Generasi Z Lebih Tertarik pada Merek yang Peduli Lingkungan

marketeers article
Foto: www.123rf.com

Perubahan lanskap bisnis yang begitu cepat dalam dua tahun terakhir membuat perusahaan dan merek harus cepat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi ini akan membuat merek tetap tumbuh dan menghasilkan sesusatu yang bernilai. bengan kata lain memiliki kinerja yang membawa keuntungan bagi perusahaan.

Namun, apakah cukup dengan beradaptasi dan untung? Ternyata, perubahan karakter konsumen juga begitu cepat. Bukan hanya dalam karakter, cara pandang konsumen pada merek atau produk yang mereka konsumsi atau gunakan juga telah berubah.

Konsumen tidak lagi hanya mencari merek yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan mereka. Lebih dari itu, konsumen saat ini semakin mencari merek yang mampu memberikan dampak positif dalam berbagai hal, baik itu perekonomian masyarakat, sosial, hingga pada lingkungan hidup.

Jadi, jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah beradaptasi saja tidaklah cukup. Merek harus bisa memiliki dan memberikan suatu nilai pada konsumen. Inilah pandangan terkini konsumen pada merek, terutama terjadi pada konsumen generasi Z yang telah menjadi salah satu segmen pasar bagi para merek dan akan menjadi pasar utama dalam beberapa tahun ke depan.

Perhatian generasi Z pada merek yang memiliki nilai ini terafirmasi pada riset yang dilakukan oleh Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) berjudul “Now you Z me: Debunking myths about ASEAN’s Generation Z. Pada riset ini menunjukkan bahwa generasi Z  menghargai keseimbangan life values. Generasi ini merupakan pembeli rasional, namun mereka bersedia membayar lebih untuk merek yang punya kontribusi pada berbagi isu sosial dan lingkungan hidup.

“Generasi Z merupakan generasi yang memiliki pola pikir mendalam dan kepedulian yang tinggi. Merek harus humanis dan bertanggung jawab untuk menarik hati Gen Z. Mereka juga menghargai adanya kolaborasi dan dimunculkannya pesan-pesan positif dengan dampak yang besar untuk membangun nama merek yang lebih kuat pada benak mereka,” kata Devi Attamimi, Institute Director HILL ASEAN dan Executive Director Strategy Hakuhodo International Indonesia.

Berdasarkan IPSOS Global Trends 2020 menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk dunia percaya bahwa saat ini dunia sedang menuju kerusakan lingkungan yang sangat besar. Kerusakan itu hanya bisa dicegah bila manusia melakukan perubahan kebiasaan.

Salah satu perubahan yang paling mudah dilakukan adalah dalam penggunaan plastik. Lebih lanjut lagi adalah dengan menggunakan sumber energi yang terbarukan. Tidak kalah penting juga menghentikan penebangan hutan yang semakin menipis dari tahun ke tahun.

Laporan IPSOS juga menyebutkan bahwa mayoritas orang-orang di berbagai negara percaya bahwa perubahan iklim yang terjadi saat ini adalah akibat ulah manusia. Menariknya, dalam IPSOS Global Trends 2020 itu menunjukkan mayoritas orang Indonesia sangat percaya bahwa penyebab perubahan iklim adalah manusia.

Pada dasarnya, persoalan lingkungan hidup sudah menjadi isu yang telah lama didengungkan oleh kaum konservasionis. Namun, sepertinya kesadaran bersama baru tumbuh dalam beberapa waktu belakang ini. Salah satu permasalahan lingkungan hidup yang mengganggu dunia dan terjadi di hampir semua negara, termasuk Indonesia, adalah tentang pengelolaan sampah.  Padahal, pengelolaan sampah yang tidak benar menjadi salah satu pemicu terjadinya perubahan iklim global.

Tahun 2020, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), negara ini memproduksi 67,8 juta ton sampah. Berdasarkan data dari institusi yang sama, sekitar 62% sampah yang dihasilkan konsumen Indonesia didominasi oleh sampah rumah tangga dan hanya kurang lebih 15% yang diproses untuk daur ulang. Berbagai sampah rumah tangga antara lain seperti sampah plastik sachet, plastik multiplayer dan sampah high density poly ethylene (HDPE).

Sementara itu,  Asrini Suhita, P&G Indonesia Sales Senior Director and Sustainability Leader mengaku program Conscious Living merupakan bukti nyata komitmen P&G kepada kelestarian lingkungan. Ia menegaskan bahwa program ini dilatarbelakangi oleh program internal P&G Indonesia selama pandemi COVID-19 berlangsung.

“Seluruh karyawan kami yang bekerja dari rumah sangat bersemangat untuk berkontribusi terhadap lingkungan. Oleh sebab itu, P&G melakukan program Conscious Living bagi karyawan yang mana mereka diajak untuk memilah sampah yang nanti diambil langsung oleh pihak P&G untuk didaur ulang. Menariknya, dalam beberapa bulan berlangsung sampah domestik yang terkumpul dari karyawan kami bisa mencapai 5,1 ton,” ungkap Asrini.

Selain P&G Indonesia, perusahaan yang peduli terhadap permasalah sampah dan menyadari peluang ekonomi tersebut adalah Garnier Indonesia.  Garnier berkomitmen menjaga keberlanjutan lingkungan hidup melalui pengurangan penggunaan sampah plastik dalam kemasan produknya.

Tahun 2020, merek ini mencanangkan Green Beauty Campaign.  Pada tahun 2021, Garnier meluncurkan produk 100% kemasan daur ulang pada produk Sakura White Sakura Glow Water-Glow Essence. Nantinya, Garnier akan mendatangkan lebih banyak lagi produk yang lebih eco friendly, yaitu kemasan yang dapat diduar ulang dan tidak berbasis hewan.

Selain dua merek tersebut, sudah tentu masih ada banyak merek yang telah melakukan aksi nyata pada lingkungan hidup. Langkah ini penting untuk menjaga alam lingkungan tetap bisa menopang kehidupan manusia. Pada akhirnya, siklus ini juga akan berujung pada keberlanjutan bisnis

 

    Related