Genjot Perekonomian, Indonesia Harus Cari Peluang Pasar Ekspor Baru

marketeers article

Pandemi COVID-19 menghadirkan tantangan terhadap perekonomian global dan Indonesia. WTO (World Trade Organization) memproyeksikan volume perdagangan dunia akan turun sebesar 9,2% pada 2020. Diprediksi, volume perdagangan global  baru bisa pulih pada akhir tahun 2021 dengan pertumbuhan sekitar 7,2%.

Seiring dengan anjloknya transaksi perdagangan dunia, WTO memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2020 akan -4,8% dan diprediksi kembali tumbuh 4,9% pada 2021. Kondisi ini mendorong para pelaku usaha untuk mengambil sejumlah langkah dan strategi yang tepat, termasuk mencari peluang-peluang pasar baru. 

“Perlu ada dorongan agar pelaku usaha Indonesia dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik,” kata Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani dalam Jakarta Food Security Summit (JFSS) ke lima di Jakarta, Kamis (19/11). 

JFSS diselenggarakan setiap dua tahun sekali sejak tahun 2010 untuk menampung masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Kali ini, KADIN menyelenggarakan JFSS-5 pada 18-19 November dengan mengangkat tema, Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Mendukung Ketahanan Pangan & Gizi, Serta Meningkatkan Kesejahteraan Petani, Peternak, Nelayan & Industri Pengolahan.

Shinta menambahkan, peluang ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia tetap terbuka kendati negara-negara di dunia sedang terpukul oleh pandemi. Namun, hambatan dagang tarif dan nontarif masih menjadi tekanan tersendiri bagi komoditas ekspor utama Indonesia, terutama minyak kelapa sawit mentah, karet, dan produk perikanan. 

Hambatan nontarif meliputi standar terkait sustainability, seperti IIU Fishing, standar tenaga kerja, dan perlindungan lingkungan; standar kesehatan dan keselamatan yang menyangkut toleransi polutan dan zat karionegen, serta standar kemasan.  

Adapun hambatan tarif, Shinta melanjutkan, menyangkut besaran tarif dan akses. Penerapan hambatan tersebut  dibolehkan berdasarkan perjanjian GATT WTO dengan syarat tidak diskriminasi, diterapkan secara transparan dengan tolak ukur yang jelas, alasan penerapannya dapat dibuktikan secara scientific, dan persyaratan dapat dipenuhi secara reasonable. 

Menurut Shinta, untuk meminimalkan hambatan perdagangan tersebut dan meningkatkan ekspor KADIN mengusulkan sejumlah cara. Pertama, meningkatkan produktivitas dan stabilisasi produksi dalam negeri, serta reformasi sektor agrikultur dan perikanan dengan perbaikan iklim usaha. Kedua, pembenahan mistmatch input-output antara produksi pangan hulu dengan kebutuhan input industri makanan dan minuman dan pasar ekspor dari segi volume dan standar serta Sinergi & kerjasama antar elemen pemerintah.  

Ketiga, penguatan diplomasi dengan cara melakukan institutional reform pada institusi publik dan swasta yang bertanggung jawab atas promosi, perdagangan, dan investasi melalui kajian-kajian dan penguatan riset pasar. Kajian tersebut antara lain mencakup promosi, market intelligent, pengumpulan data dan informasi hambatan nontariff termasuk regulasi teknis, standar, dan private standards, pengumpulan data usaha, business matching, dan pendampingan. 

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Kelautan dan  Perikanan Yugi Prayanto dalam JFSS-5 menyatakan, untuk menopang kinerja ekspor selain perikanan tangkap, perikanan budi daya sangat menjanjikan. Karena itu perlu ada kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk melakukan observasi dan eksploitasi budi daya perikanan. “Perlu konsolidasi nasional pelaku usaha perikanan agar terjadi kesamaan langkah dan strategi meningkatkan produksi dan menghadapi persyaratan global yang semakin ketat,” katanya.  

Selain itu, Yugi melanjutkan, pemerintah dan pelaku usaha perikanan juga perlu memperkuat supply chain dalam  sistem logistik ikan nasional untuk menghasilkan efisiensi dan daya saing produk perikanan di pasar global.Indonesia memiliki lima komoditas perikanan andalan ekspor. Namun permasalahanna, hilirisasi produk perikanan di Tanah Air masih rendah. “Ini tantangan utama Kementerian KKP untuk meningkatkan hilirisasi tersebut,” ujarnya. 

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyatakan Kementerian KKP akan mengoptimalkan perikanan budi daya laut. Hal ini karena upaya budi daya menyerap banyak tenaga kerja dan mudah mendapatkan devisa. Kementerian KKP juga sedang mengembangkan klaster budi daya udang di sejumlah daerah. “Mengapa udang? Karena kebutuhan udang dunia sangat tinggi sekitar 13 juta ton per tahun. Indonesia baru bisa memasok 1 juta ton per tahun untuk dunia,” ujarnya.  

Menurut Edhy, dahulu Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir udang galah dan windu terbesar dunia. “Kita harus ambil kembali predikat tersebut,” katanya. 

    Related