagu. 

“Sagu berpotensi dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional karena Indonesia memiliki lahan sagu yang diperkirakan mencapai 5,5 juta hektare yang berpotensi menghasilkan 34,3 juta ton pati sagu,” ujarnya.

Adapun produk olahan sagu berupa beras analog sagu berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras. Beras analog sagu juga memiliki keunggulan berupa kandungan resistance starch yang tinggi dan kadar glikemiks indeks yang rendah sehingga baik untuk mencegah diabetes.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related