Hadapi COVID-19, Pemerintah Kedepankan Riset dan Inovasi

marketeers article
Group of People with Research Concept

Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) telah membentuk konsorsium untuk menangani COVID-19. Konsorsium yang beranggotakan lembaga penelitian di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN seperti LIPI, beberapa perguruan tinggi (PT), Penelitian dan Pengambangan (Litbang) Kementerian Kesehatan serta melibatkan dunia usaha baik swasta maupun BUMN mempunyai fokus membantu mencegah, mendeteksi cepat COVID-19 melalui riset dan inovasi seperti vaksin, suplemen, pengobatan, dan  teknologi kesehatan.

“Kami telah mencoba menerapkan triple helix di dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang COVID-19 untuk menghubungkan dunia penelitian dengan dunia industri dan pemerintah.  Berbagai elemen dilibatkan mulai dari kesehatan, ikatan farmasi maupun Kementerian BUMN dan Kementerian Perindustrian,” kata Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam acara Diskusi Kebijakan: Penanggulangan COVID-19 Berbasis Pengetahuan dan Inovasi, yang diselenggarakan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) dan Katadata.

Menurut Bambang Brodjonegoro, pandemi ini juga menunjukkan ekosistem riset yang selama ini kita bayangkan, justru berkembang dengan baik. “Sebelumnya kita belum mempunyai produksi ventilator sendiri, pandemi ini membuat inovasi bekerja dan menghubungkannya dengan  dunia industri.”

 Ia  melanjutkan, Kemenristek/BRIN akan tetap mengedepankan pengetahuan dan inovasi dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19. Data yang digunakan saat ini adalah peta sains yang merupakan pendekatan riset ilmu pengetahuan untuk mengatasi endemi dan pandemi. Hal ini adalah sebuah pendekatan riset selain dari kesehatan itu sendiri.

Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar menegaskan, bahwa dalam ekosistem inovasi, hasil dari riset vaksin yang disebutkan oleh Menristek tersebut akan menghasilkan hilirisasi. Fokusnya, bagaimana seluruh elemen ini bersinergi agar hasil penelitian bisa menjadi inovasi: dipasarkan, digunakan, dan dengan demikian mendongkrak kemajuan dan daya saing bangsa. Kemajuan bangsa, dalam konteks ekonomi global, dinilai lewat daya saing dan kemampuan inovasi.

“Dalam implementasinya, ekosistem pengetahuan maupun inovasi membutuhkan kapasitas negara untuk menggerakkan semua elemennya. Kapasitas negara ini tercermin dari kapasitas kelembagaan dan kapasitas sumber daya manusia ASN-nya yang mempunyai kinerja secara efisien dan efektif,” kata   Dewi Fortuna Anwar.

Tjahjo Kumolo Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menambahkan, di internal ASN, selama pandemi ini tetap berusaha produktif dan inovatif untuk pempercepat proses layanan untuk melayani masyarakat. KemenPANRB saat ini juga ingin memasukkan indikator inovasi dalam penyusunan kebijakan kita untuk terbangunnya sinergitas bersama untuk menyatukan langkah dalam kerangka ekosistem pengetahuan dan inovasi menuju pencapaian kesejahteraan rakyat.

“Data itu sangat penting. Kami juga sangat mendorong pertukaran data yang terbuka antar instansi, data yang saintifik,” kata Tjahjo Kumolo.

Pandemi COVID-19 bisa menjadi momentum dalam meningkatkan kualitas ekosistem pengetahuan dan inovasi. Kapasitas negara utamanya diperlukan untuk memastikan bahwa keluaran ekosistem pengetahuan dan ekosistem inovasi saling menunjang. Secara resiprokal, keluaran ekosistem inovasi yang baik juga tidak hanya berujung pada produk yang dapat dikomersialisasikan. Keluaran inovasi, khususnya inovasi sosial, dapat membantu meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan publik, maupun menginformasikan ruang penyempurnaan regulasi yang menyangkut khalayak luas.

    Related