GPFI Optimistis Obat Sirup Bisa Segera Dikonsumsi Tanpa Perlu Khawatir

marketeers article
Foto: www.123rf.com

Beberapa bulan lalu, terjadi kasus cemaran pada obat sirup yang menyebabkan acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia. Hingga 13 Desember 2022, tercatat 324 kasus AKI/GGAPA dengan 200 kasus meninggal dunia. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menyatakan kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam industri farmasi di Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

Padahal, industri farmasi nasional memproduksi 90% dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi, dan berbagai produk obat lainnya, namun kasus cemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup saja. “Hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik. Namun, ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah,” kata Tirto Koesnadi, Ketua GPFI dalam siaran persnya.

Di sisi lain, selama ini di antara negara Asia, pengawasan BPOM sudah termasuk sangat ketat. Hal ini karena BPOM merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) dan telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional untuk memastikan kualitas dan keamanan sistem dan proses dan kualitas produk industri farmasi. “Industri farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM,” tambahnya.

Tirto menegaskan, terjadinya cemaran di tengah pengawasan yang ketat tersebut kemungkinan karena dua hal. Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG. Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga  PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isinya telah dicampur EG.  Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi obat.

Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar. Sedangkan lebih dari 94% obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.

Berdasarkan semua fakta tersebut, maka GPFI telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah pemerintah. Di antaranya, menganjurkan para anggota GPFI untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirup dan melaporkan hasilnya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diverifikasi, sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktrober 2022. Menurut data per 15 Desember 2022, dari sekitar 2.400 item obat sirup yang diuji, 335 item obat sirup telah dinyatakan oleh BPOM aman dan layak konsumsi.

Lalu, berdasarkan fakta belum adanya panduan metode pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi obat, maka GPFI mendukung agar Kemenkes berkolaborasi dengan BPOM dapat membuat farmakope panduan pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi yang harapannya bisa menjadi panduan pertama di dunia sehingga kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. “Kami juga mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak dengan tegas agar memberikan efek jera kepada oknum pemasok yang menipu dan memalsukan bahan baku kepada industri farmasi,” tambah Elfiano Rizaldi, Direktur Eksekutif GPFI.

Berdasarkan semua pembelajaran kasus ini, Elfiano berpendapat GPFI perlu senantiasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan strategis tentang penghentian, pemeriksaan, atau penyediaan kembali obat sirup. “Kami percaya dengan adanya kolaborasi dan transparansi dari berbagai pihak, pengujian obat sirup dapat segera selesai. Masyarakat dapat kembali mengakses obat sirup tanpa rasa was-was, selama produk tersebut dibeli di apotek atau toko obat resmi,” tutup Elfiano.

Related