Hadapai Resesi, E-commerce Bisa Bertahan, Nasib Quick Commerce?

marketeers article
Di Depan Resesi, E-Commerce Bisa Bertahan, Nasib Quick Commerce? (FOTO: 123RF)

Ramalan resesi pada tahun 2023 bak hari penghakiman. Sektor bisnis akan diuji dari segi ketahanan finansial. 

Peneliti Institute for Development Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan bisnis e-commerce menjadi salah satu bisnis yang mampu bertahan di tengah resesi nanti, namun quick commerce tampaknya bernasib lain. Huda mengatakan 70% lebih penyokong jumlah transaksi digital di Indonesia berasal dari e-commerce

BACA JUGA: Survei Populix: 87% Responden Aktif Berbelanja Pakai Quick Commerce

Pada tahun 2023 nanti, model bisnis ini masih menjadi penyokong besar nilai transaksi digital di Indonesia, bersama dengan layanan keuangan digital. Namun, nasib berbeda rupanya akan terjadi pada model bisnis serumpun, yakni quick commerce

Quick commerce atau niaga cepat, yang masih berasal dari model e-commerce ini akan menghadapi jalan yang cukup terjal.

BACA JUGA: Jurus Pemain Besar E-commerce Hadapi Tren Quick Commerce

“Tahun depan sudah mulai menurun. Kecuali pemain besar menciptakan quick commerce-nya sendiri,” kata Huda dalam acara Digital Industry Economy Forecast (Diecast) 2022 yang digelar Techbiz, Senin (5/12/2022).

Bisnis ini menurut Huda memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan model e-commerce pada umumnya. Dibutuhkan titik penyimpanan barang yang tidak sedikit, hingga kecepatan pengiriman yang dituntut lebih cepat dibandingkan e-commerce. Dengan demikian dibutuhkan biaya lebih untuk bisnis tersebut tetap berjalan.

Sebelumnya, bisnis quick commerce global juga mengalami goncangan yang cukup besar di skala global. Di sisi dalam negeri sendiri, sudah ada beberapa bisnis serupa yang harus menutup layanan.

Terlebih menurut Huda, pelaku bisnis ini tidak hanya bersaing dengan perusahaan rintisan dengan bisnis serupa. Pemain ritel kelas kakap yang sudah memiliki cabang lebih banyak turut menjadi pesaing dalam bisnis ini. 

Dengan demikian, persaingan antara ritel kelas kakap ini menjadi faktor yang cukup berbahaya dalam keberlangsungan bisnis quick commerce. Pada tahun 2023, quick commerce sendiri dinilai tidak akan berkontribusi banyak dalam nilai transaksi digital. 

Keunggulan model bisnis ini, lebih menekankan untuk pembelian produk dari kategori konsumsi harian atau grocery.

“Kalau e-commerce generasi sebelumnya terbukti kuat,” tutur Huda.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related