Experian Ungkap Tren Kredit 2022 di Indonesia

marketeers article

Experian yang merupakan perusahaan layanan informasi global umumkan hasil studi gabungan tiga negara termasuk Indonesia, Australia, dan India pada Juni hingga Oktober tahun lalu yang bertajuk Experian Credit Decisioning Trends 2022: Indonesia.

Sebanyak 69% responden survei yang terdiri dari perusahaan pemberi pinjaman tercatat menolak nasabah karena minimnya data riwayat kredit. Jika dibiarkan, situasi ini mampu memberi dampak buruk bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta usaha kecil dan menengah (UKM) sebagai segmen yang rentang mengalami kendala modal karena ketidakpastian akibat pandemi. Sementara 87% responden menilai bahwa peningkatan penggunaan data dan wawasan merupakan langkah yang patut diprioritaskan.

Menurut Mohan Jayaraman selaku Managing Director Southeast Asia & Regional Innovation Experian Asia Pacific, data dari sumber konvensional serta alternatif seperti sumber non-perbankan telah menjadi pendukung utama bagi perusahaan pemberi pinjaman dalam memitigasi risiko kredit dan fraud. Sekitar 87% responden memprioritaskan peningkatan pengumpulan data dari sumber konvensional saat ini.

Lalu, 88% terbuka untuk menggunakan data baru dari sumber alternatif. Sementara 91% memprioritaskan kemampuan untuk memaksimalkan volume atas insight yang berasal dari data yang ada atau yang dikumpulkan,” katanya.

Secara khusus, perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat penggunaan data alternatif tertinggi di antara negara-negara yang berpartisipasi dalam studi ini. Melihat hal ini, situasi tersebut berpotensi terjadi karena difasilitasi oleh akselerasi digital di Tanah Air dan dukungan kebijakan seperti Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP). Data telco juga secara khusus menjadi salah satu sumber utama dari jenis kredit data non-konvensional. Kemudian sekitar 47% dari responden menilai bahwa data telco atau utilitas menjadi sumber utama dari data alternatif mereka.

Mayoritas pemberi pinjaman di Indonesia memanfaatkan teknologi baru untuk memfasilitasi pengambilan keputusan berbasis risiko yang lebih efektif. Tak sedikit pula yang bersiap untuk meningkatkan investasi pada teknologi seputar pengambilan keputusan berbasis risiko melalui analitik data secara real-time.

Seiring pertumbuhan pengguna di era digitalisasi, 78% responden yang terdiri atas perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia menggunakan teknologi open banking untuk memanfaatkan data real-time sebagai pengambilan keputusan kredit berbasis risiko. Sedangkan 85% menilai teknologi tersebut menjadi area investasi prioritas dalam waktu dekat. Tak hanya itu, 69% responden juga memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan IAI) untuk mengelola volume data yang terus bertambah dan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan secara otomatis. 

Meskipun 70% responden sudah melakukan pengambilan keputusan kredit secara otomatis dalam lingkup besar, 80% berencana untuk meningkatkan level otomatisasi dalam setahun ke depan.

Peningkatan akses keuangan telah menjadi prioritas Indonesia untuk mendorong inklusi keuangan hingga 90% pada tahun 2024 sebagai landasan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Meski terdapat kemajuan selama beberapa tahun terakhir, justru hampir seperempat dari 273 juta penduduk Indonesia masih belum memiliki akses perbankan (unbanked). Di bidang UKM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan dukungan kepada organisasi yang terdampak pandemi seperti memfasilitasi akses kredit untuk mempercepat pemulihan dan kemampuan untuk melanjutkan kegiatan usaha.

 Jayaraman menambahkan, di samping data konvensional, sumber data alternatif diproyeksikan akan menjadi terobosan bagi perusahaan pemberi pinjaman di Indonesia dalam mendorong akses layanan finansial yang inklusif dan bertanggung jawab.

“Dengan perkembangan teknologi keuangan dan digitalisasi yang kian pesat, perusahaan pemberi pinjaman ini akan mendukung masyarakat Indonesia, khususnya UKM dalam pemulihan akibat pandemi. Hal ini akan dilakukan melalui investasi pada sumber data dan kemampuan teknologi untuk membangun lanskap kredit inklusif secara jangka panjang,” tegasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related