Gandeng Petani, Pemerintah Dongkrak Industri Makanan Minuman

marketeers article

Kementerian Perindustrian aktif mendorong para pelaku industri makanan dan minuman (mamin) berbasis agro untuk bersama-sama mengembangkan rantai pasok melalui pola kemitraan dengan petani dan kelompok usaha tani, termasuk dalam penerapan teknologi revolusi industri 4.0. Konsep yang disebut Corporate Shared Value (CSV) ini diharapkan bisa ikut menyejahterakan para petani serta memacu peningkatan daya saing global sektor industri mamin.

“Dibandingkan dengan negara lain, sektor makanan dan minuman Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang besar karena didukung oleh sumber daya pertanian yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat Peluncuran Kawasan Industri Hortikultura Didukung Aplikasi Industri 4.0 dan Pelepasan Ekspor di Tanggamus, Lampung, Senin (25/3/2019).

Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, kini menjadi salah satu kawasan penghasil produk hortikultura terutama pisang mas, jambu, pepaya, dan nanas. PT Great Giant Pineapple (GGP), sebagai perusahaan swasta terbesar penghasil produk hortikultura di Indonesia, melakukan ekspansi bisnis di Kabupaten Tanggamus dengan konsep CSV. Konsep kolaborasi ini dijalankan bersama dengan petani dan kelompok usaha tani setempat melalui Koperasi Usaha Tani.

“Kawasan industri hortikultura di Tanggamus ini merupakan sebuah kawasan terobosan yang menjadi proyek percontohan untuk pengembangan kawasan lainnya di Indonesia. Apalagi, adanya kolaborasi antara masyarakat petani dengan perusahaan PT GGP yang memang sudah unggul di sektor hortikultura,” papar Menperin.

Menurut Airlangga, konsep CSV memberikan ruang bagi para petani untuk mengembangkan hasil pertanian dari kebun sendiri. “Kebetulan tanamannya cocok untuk wilayah Indonesia, seperti nanas dan pisang. MelauiCSV atau jenis usaha berbagai ini, korporasi akan menyediakan bibit, melakukan pendampingn dan membantu ekspor, yang harapannya petani mendapatkan untung. Kami dapat laporan dari koperasi, masyarakat bisa mendapatkan Rp5-6 juta dalam satu bulan,” imbuhnya.

Karena itu, konsep tersebut, akan terus diupayakan Kemenperin untuk semakin ditingkatkan. “Sebab, upaya ini merupakan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, sehingga akan terus dikembangkan karena kawasan ini dimiliki oleh masyarakat dan pengusaha membantu untuk memfasilitasi baik itu dari segi produksi, penanaman, panen sampai dengan ekspor. Apalagi, rencananya ada ekspor pisang satu kontainer setiap bulan,” lanjutnya.

Konsep CSV di Kawasan Berikat ini telah didukung oleh Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan sehingga pupuk dan pestisida yang berasal dari PT GGP dapat digunakan oleh petani binaan tanpa subsidi apapun dari pemerintah, namun dengan syarat tidak adanya inventory di petani.

Langkah strategis tersebut untuk dapat membantu petani dalam memantau kegiatan on-farm, termasuk pemakaian pupuk dan pestisida, yang telah dikembangkan melalui aplikasi berbasis Internet of Things (IOT) yang dinamakan e-Grower.

Melalui aplikasi tersebut, kegiatan on-farm seluas 337 hektare dengan jumlah petani sebanyak 423 orang di 4 Kabupaten Provinsi Lampung yang menjadi mitra PT GGP, dapat dipantau secara real time hingga jumlah panen yang dapat diekspor.

“Karenanya, pemerintah mengapresiasi bahwa kawasan ini dapat diperluas lagi, sehingga tentu akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Tanggamus, terlebih lagi dengan diterapkannya teknologi industri 4.0, serta adanya ekspor satu kontainer atau senilai Rp180 juta juga diharapkan terus rutin dan ditingkatkan jumlah ekspornya,” tuturnya.

Menperin menambahkan, pihaknya melalui Balai Riset dan Standardisasi (Baristand) Industri Bandar Lampung, akan memfasilitasi alat untuk proses pengeringan sisa dari ekspor agar menjadi produk makanan dan minuman. “Misalnya, akan menyiapkan alat bantu pengeringan, sehingga pisang yang tidak diekspor bisa diproses menjadi pisang sale atau produk mamin lainnya,” tandasnya.

Related